Mohon tunggu...
Irhamna Fauzulazhim R
Irhamna Fauzulazhim R Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Universitas Siliwangi

Pemburu Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbandingan Ideologi Fasisme dan Pancasila

7 April 2022   15:00 Diperbarui: 7 April 2022   15:03 12250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

c. Persatuan

Di dalam Fasisme, hanya ada 1 ras atau etnis yang berkuasa dan superior diantara ras-ras lainnya di dunia. Seperti gagasan rasisme yang dikeluarkan oleh Nazi, dimana Ras Arya merupakan ras yang paling superior. Atau rasisme yang dicetuskan oleh Jepang, dengan gagasan penyatuan seluruh negara dari bangsa Asia. Fasisme mengenal adanya semangat Ultra-Nasionalisme, dimana memandang bangsa sendiri sebagai bangsa yang unggul, dan memandang rendah bangsa diluarnya.

Berbeda dengan Pancasila, yang menganggap bahwa semua ras dan suku bangsa adalah sama. Tidak ada yang dianggap superior atau lemah. Semuanya sama dihadapan negara dan sama-sama berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri. Hal ini terbukti dengan adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-Beda Tetapi Tetap Satu Jua).

d. Kerakyatan

Pemerintahan yang berlandaskan pada Ideologi Fasisme, menerapkan pola pemerintahan yang otoriter dan diktator. Didalam pemerintahan yang diktator, posisi pemimpin merupakan suatu hal yang absolut dan sakral, dimana setiap keputusan nya harus dipatuhi oleh segenap rakyat. Didalam Fasisme tidak mengenal adanya mufakat, musyawarat, dan juga perundingan dengan utusan rakyat; semuanya terpaku pada satu orang saja. Jika melawan, maka akan segera dibersihkan dan dipersekusi oleh pemerintah.

Kebalikan dari Fasisme. Pancasila sangat mengedepankan adanya mufakat, musyawarat, dan juga perundingan dengan utusan rakyat. Pemerintahan dijalankan sepenuhnya oleh rakyat itu sendiri, mulai dari memilih pemimpin hingga menentukan Undang-Undang.

e. Keadilan Sosial

Di dalam Fasisme, keadilan sosial tidak diminati oleh seluruh rakyatnya. Keadilan sosial hanya diminati oleh segelintir orang, ras, dan suku bangsa. Seperti Bangsa Arya yang dengan mudah mendapat pendidikan, perlindungan keamanan, kelancaran berbisnis dan lainnya. Beda halnya dengan orang-orang Gypsi dan Yahudi, yang harus menghadapi pencekalan dari pemerintah Fasis yang Ultra-Nasionalis. Beda halnya dengan Pancasila. Seluruh rakyat, mendapat keadilan yang sama tanpa memandang SARA mereka. Semuanya mendapat jaminan keamanan, pendidikan, sosial dan ekonomi, dan lainnya; dari negara.

DAFTAR PUSTAKA

  • Abrahamsson, C. (2013). On the genealogy of lebensraum. Geographica Helvetica, 68(1), 37–44. https://doi.org/10.5194/gh-68-37-2013
  • Armstrong, K., Esposito, J. L., Mujahid, I. A. M., & dkk. (2018). Islamofobia (Melacak Akar Ketakutan terhadap Islam di Dunia Barat) (I. DS, Ed.; I). PT. Mizan Pustaka.
  • Bremberg, N. (2010). Wither Europa Irredenta? Norms in International Politics. International Studies Review, 12, 476–478. http://about.jstor.org/terms
  • Budiyono. (2014). Hubungan Negara dan Agama dalam Negara Pancasila. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, 8(3).
  • Gentila, E. (1990). Fascism and Political Religion. Jurnal of Cotemporary History, 25(2).
  • Gentile, G., & Mussolini, B. (1933). The Doctrine of Fasicm. Vallechi.
  • Harrari, Y. N. (2019). Sapiens (A. Primanda, Ed.). KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
  • Hitler, A. (2008a). Mein Kampf (F. Aning & A. Yogaswara, Eds.; Vol. 2). Penerbit Narasi.
  • Hitler, A. (2008b). Mein Kampf. PT. Buku Kita.
  • Huwaydi, F. (1996). Demokrasi, Oposisi, dan Masyarakat Madani (T. Anis & M. A. Ghoffar, Eds.). Penerbit Mizan.
  • Inter Parliamentery Union. (2016). Human rights.
  • Kaderi, A. (2015). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi (Novian Iqbal & A. Istiadi, Eds.). Antasari Press.
  • Maimun. (n.d.). MEREDAM IDEOLOGI RADIKAL DI INDONESIA MELALUI PRAKTIK KETELADANAN NILAI PANCASILA. Jurnal Administrasi Negara, 3(2), 26–33.
  • Malaka, T. (2019). Aksi Masa. PT. Buku Seru.
  • Montreal Holocaus Museum. (2018). HOLOCAUST (A Reference Tool) (Will Fabian & Kina, Eds.). Montreal Holocaus Museum.
  • Setialaksana, N., Saputra, K. A., & Gustaman, R. F. (2019). Pendidikan Pancasila. Media Priangan Abadi Publishing House.
  • Soekarno. (2019). Dibawah Bendera Revolusi. Yayasan Bung Karno dan PT. Media Pressindo.
  • Stewart, H. L. (1937). THE AUTOBIOGRAPHY OF MUSSOLINI. Dalhouse Journal, 17(3).
  • Stout, M. J. (2011). The effectiveness of Nazi propaganda during World War II. http://commons.emich.edu/theses/314
  • Surbakti, R. (1992). Memahami Ilmu Politik. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
  • Suryanegara, A. M. (2018). Api Sejarah : Vol. II (N. Kurniawati, Ed.). CV. Tria Pratama.
  • Teshima, T. (2006). MYTHS OF HAKKÅŒ ICHIU: NATIONALISM, LIMINALITY, AND GENDER.
  • Tim Pusdiklat Pengembangan Sumberdaya Manusia. (2018). Pancasila.
  • Veal, R. J. (2017). Environment to Economy of Ancient Campania 500 BC to AD 500 View project Reflectance testing of archaeological charcoals View project. Entretiens, 63(8). https://doi.org/10.17863/CAM.13218

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun