Sampai pula pada rakaat terakhir. Aku mencoba untuk tetap fokus. Tapi tetap saja pikiran ini tidak dapat dihentikan. Aku hanya ingin fokus dalam hati ku berkata.
Salat tarawih selesai, saatnya pulang ke rumah. Aku bergegas pulang supaya mengecek kompor dan pekerjaan ku yang sedari tadi terlintas di pikiran. Aku mencari sendalku dan kemudian pulang.
Sebelum melewati pohon besar itu, pikiranku berkecamuk. Aku memikirkan roh-roh gentayangan di desa ini. Sekali lagi aku meyakinkan diriki, bahwa ini adalah bulan Ramadhan bulan yang tidak ada hantu-hantu seperti hantu komunis.
Ketika aku melangkah perlahan melewati pohon itu. Semakin dekat dengan pohon itu terdengar suara tertawa laki-laki. Langsung seluruh tubuhku merinding. Pas di pohon itu suaranya semakin terdengar jelas.
"Hahahaha" suara ketawa di balik pohon itu.
Aku semakin takut, aku mencoba untuk lari saja. Tapi gagal, karena ada yang memanggilku. Dia adalah Jalal, temanku.
"Astagfirullah, Jalal. Ngapain kamu disitu?" Dengan nafas terangas-ngos aku bertanya kepada Jalal.
"Ini, Mil. Biasalah. Sini, kamu mau gak?" Jawab Jalal cengengesan.
"Apa itu ?" Tanyaku.
Jalal datang menghampiriku dan membawaku ke balik pohon itu. Ternyata di balik pohon itu ada beberapa kawan Jalal juga. Mereka adalah para pemuda desa pengangkut beras di pasar. Marwan dan Agus.
"Ini." Jalal menyodorkan sesuatu.