Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Stereotip (Masih) Menjadi Penghalang bagi Pendidikan Perempuan

3 April 2021   22:04 Diperbarui: 3 April 2021   22:11 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Trinity Kubassek dari Pexels

Percaya atau tidak stereotip itu masih melekat di pedesaan. Selain itu, ada mitos jika perempuan menolak lelaki yang datang untuk melamar maka ia akan kesulitan menemukan jodoh ke depannya. Padahal jodoh adalah urusan Tuhan bukan urusan manusia. 

Stereotip yang melekat ini faktanya menghambat banyak anak perempuan untuk bersekolah hingga ke jenjang sarjana. Data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama mencatat 34 ribu permohonan dispensasi kawin (menikah di bawah umur 19 tahun) dari bulan Januari-Juni 2020. Dari jumlah tersebut, 97% dikabulkan dan 60% yang mengajukan adalah anak di bawah 18 tahun.

Jumlah permohonan dispensasi kawin tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan sepanjang tahun lalu yang berjumlah 23.700 permohonan. Tentu ekonomi menentukan naiknya angka pernikahan anak di tengah pandemi. Menyekolahkan anak perempuan dianggap buang-buang uang padahal bangsa yang hebat ditentukan oleh perempuan yang hebat. 

Selain itu stereotip tersebut dikaitkan dengan agama yang "katanya" tugas seorang perempuan adalah melayani suami. Pemahaman tersebut dimanfaatkan oleh suatu wedding organizer yang sempat viral karena mendukung pernikahan dini. Jika agama melarang perempuan untuk belajar tak akan ada Siti Khadijah yang berperan besar dalam agama Islam. 

Tentu tak akan ada pelatihan sehebat apapun yang dapat mengubah pola pikir dan stereotip ini, kecuali anak-anak perempuan diizinkan untuk sekolah. Sehingga mereka nantinya yang dapat mengubah pola pikir terkait perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun