Oleh sebab itu dokter harus terus meng-update pengetahuannya mengenai validitas indikasi obat-obat off-abel tersebut. Sama halnya dengan farmasis yang juga harus ter-update mengenai indikasi-indikasi obat off-label supaya tidak menimbulkan perbedaan persepsi dengan dokter yang bersangkutan. Bila ada yang dirasa kurang sesuai pada resep obat, baiknya farmasis mengkonfirmasi resep tersebut kepada dokter yang meresepkan.
Obat Off-Label dari Perspektif Pasien
Ada kalanya dosis pengobatan yang diterapkan kepada seorang pasien tidak berhasil. Oleh sebab itu pasien bisa saja meminta dokter untuk memberikan alternatif pengobatan lainnya, dan pada saat ini dokter bisa saja mengusulkan penggunaan obat off-label.
Jadi akan ada diskusi dan kesepakatan antara dokter dan pasien ketika akan mencoba pengobatan lainnya. Tentunya hal ini bisa memberikan efek positif dan negatif bagi pasien.
Positif jika memang pengobatan off-label yang diterapkan memberikan hasil yang diinginkan, tetapi bisa juga negatif karena seakan menempatkan pasien sebagai "kelinci percobaan".
Oleh sebab itu pasien saat ini juga diminta untuk lebih aware jika akan menebus resep. Paling tidak tanyakan kepada apoteker mengenai fungsi dari masing-masing obat, cara dan waktu penggunaannya, dan sebagainya.
Obat Off-Label dari Perspektif Industri Farmasi
Selama proses pengembangan oleh industri farmasi, suatu obat yang diteliti bisa saja memiliki banyak indikasi namun tentu saja perusahaan farmasi harus bisa selektif dalam memilih indikasi yang akan dikembangkan. Mengapa?
Seperti yang telah saya jabarkan pada artikel-artikel sebelumnya, sebelum obat baru memperoleh persetujuan dari regulator untuk dipasarkan, industri harus melakukan uji pre-klinik dan uji klinik untuk membuktikan keamanan dan khasiat obat.
Jadi jika semakin banyak indikasi yang diteliti, maka waktu yang dibutuhkan akan semakin lama dan biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. Tentunya hal ini tidak memberi keuntungan ekonomi bagi industri karena perolehan persetujuan pemasaran (Marketing Authorization) dari regulator akan semakin tertunda.
Penggunaan obat off-label bisa jadi menguntungkan industri farmasi karena secara tidak langsung akan ada pengembangan lebih lanjut mengenai indikasi suatu obat, namun tidak dilakukan oleh industri tersebut secara langsung.