Jam terus berputar menciptakan hari yang suram bagi Prapto, sudah dua hari ia terus mengunci diri dikamar dan tidak mau makan. Keheningan malam mulai menyentuh kegelapan dia tak menemukan penerang, seluruh jalan menjadi hilang tujuan, terdengar suara jeritan khas ditelinganya membuat ia membuka mata, terlihat sosok wanita pujaan hati yang selama ini ia tunggu berdiri sambil menangis didepan matanya.
"Ratih, Apakah itu benar kamu?"
"Prapto tolong aku!" ucap lemah gadis tersebut sambil perlahan menghilang pudar beserta bayangannya.
"Ratih!" Prapto terbangun dan langsung duduk, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.
Ia lalu berdiri membuka jendela, melepaskan pandangannya kepada hamparan bintang yang tidak menyakiti mata.
"Ratih, kamu dimana? Bagai mana kabarmu disana? Apakah kamu bahagia atau sengsara juga sepertiku?" Pertanyaan itu selalu terngiang di dalam pikirannya.
Disaat dia menatap bintang,ada satu hal yang membuatnya penasaran, sebuah cahaya begitu terang lewat tepat dihadapannya.
"Apa itu? Apakah ada bintang jatuh atau aku hanya berhalusinasi?"
Tapi prapto tidak ingin memikirkan hal selain Ratih, jadi ia menutup jendela dan kembali ke tempat tidurnya.
****
Hari demi hari kian berlalu, kini Prapto sudah bisa beraktifitas dirumah meski ia tetap tidak mau melihat keindahan dunia luar, tapi ini merupakan suatu kemajuan. Ibunya pergi berjualan dipasar, jadi ia dirumah sendirian.