Sifat yang ambivalen akan berimplikasi pada penyelasan di kemudian hari, sebab ia menjadikan kita untuk menjadi orang lain. Terbiasa untuk mengulas sebuah senyuman ketika hati menangis, terbiasa berkata “baik-baik saja” ketika hati mengatakan bahwa sebenarnya sedang mengalami kesulitan. Sikap sepeti inilah yang kemudian akan menjatuhkan kita di kemudian hari.
Akhir kata, perlu kiranya ditanamkan pemahaman tentang bagaimana hati kita dikuasai oleh perassan negatif sehingga menyebabkan kita seolah terpaksa dan terbiasa mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani, agama dan akal sehat. Menjadikan kita terbiasa hidup dalam kepura-puraan yang akhirnya merelakan integritas jati diri. Buku ini juga memaparkan manajemen psiokologi berbasis nalar islam, penyelesaian masalah berdasarkan nalar islam kontemporer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H