Mohon tunggu...
Irma Nurmalasari
Irma Nurmalasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM : 43222010039 Jurusan : Akuntansi Kampus : Universitas Mercu Buana Dosen Pengampu : Prof. Apollo Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV pada Upaya Pencegahan Korupsi

11 November 2023   13:44 Diperbarui: 11 November 2023   13:44 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dibuat sendiri oleh penulis

Nama : Irma Nurmalasari 

NIM : 43222010039

Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

* Apa Itu Korupsi

Korupsi adalah suatu perilaku yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi secara ilegal atau tidak sah untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok, dengan merugikan kepentingan publik. Korupsi dapat berdampak negatif pada pembangunan, pengelolaan keuangan negara, pelayanan publik, dan masyarakat secara umum. Berikut penjelasan mengenai apa saja jenis -- jenis dari korupsi:

Jenis Korupsi:

  • Suap: Memberikan atau menerima uang, hadiah, atau imbalan lainnya untuk mempengaruhi seorang individu dalam posisi kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
  • Nepotisme: Memberikan keuntungan kepada keluarga atau kerabat dekat dalam menunjuk atau memberikan posisi atau kontrak tanpa memperhatikan kualifikasi atau kemampuan yang sepatutnya.
  • Penggelapan dana publik: Mencuri atau mengalihkan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum menjadi keuntungan pribadi.
  • Penyuapan: Memberikan atau menerima hadiah, uang, atau barang lainnya untuk mendapatkan pengaruh atau keuntungan dalam proses pengambilan keputusan.
  • Pemerasan: Memaksa atau mengancam seseorang dengan tujuan mendapatkan uang atau keuntungan pribadi.
  • Korupsi dalam lembaga keuangan: Meliputi tindakan manipulasi dan penyalahgunaan wewenang dalam sektor keuangan, seperti pencucian uang.

Berikut penjelasan mengenai apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya korupsi:

  • Kesempatan: Ketika terdapat celah dalam sistem atau lemahnya pengawasan, korupsi menjadi lebih memungkinkan.
  • Ketidakadilan: Ketika individu merasa bahwa sistem tidak adil, korupsi dapat dianggap sebagai jalan pintas untuk menerima keuntungan yang seharusnya mereka dapatkan.
  • Keinginan mendapatkan kekayaan: Dorongan untuk memperoleh kekayaan dengan cara yang cepat dan tidak sah bisa mendorong individu untuk terlibat dalam korupsi.
  • Budaya dan norma sosial yang toleran terhadap korupsi: Jika korupsi dianggap sebagai perilaku yang biasa atau diterima di suatu masyarakat, maka kemungkinan terjadinya korupsi akan semakin tinggi.

* Apa saja dampak jika terjadinya korupsi:

Merugikan ketahanan ekonomi suatu negara dengan menggerogoti keuangan publik, menghambat investasi, dan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Menghancurkan kepercayaan dan partisipasi publik dalam pemerintahan, mengurangi kualitas pelayanan publik, dan merusak moral serta etika dalam masyarakat. Meningkatkan kesenjangan sosial, ketidakadilan, dan kemiskinan dengan mengarahkan sumber daya publik pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Memburuknya sistem peradilan, memperlambat proses hukum, dan menghalangi penegakan hukum secara adil dan transparan. Memicu konflik sosial, ketidakstabilan politik, dan ketidakamanan karena masyarakat merasa tidak puas dengan ketidakadilan yang ditimbulkan oleh korupsi.

* Bagaimana Upaya Dalam Pencegahan dan Penanganan Korupsi:

  • Menguatkan integritas dan etika dalam semua sektor masyarakat, dengan mempromosikan nilai-nilai akuntabilitas, transparansi, dan keadilan.
  • Membangun dan memperkuat sistem hukum yang tegas untuk memberikan sanksi yang memadai terhadap tindakan korupsi.
  • Meningkatkan pengawasan dan kontrol lembaga pemerintah serta meningkatkan partisipasi publik dalam pemantauan penggunaan keuangan dan tata kelola negara.
  • Mendorong pendidikan, kesadaran, dan pendekatan sosial yang menekankan pentingnya integritas dan menolak perilaku korupsi.
  • Membentuk institusi independen yang bertugas mengumpulkan bukti, menyelidiki, dan mengawasi tindakan korupsi.
  • Meningkatkan kerja sama internasional dan pertukaran informasi untuk memerangi korupsi secara global.

Pencegahan dan penanganan korupsi membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, institusi, dan masyarakat secara keseluruhan. Tindakan pencegahan yang proaktif, penegakan hukum yang efektif, serta partisipasi dan kesadaran masyarakat yang tinggi menjadi kunci dalam memerangi korupsi untuk membangun masyarakat yang berintegritas dan berkeadilan.

Dari penjelasan mengenai korupsi tersebut ada Tokoh Jawa KGPAA Mangkunegara IV yang memiliki Gaya Kepemimpinan sebagai berikut.

KGPAA Mangkunegara IV, atau secara lengkap bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV, adalah salah satu tokoh sejarah penting di Indonesia pada abad ke-19.     

Mangkunegara IV lahir pada tanggal 12 April 1853 dan naik tahta sebagai Pangeran Mangkunegara IV pada tahun 1881. Selama masa pemerintahannya, Mangkunegara IV dikenal sebagai seorang penguasa yang bijaksana, yang berusaha menjaga kedaulatan dan otonomi wilayah Kesultanan Mangkunegaran.

Ia terkenal karena upayanya dalam memodernisasi pemerintahan, ekonomi, serta sistem pendidikan di wilayahnya. Mangkunegara IV membangun sekolah-sekolah modern, mengembangkan industri, dan memperkenalkan kebijakan pajak yang inovatif. Ia juga mengadopsi sistem administrasi modern yang efisien, sehingga memberikan manfaat bagi rakyat Mangkunegaran.

Selain itu, Mangkunegara IV juga giat berperan dalam pergerakan nasional di Indonesia pada masa itu. Ia mendukung perjuangan kemerdekaan dan menjadi salah satu tokoh yang berperan dalam membentuk organisasi-organisasi pergerakan, seperti Budi Utomo.

Mangkunegara IV wafat pada tanggal 18 September 1920 dan dianggap sebagai tokoh penting dalam sejarah Jawa dan Indonesia. Warisannya termasuk upaya modernisasi, pembangunan sosial ekonomi, dan pengabdian terhadap pergerakan nasional telah memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat Kesultanan Mangkunegaran dan Indonesia secara keseluruhan.

Pada masa kekuasaan KGPAA Mangkunegara IV terjadi krisis ekonomi, permasalahan yang muncul menyebabkan adanya reformasi untuk memperbaiki seluruh aspek kehidupan Mangkunegaran. Krisis ekonomi global pada pertengahan tahun 1800-an membuat Mangkunegara terlilit utang dan membawa perekonomiannya ke jurang kehancuran. Sebagai sosok yang bertanggung jawab, Mangkunegara VI meningkatkan perekonomian sehingga membuat seluruh aspek kehidupan Mangkunegaran menjadi lebih efisien.

Membuat keputusan penerapan efisiensi oleh Mangkunegara VI termotivasi akan keinginan mengembalikan kehormatan yang diraih Mangkunegaran pada masa pemerintahan ayahnya Mangkunegara IV. oleh karena itu Mangkunegara IV sangat memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki perekonomian dan Keinginan ini didorong oleh keberadaan Krisis ekonomi di Mangkunegaran. Pembaruan tersebut dilewati dengan adanya pembaruan pada bidang politik ekonomi yang pada akhirnya keluarnya Kebijakan Efisiensi Anggaran.

* Apa Saja Karakteristik Seorang Pemimpin Menurut KGPAA Mangkunegara IV

Berdasarkan hasil penelusuran, KGPAA Mangkunegara IV berpendapat bahwa seorang pemimpin harus memiliki kualitas tertentu agar bisa efektif, yang meliputi sebagai berikut:

  • Kepribadian yang Kuat: Seorang pemimpin harus memiliki kepribadian yang kuat dan mampu menginspirasi dan memotivasi orang-orang.
  • Kebijaksanaan: seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan yang tinggi, baik emosional maupun mental, untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan memimpin secara efektif.
  • Tanggung Jawab: seorang pemimpin harus mempertanggungjawabkan tindakannya dan bekerja demi kesejahteraan rakyatnya.
  • Terpercaya: Seorang pemimpin haruslah seseorang yang dapat dipercaya oleh bawahannya.
  • Pengabdian: seorang pemimpin tidak boleh termotivasi oleh keuntungan pribadi, tetapi harus memiliki rasa tanggung jawab yang kuat terhadap rakyatnya.
  • Kebaikan: seorang pemimpin harus mempunyai rasa kasih sayang terhadap bawahannya dan mampu memahami kebutuhan dan kekhawatiran mereka.

 Secara umum KGPAA Mangkunegara IV berpendapat bahwa seorang pemimpin harus memiliki perpaduan nilai moral dan etika serta kemampuan memimpin dengan penuh kebijaksanaan, tanggung jawab, dan kasih sayang

Dibuat sendiri oleh penulis
Dibuat sendiri oleh penulis

* Serat Wedhatama Karya KGPAA Mangkunegara IV

Serat Wedhatama adalah salah satu karya sastra Jawa yang dianggap sebagai ajaran penting dalam tradisi sastra Jawa Kuno. Karya ini ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV, yang merupakan penguasa Kesultanan Mangkunegaran dalam abad ke-19. Serat Wedhatama mengandung nasihat dan petunjuk etika, moralitas, serta panduan hidup untuk mencapai kedamaian dan keselarasan dalam kehidupan sehari-hari.

Serat Wedhatama ditulis dalam bentuk puisi menggunakan bahasa dan gaya sastra Jawa yang khas. Karya ini memberikan gambaran tentang bagaimana seseorang harus hidup dengan bijaksana dan berprinsip. Dengan pemahaman dan penerapan ajaran dalam Serat Wedhatama, diharapkan individu dapat hidup harmonis dengan sesama manusia, alam, dan Tuhan.

Seiring dengan itu, Serat Wedhatama juga memberikan petunjuk tentang hubungan sosial, moralitas, etika, kebijaksanaan, dan spiritualitas. Karya ini menjelaskan tentang pentingnya menjaga sikap rendah hati, toleransi, keadilan, serta menjauhi sifat egois dan serakah. Ajaran-ajaran ini membantu individu untuk hidup dalam harmoni dengan orang lain dan menciptakan masyarakat yang lebih baik.

Serat Wedhatama juga menyampaikan nilai-nilai mengenai pentingnya memelihara keberagaman dan menghormati nilai-nilai budaya. Karya ini menekankan pentingnya menjaga integritas dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip moral dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Selain itu, Serat Wedhatama juga memberikan panduan bagi individu dalam mencapai kehidupan spiritual yang bermakna. Karya ini mengajarkan pentingnya mencari pengertian tentang diri sendiri, menguasai emosi, dan mencapai kesadaran penuh. Serat Wedhatama juga menekankan pentingnya menjalani kehidupan dengan penuh rasa syukur dan meningkatkan spiritualitas untuk mencapai kedamaian dalam diri.

Serat Wedhatama juga merupakan ungkapan filosofi Jawa yang dikenal dengan istilah "Javanese Dharma". Konsep ini mengacu pada ajaran moral Jawa yang menganggap kehidupan ini sebagai panggung dari proses spiritual dan transendental dalam mencari kebenaran.

Dalam banyak hal, Serat Wedhatama adalah karya yang menjadi rujukan untuk menemukan kearifan lokal dan menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan yang berarti. Karya ini menekankan pentingnya etika, moralitas, dan nilai-nilai spiritual dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, Serat Wedhatama merupakan sebuah karya yang memiliki nilai sejarah, budaya, dan spiritual yang signifikan dalam tradisi sastra Jawa. Karya ini tidak hanya memberikan pedoman hidup bagi masyarakat pada masanya, tetapi juga menawarkan wawasan dan inspirasi yang relevan bagi pembaca modern. Keindahan sastra serta ajaran moral dan etisnya membuat Serat Wedhatama tetap relevan dan berharga hingga saat ini, menjadikannya sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan dan dipelajari.

*Tembang  Serat Wedhatama Diterapkan Pada Upaya Pencegahan Korupsi

Penjelasan terkait maksud dari tembang pangkur, sinom, pocung, gambuh, dan kinanthi dalam upaya pencegahan korupsi dalam konteks Serat Wedhatama adalah sebagai berikut:

1. Pangkur

Tembang pangkur dalam Serat Wedhatama dapat digunakan dalam upaya pencegahan korupsi dengan maksud untuk mengajak individu untuk mencari keselarasan dalam menjalani kehidupan yang bebas dari korupsi. Pangkur menekankan pentingnya integritas, kejujuran, dan transparansi sebagai landasan moral dalam berinteraksi dan membuat keputusan. Melalui pemahaman dan penerapan nilai-nilai pangkur, individu diarahkan untuk menjauhkan diri dari perilaku koruptif dan berkomitmen untuk menjalani kehidupan yang jujur dan bertanggung jawab.

Pada tembang Pangkur terdapat beberapa ajaran yang merupakan upaya menyucikan jiwa menjadi manusia yang mulia, antara lain:

  • Tidak Mabuk Duniawi (Zuhud)

Dalam kaitannya dengan Serat Wedhatama Mangkunegara IV Tembang Pangkur, Tidak Mabuk Duniawi (Zuhud) mengacu pada sikap yang bijaksana dan tidak terlalu terikat pada kesenangan materi atau duniawi. Berikut penjelasan lebih detail mengenai apa yang dimaksud dengan tidak mabuk duniawi:

