Hanya saja, Fenerbahce perlu berhati-hati. Mereka bisa belajar dari kasus Ozil di Arsenal. Fenerbahce harus cermat bersikap ketika Ozil menyuarakan sikapnya terhadap berbagai isu kemanusiaan dan keagamaan. The Yellow Canaries juga tak boleh playing victim saat Ozil terkena masalah lagi. Ya, semoga tidak ya.
Jika secara finansial kedatangan Mesut Ozil bakal memberi impak positif. Lalu, bagaimana dengan pengaruhnya di atas lapangan?
Mesut Ozil baru saja menjalani debutnya bersama Fenerbahce dalam lanjutan Super Lig pekan ke-22, Selasa (2/2) kemarin. Sayangnya, Ozil baru masuk di menit ke-77 saat Fenerbahce bertandang ke markas Hatayspor. Laga itu sendiri berakhir dengan skor 2-1 untuk kemenangan Fenerbahce.
Baru mencatat debut selama 13 menit bersama Fenerbahce usai absen selama lebih dari 300 hari, tentu sulit menilai performa Mesut Ozil saat ini. Fenerbahce juga pasti fokus untuk mengembalikan kebugaran Mesut Ozil yang lama tidak merasakan laga kompetitif.
Akan tetapi, bila melihat dari catatan statistiknya sejauh ini, Mesut Ozil saya kira masih bisa memberi dampak positif di atas lapangan hijau. Memang, selama beberapa musim terakhir performanya menurun, tapi Ozil masih bisa menghasilkan gol dan asis.
Sayangnya Turki tidak bisa menggantungkan nasib dari pamor dan sisa-sisa magis kejayaan mantan pemain top Eropa seperti Mesut Ozil untuk memperbaiki citra diri dan prestasinya. Federasi Sepak Bola Turki (TFF) dan Super Lig harus mengubah kultur sepak bolanya sendiri.
Mengapa? Dilaporkan oleh Daily Sabah (27/1), ternyata klub liga Turki yang merugi bukan hanya Fenerbahce saja, tapi hampir semuanya punya beban utang yang besar. Bahkan, klub-klub besar Turki seperti Fenerbahce, Galatasaray, Besiktas, dan Trabzonspor menyumbang beban utang paling tinggi.
Usut punya usut, utang yang menggunung itu disebabkan oleh kebiasaan buruk klub-klub Super Lig yang hobi mendatangkan mantan pemain top Eropa dengan biaya mahal. Beberapa mantan pemain top Eropa yang datang ke Turki di usia uzurnya antara lain, Guti, Roberto Carlos, Didier Drogba, Wesley Sneijder, Robin van Persie, hingga Robinho.
Kebiasaan mendatangkan pemain uzur itu sudah berlangsung lebih dari 1 dekade. Hal itu dilakukan klub-klub besar Super Lig untuk mendapatkan prestasi secara instan yang sebetulnya jangka waktu manfaatnya sangat singkat. Kondisi itu masih diperburuk dengan mata uang Turki (lira) yang terus melemah sehingga keuangan kontestan Super Lig makin merana.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Mesut Ozil, saya rasa Super Lig harunya memperbaiki kultur sepak bolanya dengan lebih ramah kepada pemain usia mudanya. Super Lig sudah tidak seperti dulu yang bisa dijadikan batu loncatan pemain muda menuju kompetisi top Eropa.