Mohon tunggu...
Irfan Fadil Siregar
Irfan Fadil Siregar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Sumatera Utara

Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SUMATERA UTARA

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menumbuhkan Empati Panic Buying di Era Pandemi

13 Agustus 2020   17:20 Diperbarui: 13 Agustus 2020   17:23 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Irfan Fadil Siregar

Nim : 0102171025

Kelompok KKN 30

Bimbingan Penyuluhan islam

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

 

 Gejala virus yang melanda ke dunia terlebih ke pelosok negeri sudah menyebar luas. Penyebaran virus corona yang begitu cepat. Fakta ini menggambarkan begitu cepatnya virus corona mewabah, akibatnya berdampak ke seluruh aktivitas kehidupan. Dari sisi bisnis jelas sangat mengkhawatirkan ditambah dengan pemberitahuan PSBB pemerintah melalui pengumuman agar seluruh masyarakat di Indonesia melakukan aktivitas dirumah dan membatasi kontak dengan lingkungan luar atau disebut social  distancing.  Masyarakat  menjadi  panic dalam menjalankan aktifitasnya apalagi dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya sehari- hari.

Panic Buying merupakan sebuah situasi dimana sebagian orang membeli makanan dan bahan pokok lainnya sebanyak mungkin karena  mereka khawatir akan  sesuatu yang  buruk  yang mungkin akan terjadi. Dan tindak perilaku yang ditandai dengan peningkatan cepat dalam volume pembelian, biasanya menyebabkan harga suatu barang atau keamanan meningkat.

Panic Buying bisa terjadi ketika konsumen membeli sejumlah produk besar untuk mengantisipasi, atau waspada setelah bencana untuk kenaikan dan kekurangan harga yang besar. Panic Buying sering disangkut pautkan dengan keserakahan dapat dikontraskan dengan panic selling yang dikaitkan dengan ketakutan. Umunya panic buying terjadi karena peningkatan permintaan yang menimbulkan kenaikan harga.

Sebaliknya panic selling memiliki dampak sebaliknya yang mengakibatkan peningkatan pasokan dan harga yang lebih rendah. Sebagaimana kita ketahui, tidak sedikit masyarakat yang melakukan panic buying terkait menyebarnya virus corona yang menyebabkan penyakit Covid19.

Pendapat Johns Hopkins, total orang yang terkena virus diseluruh penjuru dunia mencapai 118.745 jiwa, pengidap penyakit terbesar berada di China, pusat penyebaran Virus, dengan 80.945 jiwa.

Di era keterbukaan informasi saat ini, membuat sejumlah  masyarakat  panik, karena belum ada obat penyembuhan dari virus ini. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menangkal virus ini yaitu dengan mematuhi arahan pemerintah atau PSBB , selain itu juga harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta menghindari kontak langsung dengan orang yang terkena Covid 19. Beberapa masyarakat merespon pemberitahuan dengan melakukan panic buying di sejumlah pusat perbelanjaan.

Panic Buying dan Upaya Pencegahannya 

Saat penularan pertama virus Covid19 ini yang terjadi di Wuhan pada akhir Desember 2019, virus Covid19 hingga saat ini telah merenggut nyawa lebih dari 92ribu jiwa diseluruh dunia dengan total Negara yang telah terpapar sebanyak 73 negara. Situasi ini menjadi penyebab timbulnya panic buying, yang dimana masyarakat saat ini berburu kebutuhan bahan pokok untuk disimpan dirumah supaya untuk menjaga kesediaan bahan pokok kalau kehabisan.

Indonesia pun menghadapi hal yang sama. Nilai harga masker dan hand sanitizer memuncak tinggi dipasaran. Sejumlah minimarket, dan apotek telah kehabisan stok masker. Pemerintah telah memberikan informasi untuk menghentikan ekspor maskernya. Sedangkan untuk mewaspadai penjualan masker domestic, kimia farma telah menjalankan pembatasan pembelian sebanyak dua masker per transaksi.

Kesulitan yang dialami dalam produksi masker adalah stok bahan baku masker dari jerman untuk menjaga ketersediaan bahan baku walaupun harganya mahal. Untuk menjaga ketersediaan stok obat-obatan dan dan bahan pokok,  pemerintah membentuk Satgas Nasional Penanganan Covid19 untuk mengawasi para pedagang atau distributor untuk tidak memanfaatkan situasi ssat ini dengan menimbun barang atau menaikkanharga.

Pemerintahan meminta masyarakat agar tidak panic dalam menyikapi dan merespons virus Covid19. Jika kondisi panic buying ini berlanjut, maka berpotensi dimanfaatkan oleh oknum pedagang untuk menaikkan harga bahan kebutuhan pokok  karena  permintaan masyarakat yang tinggi. Panic Buying bisa membuat stok di supplier menipis dan menimbulkan tekanan pada rantai ketersediaan barang. Artinya, barang-barang yang paling diperlukanuntuk mencegah penyebaran Covid19 justru habis saat orang-orang memerlukannya. Kondisi panic buying yang berkepanjangan juga diwaspadai sebagai penyebab inflasi karena dukungan biaya.

Media social dan televisi pun juga berperan penting dalam panic buying artinya, sikap untuk tetap tidak panic harus diterapkan kepada semua rakyat , tidak hanya masyarakat tetapi juga pemangku kepentingan. Pemerinrah perlu memberikan informasi sejelas-jelasnya tentang perkembangan virus di Indonesia saat ini. Pemerintah harus memberikan edukasi kepada masyarakat agar dapat membangun kesadaran bersama untuk melakukan upaya pencegahan. Sosialisasi pemberitahuan prosedur standar operasional penanganan Covid19 tidak hanya diperkotaan tetapi juga dilakukan di daerah. Komunikasi pemerintah yang transparan akan memberikan ketenangan dan kepercayaan public pada kinerja pemerintah dalam upaya pencegahan Covid19 akan meningkat.

Tidak hanya di Indonesia, warga luar negeri pun melakukan panic buying salah satunya dengan membeli tisu toilet sebanyak mungkin. Akibat dari ketakutan akan virus corona, masyarakat jadi ramai-ramai memborong sembako, masker, cairan pembersih tangan atau hand sanitizer, sabun, bahkan sampai alat pengukur suhu tubuh.

Di sejumlah minimarket dan supermarket besar di ibu kota salah satunya, barang-barang kebutuhan pokok kosong melompong. Ludes diborong seperti beras, telur, minyak goring, gula pasir, mie instan, dan makanan lainnya. Begitu pun dengan alat-alat kesehatan. Hal ini diakrenakan masyarakat takut tidak kebagian stok bahan makanan bila pemerintah sampai menerapkan lockdown (karantina aktivitas public), meski pada akhirnya yang dipilih adalah kebijakan dirumah aja, seperti belajar, beribadah, dan bekerja dari rumah (work from home/ WFH ).

Tindakan alternative terhadap panic buying 

Suatu perencanaan yang baik ketimbang panic buying harus dipersiapkan sepanjang tahun kemungkinan keadaan darurat atau krisis. Yang juga penting diingat adalah bahwa semua orang juga membutuhkan barang-barang tersebut, karena peristiwa ini belum tertangani; penuhi apa yang memang menjadi kebutuhan anda dan keluarga, tetapi hindari keinginan untuk menimbun persediaan yang cukup untuk mengisi bunker hari akhir. Karena ketika panic buying dilakukan secara bersama-sama, hal tersebut dapat menyebabkan harga melangit, atau persediaan menjadi sedikit untuk mereka yang berisiko tinggi membutuhkan hal hal seperti masker wajah, daripada masyarakat pada umumnya. Guna menghentikan panic buying, para pejabat local dan asosiasi industry harus membuat pernyataan yang mengingatkan orang-orang bahwa hamper semua kertas toilet dan tisu diproduksi secara local da nada banyakpersediaan.

Ditengah pandemic ini sedikitnya kita dapat melakukan beberapa hal yang dapat membantu dan mengurangi pemerintah yang tengah berjuang, bahu -- membahu, membasmi dan mengatasi sebaran virus berbahaya.

Patuhi arahan pemerintah, ditengah kondisi saat ini kita harus mematuhi arahan para pemimpin, pemangku kebijakan, agar penanganan dan upaya-upaya untuk menanggulangi pandemic dapat berjalan dengan baik. Misalkan seperti himbauan untuk tetap berada didalam rumah saja (stay at home). Jika memang tidak ada yang mendesak, mengapa harus memaksa diri keluar rumah. Semakin sering kita keluar rumah, semakin besar kemungkinan bertemu dengan oranglain.

Tidak panic buying, untuk apa kita membeli barang-barang atau kebutuhan pokok yang belum kita perlukan. Sikap waspada, perlu. antisipasi Tetapi ingat kita mestinya memiliki empati, kepedulian dan tenggang rasa kepada warga bangsa lainnya. Jika Karena kita memiliki uang untuk memborong lantas menghabiskan persediaan yang ada, sementara tetangga kita kelaparan, terjangkit penyakit, apakah kita akan merasa nyaman? Tetangga kita adalah benteng pertahan terluar sebelum rumah kita. Jika benteng diluar sana sudah runtuh, apakah rumah kita akanaman?

Mengembangkan empati, seseorang perlu berpikir setiap yang dilakukannya akan bedampak terhadap orang lain. Ketika ada godaan mulai terpengaruh melakukan panic buying ,segeralah untuk berfikir, kalau barang-barang yang dijual itu kita borong, mungkin ada orang lain yang lebih membutuhkan. Lagi pula, sadari bahwa bias jadi barang-barang itu sebenarnya bukan keharusan untuk kita. Jika melakukan social distancing, kamukan tidak membutuhkan masker. Sementara, antiseptic pun bukan kewajiban karena sabun untuk mencuci tangan bias sama efektifnya. Artinya, kita gak perlu melakukan panic buyingkan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun