Jadi begitu indikasi obat off-label semakin banyak digunakan dan memberikan respon yang positif, barulah industri tersebut kembali melakukan pengembangan untuk memantapkan indikasi baru tersebut.
Obat Off-Label dari Perspektif Regulator
Saat ini, penggunaan obat off-label sebenarnya masih banyak menimbulkan kontroversi. Beberapa negara ada yang menganggap penggunaan obat off-label adalah sesuatu yang ilegal, tetapi ada juga yang tidak.
Tren penggunaan obat off-label ini akhirnya akan menuntut regulator (pemerintah) untuk menyusun panduan (guideline) untuk mengatur penggunaan obat off-label dengan mengutamakan benefit-risk ratio.  Intinya regulator harus memainkan perannya sebagai pengawas guna memberikan perlindungan bagi konsumen atau pasien.
Hingga saat ini yang saya tahu (dan semoga saya tidak salah) penggunaan obat off-label di Indonesia masih diterapkan sehingga peresepan obat off-label belum bisa dikategorikan sebagai peresepan yang melanggar hukum. Karena seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, penggunaan obat off-label bisa jadi lebih menguntungkan pasien ketika tidak ada opsi lain untuk terapi.
Namun demikian peresepan obat off-label tetap memiliki risiko tinggi karena data mengenai efek samping yang kemungkinan akan timbul belum memadai.
Penggunaan obat off-label ibarat pedang bermata dua, dimana di satu sisi dapat menjadi sangat berguna bagi sejumlah pasien namun disisi lain justru menempatkan sejumlah pasien sebagai bagian dari eksperimen.
Referensi:
FDA Off-Label Use | ncbi 1 | ncbi 2 | umy.ac.id | harvard.edu
-Artikel ini diperbaharui tanggal 5 Januari 2022-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H