  • Pemahaman yang seimbang tentang kesenangan duniawi:
  • Tidak Mabuk duniawi mengajarkan pentingnya pemahaman yang seimbang tentang kesenangan materi.
  • Artinya, dalam mengejar kenikmatan materi dan kenikmatan jasmani semata, tidak boleh terjebak dalam sikap dan perilaku yang berlebihan dalam mengejar materi dan kenikmatan fisik semata.
  • Sikap bijak adalah keseimbangan antara kesenangan duniawi dan spiritualitas serta menjaga kebijaksanaan dalam menghadapi godaan duniawi.
  • Kesadaran akan batas kenikmatan duniawi :
  • Tidak Mabuk duniawi juga mencerminkan kesadaran akan batas-batas kesenangan duniawi.
  • Pelajaran ini mengingatkan kita bahwa kesenangan materi hanya bersifat sementara dan tidak memberikan kebahagiaan yang abadi.
  • Oleh karena itu, hendaknya jangan terlalu bergantung pada kesenangan duniawi, karena dapat menghambat pertumbuhan rohani dan mengalihkan perhatian dari fokus pada tujuan hidup yang lebih penting.
  • Pengendalian diri dan disiplin:
  • Tidak Mabuk duniawi juga menekankan pentingnya pengendalian diri dan disiplin dalam menghadapi godaan materi.
  • Sikap ini mendorong seseorang untuk mengendalikan hawa nafsu dan menghindari perilaku yang berlebihan atau merugikan dirinya sendiri dan orang lain.
  • Ketenangan mendorong pertumbuhan pribadi yang seimbang di mana Anda tetap kaya secara materi, namun tidak jatuh ke dalam perangkapnya.

Karena seseorang tidak terlena dengan harta, maka ia mampu menjaga sikap bijak dan seimbang terhadap kesenangan materi dalam hidupnya. Ini membantu orang fokus pada pertumbuhan spiritual dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna dengan memprioritaskan nilai-nilai abadi dan kebahagiaan yang lebih dalam.

2. Sinom

Tembang sinom dalam Serat Wedhatama dapat digunakan dalam upaya pencegahan korupsi dengan maksud untuk menciptakan rasa kedamaian batin dalam diri individu. Sinom mengajak individu untuk mencapai ketenangan dalam menghadapi godaan korupsi yang mungkin muncul dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menghayati dan mempraktikkan nilai-nilai sinom, seperti cinta, keagungan alam, dan keindahan alam, individu akan lebih terhubung dengan nilai-nilai positif dan bukan berorientasi pada keserakahan atau tindakan korupsi.

Adapun beberapa ajaran dari tembang Sinom yaitu, sebagai berikut:

  • Merasa Cukup Dengan Nikmat (Qanaah)

Perasaan cukup dengan nikmat pada konteks tembang Sinom Karya Serat Wedhatama mengacu pada sikap bersyukur dan puas terhadap nikmat hidup. Berikut penjelasan lebih detail mengenai pengertian kepuasan kesenangan:

1. Syukur:

  • Puas dengan nikmat artinya sikap mensyukuri segala nikmat yang diberikan.
  • Menyadari bahwa nikmat tersebut adalah anugerah dari Tuhan, sehingga menimbulkan rasa syukur yang mendalam.
  • Rasa syukur ini memunculkan kesadaran akan keberkahan sehari-hari, termasuk hal-hal sederhana yang sering kali dianggap remeh.

2. Menghargai kesederhanaan:

  • Kepuasan terhadap kesenangan juga mencerminkan apresiasi terhadap kesederhanaan.
  • Tidak terlalu terikat pada materi atau berlebihan, namun lebih menghargai kesederhanaan dan kehormatan dalam hidup.
  • Dalam keadaan puas dengan kesenangan, seseorang tidak terus-menerus mencari kesenangan baru, tetapi memilih hidupnya dengan rasa syukur dan kesederhanaan.

3. Keseimbangan antara kebutuhan dan kepuasan:

  • Merasa cukup baik juga mencakup pemahaman diri, yang sebenarnya diperlukan untuk hidup berkecukupan.
  • Ini mencakup pengendalian diri dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan tanpa menyerah pada keserakahan dan keinginan yang tidak perlu.
  • Sikap ini memungkinkan rasa puas dan bahagia tetap ada tanpa harus terjebak dalam pengejaran kepuasan materi yang tiada henti.

Dengan merasa puas terhadap kesenangan, seseorang dapat mengembangkan keterbukaan, rasa syukur dan sikap menghargai terhadap hal-hal kecil yang sering terlupakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menerima rasa puas dan mensyukuri nikmat yang ada, maka manusia dapat mencapai kehidupan yang lebih tenteram, bahagia, dan bersyukur.

  • Pengendalian Diri (Mujahadah) dan Uzlah

Pengendalian diri (mujahadah) dan  uzlah merupakan konsep yang muncul dalam tembang sinom Serat Wedhatama Mangkunegara IV yang berkaitan dengan amalan spiritual Islam. Berikut penjelasan lebih detail mengenai pengertian kedua istilah tersebut:

1. Pengendalian diri (mujahadah):

  • Mujahadah Tembang dalam Sinomi mengacu pada pengendalian diri seseorang untuk melawan hawa nafsu dan kecenderungan negatif.
  • Amalan ini menyiratkan upaya aktif untuk mengatasi keinginan dan mengamalkan kebajikan bahkan dalam situasi sulit atau menggoda.
  • Mujahadah juga mencakup kesadaran akan kelemahan dan ketidaksempurnaan diri serta upaya mengembangkan diri secara spiritual dan akhlak.

2. Uzlah:

  • Uzlah mengacu pada praktik menjauhi dunia sekuler dan menolak hal-hal duniawi untuk memperdalam hubungan dengan Tuhan.
  • Uzlah melibatkan penciptaan ruang dan waktu yang sepenuhnya didedikasikan untuk ibadah, kontemplasi, dan kontemplasi spiritual.
  • Latihan yang biasa dilakukan dapat dilakukan secara fisik, menjauhi keramaian dan dunia luar, atau secara internal, meningkatkan keheningan dan introspeksi dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua konsep ini saling melengkapi dalam pencarian kedalaman spiritual dan penguasaan diri. Mujahada melibatkan upaya aktif untuk mengendalikan diri dan memperbaiki kecenderungan negatif, sedangkan uzlah melibatkan upaya meningkatkan hubungan seseorang dengan Tuhan melalui kesendirian dan konsentrasi pada ibadah. Dalam sinomi lagu Serat Wedhatama, pengendalian diri (mujahadah) dan uzlah merupakan prinsip latihan spiritual yang dapat membantu manusia mencapai kedamaian batin, pemenuhan spiritual, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

"Wirya, Arta dan Winasis" dapat kita baca pada Serat Wedhatama, Pupuh Sinom, bait ke 15. Berikut penjelasan pengertian dan tujuan ketiga istilah tersebut.

1.Wirya

  • Kata "wirya" artinya kndl (berani), kuwasa (berkuasa); mulya (mulia), dan luhur.
  • Wirya adalah istilah yang mengacu pada kekuatan atau keberanian untuk menghadapi tantangan dan mengatasi rintangan dalam hidup.
  • Wirya mencakup keberanian menghadapi perubahan, kesulitan atau kegagalan, serta kemampuan untuk tetap tegar dan terus berjuang secara positif.
  • Istilah ini mencakup semangat juang, ketekunan dan tekad dalam berbagai situasi kehidupan.

2. Arta(Uang, Harta, dan Kekeyaan)

  • Arta adalah istilah yang mengacu pada harta benda atau harta benda yang dimiliki seseorang.
  • Arta bukan hanya sekedar harta benda, tetapi juga dikaitkan dengan kecukupan finansial, kemakmuran dan keberlimpahan hidup.
  • Konsep ini menekankan pentingnya pengelolaan kekayaan dan adanya kebutuhan materi untuk kehidupan sejahtera.

3. Winasis (Pandai, Pintar, dan Cerdas)

  • Winasis mengacu pada kebijaksanaan atau kecerdasan dalam mengambil keputusan dan bertindak.
  • Winasis mencakup pemahaman yang mendalam, kecerdasan intuitif dan kemampuan membuat pilihan yang bijaksana dan tepat dalam hidup.
  • Konsep ini menekankan pentingnya pengetahuan, visi dan ketajaman berpikir dalam tindakan yang benar.

Ketiga konsep ini saling melengkapi dalam Serat Wedhatama untuk membimbing manusia menuju kehidupan yang seimbang dan harmonis. Wirya menunjukkan pentingnya keberanian dan semangat saat menghadapi tantangan. Arta mengajarkan pengelolaan keuangan dan ketersediaan kepuasan kebutuhan materi. Winasis menekankan pentingnya kebijaksanaan dan kecerdasan dalam pengambilan keputusan. Dengan memahami dan menerapkan konsep-konsep tersebut, manusia dapat mencapai keseimbangan dalam berbagai bidang kehidupannya, termasuk spiritualitas, materialitas, dan kecerdasan.

3. Pocung

Tembang pocung dalam Serat Wedhatama bisa digunakan dalam upaya pencegahan korupsi dengan maksud memberikan nasihat dan petunjuk mengenai etika dan moralitas. Pocung menekankan pentingnya kebijaksanaan, kesopanan, dan menjunjung tinggi moralitas dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam konteks pencegahan korupsi, tembang pocung memberikan arahan dan penekanan pada integritas, kejujuran, dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan menginternalisasi nilai-nilai pocung, individu diharapkan dapat menolak dan menghindari perilaku korupsi.

4. Gambuh

Tembang gambuh dalam Serat Wedhatama dapat digunakan dalam upaya pencegahan korupsi dengan maksud menggambarkan kisah-kisah dengan nilai-nilai moral yang dapat menyadarkan individu tentang bahaya korupsi. Melalui pertunjukan gambuh yang menggabungkan teater, tari, dan musik, pesan-pesan pencegahan korupsi dapat diungkapkan dengan cara yang menarik dan mempengaruhi. Gambuh juga memiliki potensi untuk menginspirasi individu dalam menjalani kehidupan yang berkarakter baik, jujur, dan berintegritas.

Gambuh terdiri atas 35 bait dimulai dari bait 48 sampai 82. Menjelaskan tentang catur sembah sebagai berikut:

a) Sembah Raga adalah sholat lima waktu. Mulai membersihkan dengan air Ibadah harus dilakukan dengan tekun karena dapat menyehatkan tubuh, menenangkan hati dan menenangkan pikiran yang kacau.

b) Sembah Cipta dilakukan dengan penebusan dosa yang pantas menyucikan hati dengan melawan segala hawa nafsu apa yang ada di hatimu. Sembah Cipta harus dilakukan dengan tekun, istiqomah, hati-hati dan sabar.

c) Sembah jiwa merujuk kepada jiwa/sukma. Sembah Jiwa bisa dilakukan setelah orang tersebut dibuat dan dipenuhi hanya dengan melakukan layanan kemurnian batin

d) Sembah Rasa berarti mengenal diri sendiri melalui pikiran yang sejati. Rakyat yang merasa perasaan sebenarnya telah mampu menyatu dengan egonya Tuhan (manunggaling Kawula gusti) dalam tasawuf Jawa yang sudah melewati bagian mahu, sakar dan suhu.

5. Kinanthi

Tembang kinanthi dalam Serat Wedhatama dapat digunakan dalam upaya pencegahan korupsi dengan maksud menyampaikan pesan-pesan moral dan moralitas dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Kinanthi dapat menggambarkan kisah-kisah yang mengangkat konflik, pilihan hidup, dan perjuangan moral. Melalui tembang kinanthi, individu dapat belajar dan menginternalisasi nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sebagai bagian dari upaya mencegah korupsi dan menjalani kehidupan yang bermoral.

Pada dasarnya, tembang dalam Serat Wedhatama dapat menjadi sumber inspirasi dan pemahaman dalam upaya pencegahan korupsi. Melalui pemahaman dan penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam pangkur, sinom, pocung, gambuh, dan kinanthi, individu akan lebih mampu menyadari bahaya dan dampak negatif korupsi serta berkomitmen untuk hidup dengan integritas dan menolak perilaku koruptif.

* Inti sari isi dari Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV

Serat Wedhatama merupakan karya sastra Jawa yang mengajarkan bagaimana menjalani kehidupan yang baik dan berbudi luhur. Serat ini memadukan nilai-nilai Jawa dan Islam dan ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV pada abad ke-19. nama "Wedhatama"; berasal dari bahasa Jawa "Wedha"; yang artinya pengetahuan dan "Tama"; artinya paling penting atau terbaik. Karya ini mengandung hikmah filosofis tentang kehidupan, antara lain pentingnya berperilaku baik, budi pekerti, dan spiritualitas. Ajaran Serat Wedhatama memuat nilai-nilai seperti kesabaran, cinta kasih dan ketaqwaan kepada Tuhan. Karya ini terbagi menjadi lima bagian atau "pupuh" yang masing-masing berisi tema atau pesan tersendiri. Pupuh pertama yang diberi judul "Pangkur" mengajarkan untuk menjauhi kejahatan dan pentingnya mendidik anak. Pupuh lain berjudul "Sinom" mengajarkan pentingnya kerendahan hati dan menuntut ilmu. Lagu ketiga berjudul "Pocung" mengajarkan tentang bahaya materialisme dan pentingnya pengendalian diri. Lagu keempat berjudul Gambuh mengajarkan pentingnya bersuci secara rohani dan mencari guru yang baik. Unggulan kelima disebut Pupuh "Kinanthi" mengajarkan pentingnya rasa puas dan bersyukur. Serat Wedhatama dianggap sebagai sumber pendidikan dan inspirasi yang berharga bagi masyarakat Jawa, dan nilai-nilai filosofis dan pendidikannya telah dipelajari dan dianalisis.

Konsep "Tri Ugering Ngaurip" yang terkandung dalam serat wedhatama Mangkunegara IV mengacu pada tiga aspek utama dalam menjalani kehidupan yang bermakna.

