Pada suatu hari, salah satu rekan kerja saya tiba-tiba nyeletuk, “Ma, kok kita belum berteman di Facebook sih? Confirm gue dong”. Padahal sudah lebih dari lima tahun saya bekerja di perusahaan saat ini.
Seketika saya agak bingung mau menjawab apa. Tapi akhirnya saya hanya menjawab sambil tertawa sekenanya, "Gue udah jarang main Facebook. Udah uninstall di handphone. Jadi Cuma sesekali buka, itupun di laptop dan kalau pas ada koneksi wifi".
Pernah mengalami situasi seperti itu? Sengaja tidak ingin berteman dengan seseorang di media sosial meskipun di dunia nyata berteman dengan orang tersebut. Tapi banyak juga yang tidak kenal di dunia nyata, tapi berteman di media sosial.
Zaman sekarang ini, saat media sosial menjadi sarana utama keeksistensian seseorang, jumlah friends atau followers menjadi salah satu indikator tenar atau tidaknya seseorang. Dengan banyaknya jenis media sosial sekarang ini, saya yakin kebanyakan seseorang juga memiliki lebih dari satu akun media sosial (termasuk saya).
Saya juga yakin, kebanyakan para pemilik akun media sosial hanya mengenal sekitar 70% dari total pertemanan mereka. Sisanya asal confirm permintaan pertemanan (friend request) demi memiliki banyak pengikut, meskipun tidak kenal. Pokoknya ada kebanggaan tersendiri kalau punya banyak pengikut di media sosial.
Jujur saja, saya bukan termasuk orang yang mengkonfirmasi pertemanan di media sosial dengan mudahnya. Saya menyeleksi mereka yang mengajukan pertemanan alias hanya yang kenal-kenal saja.
Kalaupun ada yang tidak kenal, biasanya saya melihat mutual friend mereka lebih dulu, baru saya putuskan menerima atau tidak. Jika saya tidak kenal plus tidak banyak atau tidak ada mutual friend yang saya kenal, sudah pasti saya tolak.
Bukannya sombong atau apa, tapi bagi saya pertemanan di dunia maya perlu berhati-hati. Yang namanya media sosial, kemungkinan ada hal-hal pribadi kita yang berpotensi bisa disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Pertemanan di media sosial bisa berasal dari berbagai kalangan, mulai dari sahabat terdekat, teman-teman sekolah (SD/SMP/SMA), kuliah (S1 hingga S3), teman kursus atau komunitas, keluarga, guru atau dosen, hingga rekan kerja bahkan atasan. Kalau pertemanan yang berasal dari teman/sahabat dan keluarga sih mungkin sudah biasa dan umum. Tapi bagaimana dengan rekan kerja atau atasan? Tunggu dulu..
Saya termasuk orang yang membatasi pertemanan dengan kelompok ini. Mengapa? Ya tidak lain tidak bukan, karena saya hanya ingin membatasi ruang privasi saya dari konsumsi mereka.
Jadi untuk para pembaca yang sekiranya memiliki prinsip yang sama dengan saya, tidak perlu resah, khawatir apalagi gundah gulana, terutama ketika ada rekan kerja yang protes karena Anda tidak mengkonfirmasi friend request mereka. Sikap itu wajar-wajar saja menurut saya.