Inilah yang berbahaya. Mengutip dari tirto.id, Mauro Coletto dalam papernya yang berjudul "Pornography Consumption in Social Media" (2016), menyebut bahwa media sosial membuat orang mudah membentuk jaringan menyimpang, salah satunya ya pornografi.
Menurut Coletto, konten pornografi di media sosial bisa ramai karena dua pengguna. Pertama, "produser", pengguna yang aktif mengunggah atau membuat konten pornografi. Kedua, "konsumen", pengguna yang jadi pengikut produser.
Masih berdasarkan paper Coletto, di luar dua pengguna itu, transaksi konten pornografi juga melibatkan "unintentionally exposed user", yakni pengguna medsos yang dipaksa dan terpaksa mengkonsumsi konten pornografi. Kebetulan, untuk mengakses konten pornografi di Twitter sangat mudah, bahkan tak perlu registrasi dulu untuk bisa menikmati konten mesum tersebut.
Dari kategori "unintentionally exposed user", sangat dimungkinkan bila jumlah orang Indonesia yang sudah pernah menonton pornografi bisa jadi lebih banyak. Anak-anak yang punya tingkat ke-kepo-an tinggi bisa jadi korbannya, apalagi ini masih masa pandemi dimana pembelajaran dilakukan via daring. Â
Selama masa work from home dan school from home, aktivitas bermedia sosial orang Indonesia pasti meningkat tajam. Inilah yang kudu jadi fokus bersama, melindungi diri dan keluarga tercinta dari paparan pornografi.
Daripada ribut menebak-nebak sosok dalam video syur mirip Gisel dan Jedar, lebih baik serahkan saja kasus tersebut pada polisi kita yang dengan senang hati siap mengusutnya hingga tuntas. Tak perlu lagi meladeni netizen yang meminta link download video syur itu dan jangan pula ikut mengemis link download-nya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H