Misalnya, dalam  kelas yang beragam, siswa yang berprestasi mungkin diberikan tugas yang lebih sulit, sedangkan siswa yang masih membutuhkan bimbingan dapat diberikan tugas yang lebih sederhana dan berkaitan dengan mata pelajaran. Dengan cara ini, tujuan kurikulum dapat dicapai secara lebih adil tanpa mengorbankan kebutuhan individu siswa.
Kurikulum Merdeka memberikan kesempatan kepada sekolah dan guru untuk merancang bahan ajar dengan lebih fleksibel  dan menyesuaikannya dengan kebutuhan siswanya. Kurikulum Merdeka dikenal dengan konsep 'Profil Siswa Pancasila' yang menitikberatkan pada pengembangan peserta didik yang berakhlak mulia, keberagaman global, mandiri, berpikir kritis, kreatif dan mampu berkolaborasi.
 Kurikulum Merdeka mendorong guru untuk menggunakan berbagai metode, termasuk pembelajaran berbasis proyek. Hal ini memungkinkan siswa dari berbagai latar belakang untuk belajar secara kontekstual dan berorientasi pada aplikasi. Selain itu, kurikulum Merdeka  memungkinkan guru untuk lebih fokus pada aspek penilaian formatif, sehingga guru dapat melihat kemajuan setiap siswa tanpa bergantung pada kriteria penilaian yang terlalu ketat.
Kurikulum Merdeka dan pembelajaran berbasis diferensiasi adalah dua langkah penting menuju pendidikan inklusif di Indonesia. Pembelajaran berdiferensiasi melibatkan perhatian menyeluruh terhadap produk, proses, konten, dan lingkungan belajar (Nurfadilah, 2023:297). Pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelaharan yang diindividualkakn, namun memandang kemampuan siswa dari berbagai sudut pandang.Â
Dengan pendekatan ini, guru dapat lebih efektif dalam mengatasi tantangan keragaman di dalam kelas dan memastikan setiap siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna. Namun, penerapan kurikulum ini memerlukan dukungan yang memadai, baik dalam bentuk pelatihan guru maupun sumber daya pendukung lainnya.
Selain itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan inklusif harus terus ditingkatkan, tidak hanya di kalangan guru, tetapi juga di kalangan orang tua dan masyarakat. Hal ini bertujuan agar semua pihak memahami bahwa keberagaman siswa adalah kekayaan yang perlu diapresiasi, bukan sekadar hambatan dalam mencapai target pendidikan.
Dukungan pemerintah, terutama dalam penyediaan fasilitas dan kebijakan yang mendukung pendidikan inklusif, juga menjadi faktor penting. Sekolah perlu didukung untuk menyediakan berbagai sarana yang dapat membantu siswa belajar, seperti materi pembelajaran yang beragam, layanan konseling, serta program pendampingan khusus untuk siswa berkebutuhan khusus.
 Tanpa dukungan ini, penerapan pendidikan inklusif dan pencapaian target kurikulum nasional akan sulit diwujudkan.
Dari berbagai strategi di atas, menurut saya pendidikan inklusif menjadi kunci untuk mencapai tujuan pendidikan yang adil dan merata dalam menghadapi tantangan keragaman siswa di era Kurikulum Merdeka.Â
Dengan mengedepankan pendekatan diferensiasi dan pengajaran yang responsif terhadap keragaman, guru dapat membantu setiap siswa mencapai potensi mereka. Kurikulum Merdeka telah membuka jalan menuju pendidikan yang lebih fleksibel dan relevan dengan kebutuhan siswa, namun masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan, termasuk dalam penyediaan fasilitas dan pelatihan bagi guru.
 Pendidikan yang inklusif bukan hanya tentang menyesuaikan kurikulum agar dapat diikuti oleh semua siswa, melainkan juga tentang menghargai keberagaman dan menjadikannya sebagai landasan untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna. Dengan upaya bersama dari pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat, kita dapat mewujudkan pendidikan Indonesia yang benar-benar inklusif dan berkeadilan.