  • "Tri" melambangkan tiga aspek dalam kehidupan yaitu Atma (jiwa), Luhur (kebajikan), dan Diri (kehidupan). Ini menekankan pentingnya mengembangkan dan memelihara keseimbangan dalam ketiga aspek ini untuk mencapai kehidupan yang bermakna.
  • "Ugering" merujuk pada tindakan atau perilaku yang harus dilakukan secara berkesinambungan. Dalam hal ini, tri ugering ngaurip mengajarkan tentang pentingnya menjalani kehidupan dengan melakukan tindakan yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
  • "Ngaurip" mengacu pada sebuah kehidupan yang seharusnya dijalani dengan tujuan mencapai kebahagiaan dan kemakmuran yang seimbang. Ini menekankan pentingnya membangun kualitas hidup yang baik dan harmonis melalui pengembangan nilai-nilai moral, etika, dan spiritual dalam setiap aspek kehidupan.

Dengan demikian, konsep tri ugering ngaurip dalam serat wedhatama Mangkunegara IV mengajarkan tentang pentingnya menjalani kehidupan yang seimbang, penuh nilai moral, dan bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Konsep dari Tri Ugering Ngaurip sebenarnya membuka pemikiran filosofis ungkapan "golek pangupa jiwa" yang tadinya dibahas di atas. Di istilab terakhir ini mewakili kedalaman emosi yang dialami masyarakat sebagai bagian dari cita-cita spiritualitas yang berasal dari dimensi yang lebih rendah mengenal budaya Jawa. Di bagian lainnya Serat Wedhatama bahkan sembah rasa yang artinya menghayati sebagai penghargaan rasa tertinggi dianggap sebagai panggung puncak spiritualitas di atas ibadah ibadah tubuh, ibadah kreatif, dan ibadah jiwa.

Dalam Serat Wedhatama dikenal tiga golongan kepemimpinan yang disebut Nistha, Madya, dan Utama. Di bawah ini kami jelaskan pengertian ketiga jenis kepemimpinan tersebut:

1. Nistha

Nistha adalah kategori manajemen yang mengacu pada manajemen tingkat dasar atau awal. Nistha berarti orang yang mempunyai pengetahuan dasar dan pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab kepemimpinan. Pada tingkat Nistha, pemimpin berfokus pada pelaksanaan tugas dengan baik, belajar dari pengalaman dan mengembangkan keterampilan kepemimpinan yang lebih dalam.

2. Madya:

Madya adalah kategori kepemimpinan yang mengacu pada perjalanan kepemimpinan. - Madya mengacu pada seseorang yang memiliki pengetahuan kepemimpinan yang lebih luas dan dapat menangani tugas dan tanggung jawab dengan lebih efektif. Pada tingkat Madya, seorang pemimpin telah mengembangkan keterampilan untuk mengelola hubungan antarmanusia, memotivasi tim, dan mempengaruhi orang lain secara positif.

3. Utama:

Utama adalah jenis kepemimpinan yang mencapai tingkat keterampilan dan kompetensi kepemimpinan . Utama artinya orang yang mempunyai kebijaksanaan, kekuasaan, dan pengaruh yang besar dalam lingkungan pengelolaan. Seorang pemimpin tahu bagaimana mengarahkan dan menginspirasi orang lain, membangun strategi dan mencapai tujuan organisasi dalam skala yang lebih besar.

Ketiga jenis kepemimpinan ini mencerminkan tingkat perkembangan dan kepemimpinan yang dapat dicapai seseorang. Dengan meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan pengalaman kepemimpinan secara bertahap, seseorang dapat maju dari tingkat nistha ke tingkat menengah dan kemudian mencapai tingkat master dalam perannya sebagai seorang pemimpin.

Dibuat sendiri oleh penulis
Dibuat sendiri oleh penulis

* Kesimpulan

Berdasarkan dari penjelasan diatas dapat disimpukan bahwa korupsi bias terjadi Karen adanya kesempatan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok, dengan merugikan kepentingan publik. Korupsi juga berdampak negatif pada pembangunan dan pengelolaan keuangan Negara, pelayanan pubik, dan masyarakat umum. Dari bergabai macam jenis suap korupsi disebabkan karena adanya ketidakadilan yang merasa bahwa korupsi dianggap sebagai jalan pintas untuk menerima keuntungan yang seharusnya mereka dapatkan. Dorongan untuk memperoleh kekayaan dengan cara cepat dan tidak sah  bias menyebabkan seorang individu untuk terlibat dalam korupsi. Jika korupsi dianggap sebagai perilaku yang biasa atau diterima oleh masyarakat, maka kemungkinan terjadinya korupsi akan semakin tinggi dan mengakibatkan meningkatnya kesenjangan sosisal, ketidakadilan, dan kemiskinan dengan mengarahkan sumber daya publik pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Memicu konflik social, ketidakstabilan politik, dan ketidak nyamanan karena masyarakat merasa tidak puas dengan ketidakadilan yang ditimbulkan oleh korupsi. Maka dari itu pencegahan dan penanganan korupsi membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, instusi, dan masyarakat secara keseluruhan. Tindakan pencegahan yang proaktif, penegakan hukum yang efektif, serta partisipasi dan kesadaran masyarakat yang tinggi mejadi kunci mengurangi korupsi untuk membangun masyarakat yang berintegritas dan berkeadilan.

Dari gaya kepemimpinan KGPAA Mangkunegara IV selama masa pemerintahannya, dikenal sebagai penguasa yang bijaksana, yang berusaha menjaga kedaulatan dan otonimi wilayah kesultanan Mangkunegara. Saat terjadinya krisis ekonimi yang menyebakan munculnya permasalahan sehingga adanya reformasi untuk memperbaiki seluruh aspek kehudupan Mangkuneraga. Dari Gaya kepemimpinan KGPAA Mangkunegara IV yang berpendapat bawah seorang pemimpin harus memiliki kualitas tertentu agar bisa efektif. Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan yang tinggi, baik emosional maupun mental, untuk mengambik keputusan yang bijaksana dan memimpin secara efektif. Seorang pemimpin tidak boleh termotivasi oleh keuntungan pribadi, dan tetap harus memiliki tanggung jawab yang kuat terhadap rakyatnya. Seorang pemimpin harus memiliki rasa kasih sayang terhadap bawahannya dan mampu memahami kebutuhan dan kekhawatiran mereka.

Pada masa itu KGPAA Mangkunegara IV membuat salah satu karya sastra Jawa yaitu Serat Wedhatama yang dianggap sebagai ajaran penting dalam tradisi sastra Jawa Kuno. Didalam Serat Wedhatama mengandung nasihat dan petunjuk etika, moralitas, serta panduan hidup untuk mencapai kedamaian dan keselarasan dalam kehidupan sehari-hari. Karya ini juga memberikan gambaran tentang bagaimana seseorang harus hidup dengan bijaksana dan berprinsip. Ajaran-ajaran dari Serat Wedhatama membantu individu untuk hidup dengan harmoni dengan orang lain dan menciptakan masyarakat yang lebih baik. Dari lima tembang mengajarkan pentingnya pemahaman yang seimbang tentang kesenangan duniawi dengan spiritual serta menjaga kebijaksanaan dalam menghadapi godaan duniawi. Oleh karena itu jangan terlalu bergantung pada kesenangan duniawi, karena dapat menghambat pertumbuhan rohani dan mengalihkan perhatian dari focus pada tujuan hidup yang lebih penting.Tidak mabuk duniawi juga menekankan pentingnya pengendalian diri dan disiplin dalam godaan materi. Sikap ini mendorong seseorang untuk mengendalikan bawa nafsu dan menghindari perilaku yang berlebihan atau  merugikan diri sendiri dan orang lain. Jika seseorang tidak terlena dengan harta, maka ia mampu menjaga sikap bijak dan seimbang terhadap kesenangan materi dalam hidupnya.

Berdasarkan nilai nilai dari masa kepemimpinan KGPAA Mangkunegara dan juga isi yang terserat dari Serat Wedhatama dengan kaitannya dengan upaya pencegahan korupsi yaitu bahwa KGPAA Mangku Negara IV sangat menekankan prinsip bijaksana dan tekun fokus untuk mencapai kehidupan yang damai tanpa adanya konfllik korupsi yang bisa menyebabkan kerugian bagi dirinya dan orang lain yang mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat teradap pemimpinnya.

Daftar Pustaka

Renny Pujiartati, Hermanu Joebagio, Sariyatun (2019). Pembelajaran Sejarah Berbasis Nilai-        nilai Serat Wedhatama untuk Menumbuhkan Etika dan Moral Siswa. Surakarta: Yupa: Historucal Studies Journal

Susiyanto, (2020). Konsep Tri Ugering Ngaurip Mangkunegara IV Sebagai Motivasi Pengembangan Kewirausahaan: Perspektif Pendidikan Islam. Semarang: Jurnal Al-Fikri Volume 3 Nomor 1

Siswoyo Aris Munandar, Atika Afifah (2020). Ajaran Tasawuf Dalam Serat Wedhatama Karya K.G.P.A.A Mangkunegara IV. Yogyakarta: Jurnal Kaca Jurusan Ushuluddin STAI Al-Fithrah

Aprilia Alifatur Rosyida (2017). Politik Efisiensi Anggaran Mangkunegara VI Tahun 1911-1915. Surabaya: e-Journal Pendidikan Sejarah

Supanta. (2008). Serat Wedhatama Karya K.G.P.A.A Mangkunegara IV Serta Sumbangannya Terhadap Pendidikan: Kajian Struktur dan Nilai Edukatif. Disertasi. UNS.

Mayrudin1, A. S. (2010). Anti Korupsi dalam Tembang Jawa Kinanthi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun