Dunia pendidikan saat ini menghadapi tantangan besar dalam memastikan seluruh peserta didik, dengan segala keberagamannya mampu mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan. Khususnya di Indonesia, dimana terdapat keragaman suku, agama, bahasa dan  sosial-ekonomi.Â
Pendekatan pendidikan yang inklusif dan responsif terhadap keberagaman di semua sekolah penting diterapkan di Indonesia. Kurikulum Merdeka yang diterapkan sejak tahun 2022 merupakan upaya untuk menjawab tantangan tersebut, namun penerapannya masih memerlukan strategi khusus agar benar-benar dapat memenuhi kebutuhan seluruh siswa tanpa terkecuali.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah menciptakan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan pendidikan yang setara kepada semua siswa, tanpa memandang perbedaan  fisik, mental, budaya, atau sosial ekonomi.Â
Menurut UNESCO, pendidikan inklusif adalah proses mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan partisipasi aktif anak  dalam proses pembelajaran (UNESCO, 2021). Prinsip ini sejalan dengan konsep No Child Left Behind, dimana semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai hasil belajar yang optimal.Â
Di Indonesia, pendidikan inklusif bukan lagi sekedar pilihan, namun sebuah kebutuhan. Keberagaman siswa merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari, khususnya di sekolah negeri. Oleh karena itu, pendidikan inklusif menjadi strategi penting dalam upaya pemerintah  mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu mendidik masyarakat Indonesia seutuhnya yang mampu bersaing di dunia.
Selain itu, kurikulum yang diterapkan di Indonesia mencakup tujuan pembelajaran yang sangat maju dan kompleks. Kurikulum  juga didasarkan pada prinsip bahwa proses pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan konteks lokal, sehingga memberikan keleluasaan bagi guru untuk menyesuaikan metode pengajarannya.
 Transformasi pendidikan melalui kebijakan merdeka belajar merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan SDM Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila (Zaini, 2023:73). Namun dalam praktiknya, tujuan kurikulum nasional seringkali tidak  dicapai secara merata oleh seluruh siswa. Misalnya, siswa berkebutuhan khusus yang menghadapi kendala dalam mencapai tujuan akademiknya.
Keberagaman budaya juga membawa tantangan tersendiri dalam dunia pendidikan. Beberapa siswa mungkin berasal dari lingkungan di mana bahasa Indonesia tidak digunakan di rumah, atau mungkin memiliki latar belakang budaya yang sangat berbeda.Â
Persyaratan ini menuntut guru untuk mampu menyesuaikan metode dan materi pengajarannya dengan pengalaman dan latar belakang siswanya. Dalam konteks ini, pembelajaran berbasis budaya atau pengajaran yang sesuai dengan budaya sangat penting untuk mendukung pencapaian tujuan kurikulum.
Pengajaran yang dibedakan adalah pendekatan yang efektif untuk mengatasi keberagaman siswa. Pakar pendidikan Carol Ann Tomlinson,  yang mengembangkan teori tersebut, menjelaskan bahwa diferensiasi melibatkan penyesuaian  konten, proses, produk, dan lingkungan belajar dengan kebutuhan, minat, dan tingkat kesiapan siswa.
 Dalam pendekatan ini, guru diharapkan  memberikan kesempatan belajar yang disesuaikan dengan kemampuan individu dan gaya belajar, daripada memaksakan materi dan tujuan yang sama kepada semua siswa. Di sekolah yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, guru mempunyai keleluasaan untuk menyediakan materi pembelajaran kepada seluruh siswa.Â
Misalnya, dalam  kelas yang beragam, siswa yang berprestasi mungkin diberikan tugas yang lebih sulit, sedangkan siswa yang masih membutuhkan bimbingan dapat diberikan tugas yang lebih sederhana dan berkaitan dengan mata pelajaran. Dengan cara ini, tujuan kurikulum dapat dicapai secara lebih adil tanpa mengorbankan kebutuhan individu siswa.
Kurikulum Merdeka memberikan kesempatan kepada sekolah dan guru untuk merancang bahan ajar dengan lebih fleksibel  dan menyesuaikannya dengan kebutuhan siswanya. Kurikulum Merdeka dikenal dengan konsep 'Profil Siswa Pancasila' yang menitikberatkan pada pengembangan peserta didik yang berakhlak mulia, keberagaman global, mandiri, berpikir kritis, kreatif dan mampu berkolaborasi.
 Kurikulum Merdeka mendorong guru untuk menggunakan berbagai metode, termasuk pembelajaran berbasis proyek. Hal ini memungkinkan siswa dari berbagai latar belakang untuk belajar secara kontekstual dan berorientasi pada aplikasi. Selain itu, kurikulum Merdeka  memungkinkan guru untuk lebih fokus pada aspek penilaian formatif, sehingga guru dapat melihat kemajuan setiap siswa tanpa bergantung pada kriteria penilaian yang terlalu ketat.
Kurikulum Merdeka dan pembelajaran berbasis diferensiasi adalah dua langkah penting menuju pendidikan inklusif di Indonesia. Pembelajaran berdiferensiasi melibatkan perhatian menyeluruh terhadap produk, proses, konten, dan lingkungan belajar (Nurfadilah, 2023:297). Pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelaharan yang diindividualkakn, namun memandang kemampuan siswa dari berbagai sudut pandang.Â
Dengan pendekatan ini, guru dapat lebih efektif dalam mengatasi tantangan keragaman di dalam kelas dan memastikan setiap siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna. Namun, penerapan kurikulum ini memerlukan dukungan yang memadai, baik dalam bentuk pelatihan guru maupun sumber daya pendukung lainnya.
Selain itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan inklusif harus terus ditingkatkan, tidak hanya di kalangan guru, tetapi juga di kalangan orang tua dan masyarakat. Hal ini bertujuan agar semua pihak memahami bahwa keberagaman siswa adalah kekayaan yang perlu diapresiasi, bukan sekadar hambatan dalam mencapai target pendidikan.
Dukungan pemerintah, terutama dalam penyediaan fasilitas dan kebijakan yang mendukung pendidikan inklusif, juga menjadi faktor penting. Sekolah perlu didukung untuk menyediakan berbagai sarana yang dapat membantu siswa belajar, seperti materi pembelajaran yang beragam, layanan konseling, serta program pendampingan khusus untuk siswa berkebutuhan khusus.
 Tanpa dukungan ini, penerapan pendidikan inklusif dan pencapaian target kurikulum nasional akan sulit diwujudkan.
Dari berbagai strategi di atas, menurut saya pendidikan inklusif menjadi kunci untuk mencapai tujuan pendidikan yang adil dan merata dalam menghadapi tantangan keragaman siswa di era Kurikulum Merdeka.Â
Dengan mengedepankan pendekatan diferensiasi dan pengajaran yang responsif terhadap keragaman, guru dapat membantu setiap siswa mencapai potensi mereka. Kurikulum Merdeka telah membuka jalan menuju pendidikan yang lebih fleksibel dan relevan dengan kebutuhan siswa, namun masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan, termasuk dalam penyediaan fasilitas dan pelatihan bagi guru.
 Pendidikan yang inklusif bukan hanya tentang menyesuaikan kurikulum agar dapat diikuti oleh semua siswa, melainkan juga tentang menghargai keberagaman dan menjadikannya sebagai landasan untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna. Dengan upaya bersama dari pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat, kita dapat mewujudkan pendidikan Indonesia yang benar-benar inklusif dan berkeadilan.
Daftar Rujukan
Nurfadilah, T. (2023). Keragaman Siswa dan Pemenuhan Target Kurikulum di SD Negeri 4 Arca Winangun, Purwokerto. Jurnal Primary, 2(5). Hal. 296-304
Zaini, Muhamad. (2023). Teori dan Praktik Model Pembelajaran Berdiferensiasi Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar. Yogyakarta: Penebar Media Pustaka
Biodata Singkat
Irma Apriliyani Rahayu. Lahir di Brebes, 27 April 1999. Saat ini sedang mengikuti Program PPG Calon Guru bidang studi Bahasa Indonesia. Memiliki minat yang cukup besar pada dunia pendidikan dan dunia penerbitan. Karya yang pernah dibuat adalah buku Kumpulan Motif Batik Indonesia dan buku Temu Pengantin Adat Jawa Gaya Surakarta. Instagram: Instagram.com/apriliyaniirma
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H