"Ini untuk menyiramnya ambil air dari mana kak?" Tanyanya sekaligus untuk mengkonfirmasi terkait ketersediaan  air di asrama.Â
   "Kalau untuk nyiram kami pakai air dari sumur bor ustadzah. Tapi kalau untuk MCK kami menggunakan air dari WTP," jawab salah seorang pengasuh, yang ternyata adalah ketua asrama.Â
   "Lancar airnya?" Tanyanya lagi.Â
   "Alhamdulillah lancar aja ustadzah, kecuali kemarin dulu sempat mati satu hari. Kata ustadz Adit yang PJ Air, lagi ada maintenance mesin. Tapi sekarang sudah ngalir ustadzah," jawabnya mencoba mengkonfirmasi jika sebenarnya urusan air lancar-lancar saja.Â
Setelah merasa cukup dengan klarifikasi dari asrama yang diperolehnya tidak dengan menjudge para pengasuh dan pembimbing, yang telah mewakafkan waktunya untuk mengurus dan mendampingi ratusan santri tersebut, ia pun pamit dan bermaksud mencari info terkait kasus nasi basi.Â
   "Ini lagi persiapan masak untuk makan siang yah nak?" Tanyanya kepada tiga orang santri yang dapat giliran tugas masak hari itu. Memang pondok tersebut menerapkan sistem pendidikan yang tidak hanya menjejali santri dengan berbagai teori dan pengetahuan yang diajarkan di kelas. Tapi satu yang tak kalah pentingnya adalah membekali mereka dengan life skill, yang  salah satunya adalah belajar memasak.Â
Memasak adakah suatu keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang anak perempuan. Terlepas dari kemudahan-kemudahan yang ditawarkan dewasa ini. Berbagai makanan siap saji dengan mudahnya didapat. Cukup dengan membeli langsung ke penjualnya ataukah lewat layanan delivery seseorang sudah bisa menikmati makanan yang diinginkannya.Â
    "Ini untuk persiapan makan malam ustadzah, kalau yang siang sudah sementara di masak," jawab salah seorang dari santri tersebut. Bu Dina berfikir jika ia telah melemparkan pertanyaan yang salah. Benar juga kalau untuk siang baru mau disiapkan anak-anak akan terlambat makannya karena jam sudah menunjukkan pukul 10.15. Kalau masak untuk satu dua orang, waktunya sangat lapang, tapi ini untuk ratusan orang.Â
    "Kira-kira di setiap waktu makan berapa persen kehadiran santri untuk makan di dapur Bu?" Tanya Bu Dina kepada ibu dapur ketika dia sudah berada di dalam ruang masak. Ruang yang di dalamnya berderet panci dan wajan besar di atas kompor yang menyala maksimal.Â
    "Kalau melihat makanan yang terisa yah mungkin antara 97 hingga 98 persen. Tapi kadang juga di bawahnya. Misalnya ketika ada acara di madrasah dan anak-anak yang bertugas dapat jatah makan karena terlibat dalam kepanitiaan. Kalau untuk yang sakit tetap di ambilkan oleh petugas kesehatannya.Â
Setelah merasa cukup dengan informasi yang diperolehnya Bu Dina kembali ke kantor dan mulai melengkapi laporan yang akan di sampaikan kepada wali santri yang komplain tersebut. Ia kembali menelepon pembimbing untuk menanyakan perihal santri yang bernama Aina. Tidak ingin mendapatkan informasi sepihak ia pun bertanya pada beberapa orang santri termasuk pada teman sekelas Aina.Â