Mohon tunggu...
Muhammad Irham Maulana
Muhammad Irham Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hidup Untuk Menulis dan Menulis untuk Menghidupkan. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Jangan biarkan kata-kata bersarang di kepala. Biarkan ia menyelinap ke dalam kertas dan berkelana di halamannya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pandemi Belum Berakhir, Inilah Tantangan Pasca Covid-19

22 Agustus 2022   07:47 Diperbarui: 22 Agustus 2022   09:27 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini jelas melahirkan kesenjangan sosial di antara orang sehat dan pengidap COVID 19. Akhirnya, Orang kemudian mengambil jarak, seperti ada stratifikasi manusia antara "aku yang sehat bugar" dan "kamu yang kurus berpenyakitan".

Kesenjangan itu kemudian menghasilkan gaya hidup yang berbalik 180 derajat dengan sebelum COVID 19 menyapu Indonesia. Pemandangan yang sebelumnya terlihat harmonis dan rukun, saat pandemi atau setelahnya, nampak ada perubahan karakter dan pola kehidupan yang cenderung apatis dan individualis. 

Gaya hidup apatis menggambarkan secara jelas bahwa orang-orang kemudian acap kali peduli atau belas kasih satu sama lain karena berbagai aturan pandemi COVID 19 yang mendesak untuk bekerja dari rumah, phk besar-besaran, dan kebijakan blur yang mengakibatkan kemerosotan ekonomi besar, perpeloncoan subur, dan kriminalisasi merajalela. Akibatnya, sebagian besar orang enggan melakukan tindakan belas kasih sebab ada beberapa tanggungan yang harus diselesaikan.

Dalam hal individualis, dengan aturan yang ketat terkait ketidakbolehan berkerumunan dan kontak fisik selama pandemi, orang tidak lagi terbiasa bercengkrama, bercanda, dan bersenda gurau saat sebelum COVID 19 menyapu Indonesia. 

Dipastikan orang-orang memilih ambil jarak dan kemudian mengurung diri di rumah bersama keluarga dan sanak saudara. Artinya hubungan sosialis humanis ini berpotensi runtuh. 

Harus diakui bahwa sebaik dan sebijak regulasi yang diterapkan oleh pemerintah dalam menghadapi COVID 19 masih terkalahkan dan ini kemudian menjadi pekerjaan besar bagi pemerintah untuk menyehatkan kondisi dan situasi yang berkelainan ini.

Sementara dalam kecakapan literasi digital, beberapa media seperti The Guardian menyebutkan bahwa digitalisasi adalah tawaran terbaru untuk mengakomodir pola kehidupan setelah pandemi. 

Kecakapan digitalisasi bakal menjadi pengendali utama dan konsumtif untuk meringankan pekerjaan-pekerjaan di masa serba jarak jauh. Penggabungan alat-alat tradisional dan canggih bakal menjadi titik refleksi bagi pemerintah terkait design terbaru dalam membangun kemajuan bangsa. 

Sejauh ini, fakta pengembangan digitalisasi telah terbukti pada penggunaan BBM elektronik. Sedangkan di lini lain, pemerintah juga perlu membina dan mengadakan pemberdayaan digitalisasi dalam ruang pendidikan.

Harus ditangani serius

Tantangan pasca pandemi COVID 19 bukan menjadi hal yang menakutkan, justru di situ ada sebuah peluang dan kesempatan untuk membangun kemajuan bangsa secara kolektif. Meski COVID 19 setelahnya membawa dampak masif dalam segi psikologis, pola hidup, gaya hidup, dan kecakapan literasi digital, tetapi sekali lagi itu bukan sesuatu yang sulit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun