"Ganja ?" Tanyaku dengan bingung.
"Ia, ini." Kembali menyodorkan.
Aku menolaknya dan langsung berpamitan kepada mereka. Bukan aku tidak suka ganja, tapi dikonsumsi tanpa anjuran dari medis aku tidak mau. Walaupun banyak fakta yang menunjukkan bahwa ganja dapat bermanfaat untuk medis, tapi Jalal bukanlah ahli medis. Ia hanya menggunakan ganja, hanya untuk rekreasi.
Tidak habis pikir, kenapa mereka menghisap ganja di balik pohon itu. Mereka pasti tau betapa angker dan tragisnya peristiwa di bawah pohon itu. Mereka malah tertawa, seakan-akan tempat itu adalah wahana.
Sampai aku di rumah, dengan segera aku mengecek kompor kemudian melanjutkan pekerjaan ku. Sial, kerjaanku belum aku kirimkan. Untung saja waktu masih tersisa satu jam. Masih bisa aku kirim sekarang juga.
Mengingat kembali ceramah tadi, membuat aku terbayang. Betapa tragisnya masa itu, masa pembantaian orang-orang PKI. Mungkin orang yang membunuh dan dibunuh sudah bertemu di alam sana, mereka. Entah siapa yang dihakimi atau malah mereka saling mengasihi karena mereka tau kehidupan disana akan kekal selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H