Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Espanyol Degradasi, Barcelona Kehilangan Rival di Derbi Barceloni

12 Juli 2020   19:14 Diperbarui: 12 Juli 2020   19:04 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Real Club Deportivo Espanyol | Image by jorono from Pixabay

Espanyol telah resmi menjadi tim pertama yang terdegradasi dari kompetisi La Liga Spanyol musim ini. Kepastian ini didapat setelah pada pekan ke-35, Kamis (9/7) dini hari WIB, Espanyol kalah tipis 1-0 dari rival sekotanya, Barcelona.

Ironis memang. Espanyol harus angkat kaki dari La Liga dan akan berkompetisi di Segunda Division musim depan setelah kalah dari rival sekota. Gol tunggal Luis Suarez tak hanya mengantarkan Espanyol turun kasta, namun gol itu juga menjadi gol terakhir "Derbi Barceloni"di La Liga.

Dengan terdegradasinya Espanyol, maka musim depan tak ada "Derbi Barceloni" di kompetisi kasta tertinggi Spanyol. Memang harus diakui, bahwa derby sekota di Barcelona ini memang tak seprestisius atau sepanas derby-derby lain di Spanyol. Derby ini tak mampu menarik atensi sebesar Madrid Derby atau bahkan Basque Derby (Bilbao vs Sociedad).

Satu penyebab utamanya tentu kesenjangan prestasi kedua tim. Barcelona jauh lebih dominan dan superior dibanding Espanyol. Dari catatan pertemuan kedua tim di La Liga saja, Barca unggul jauh dengan 100 kemenangan berbanding 34 kemenangan milik Espanyol dari 172 laga.

Barca juga mengungguli rival sekotanya itu soal catatan gol di derby. Dari 172 laga di La Liga, Barca telah 332 kali membobol gawang Espanyol yang hanya mencetak 178 gol ke gawang Barca. Itu soal jumlah kemenangan dan gol, bagaimana dengan prestasi klubnya?

Ya jelas, Barcelona sangat jauh lebih berprestasi dari Espanyol. Bayangkan, Espanyol hanya punya 5 trofi prestisus (4 Copa del Rey dan 1 Segunda Division) sementara Barcelona punya 94 trofi dari berbagai kompetisi domestik, eropa, dan dunia.

Derby politik yang paling sering dimainkan di La Liga

Tapi kenyataannya, "Derbi Barceloni" merupakan derby sekota yang paling banyak dimainkan dalam sejarah kompetisi La Liga. Belum ada derby sekota yang melebihi jumlah laga derby ini di La Liga. Bahkan derby kota Madrid saja memiliki jumlah laga yang lebih sedikit.

Sejarah rivalitas kedua tim juga sangat panjang. Sebelum resmi ada La Liga, kedua tim sudah berduel di kompetisi sepak bola Catalunya. Kedua tim bahkan menjadi bagian dari 10 tim pencetus kompetisi La Liga pada 1929, sehingga derby sekota ini memang sudah sangat tua usianya.

Karena sudah sangat lama kedua tim memupuk rivalitas, hingga sekarang pun tensi derby ini masih mengakar dengan kuat. Berbeda dengan derby-derby lain yang mempertaruhkan gelar atau penguasa kota, "Derbi Barceloni" lebih dipandang sebagai sebuah rivalitas politik kedua pendukungnya.

Mari kita mundur ke awal kedua tim terbentuk. Barcelona lebih dulu dibentuk pada 1899, sementara Espanyol dibentuk 1 tahun kemudian. Barca merupakan representasi dari pro otonomi Catalunya, sementara Espanyol memang dibentuk secara eksklusif oleh para penggemar sepak bola Spanyol.

Maka bisa dibilang bahwa Barcelona merupakan perwakilan warga kota Barcelona yang pro otonomi sementara Espanyol justru sebaliknya, mereka terbilang patuh kepada pemerintah Spanyol. Awal mula rivalitas politik ini terbentuk pada 1918 ketika Catalunya mengajukan statuta otonomi kepada pemerintah Spanyol dan Barca dengan tegas mendukungnya sementara Espanyol menentangnya.

Mengapa Espanyol lebih pro pemerintah Spanyol walau mereka berasal dari Catalunya? Selain karena para pendirinya yang pro Spanyol, pada tahun 1912, Espanyol termasuk kedalam beberapa tim yang mendapat perlindungan kerjaan Spanyol.

Raja Alfonso XIII memberi hak perlindungan tersebut sehingga mereka berhak memakai nama Real dan menyematkan mahkota pada lambang klub. Itulah yang membuat nama klub berganti dari Club Deportivo Espanyol menjadi Real Club Deportivo Espanyol (RCD Espanyol) dan pada lambang klub terdapat mahkota kerajaan seperti yang dimiliki Real Madrid yang juga pro pemerintah Spanyol.

Rivalitas dan tensi kedua pendukung bahkan merambat tak hanya di dalam lapangan hijau, namun juga merambat di perang saudara Spanyol pada masa kerajaan dulu. Dengan masih awetnya gerakan pro-Catalunya dan pro-Spanyol hingga sekarang, maka seperti yang kita saksikan ketika kedua tim bertanding, pendukung Barcelona banyak mengibarkan bendera Catalunya sementara pendukung Espanyol mengibarkan bendera Spanyol.

Karena Espanyol disebut "dilindungi" dan pro-Spanyol, maka pendukung Barca mengklaim Espanyol sering mendapat dukungan di sektor-sektor yang dekat dengan rezim seperti kepolisisan dan militer. Sementara pendukung Espanyol mengklaim bahwa mereka sering mendapat perlakuan kurang baik dari media-media lokal di kota Barcelona yang pro otonomi.   

Kenangan bersejarah Espanyol. | foto: marca.com
Kenangan bersejarah Espanyol. | foto: marca.com
Derbi Barceloni paling bersejarah bagi Espanyol

Walau sudah berlangsung sangat panjang, nyatanya memang Espanyol masih kalah jauh dengan Barcelona. Kemenangan terakhir Espanyol atas Barcelona di La Liga bahkan terjadi pada musim 2008/2009. Kala itu Espanyol menang 2-1 di Camp Nou pada paruh pertama liga.

Faktanya, kala itu Espanyol menjadi tim pertama yang bisa mengalahkan Barca di kandangnya sendiri pada musim treble-nya Barca. Sementara di Copa del Rey, Espanyol dan Barcelona terakhir kali bertemu pada babak perempatfinal ajang tersebut musim 2017/2018.

Espanyol menang 1-0 di leg pertama namun di leg kedua mereka kalah 2-0 dari Barca. Dua kemenangan itu menjadi dua kemenangan paling baru yang diraih Espanyol atas rival sekotanya karena setelah itu Espanyol tak pernah bisa menang dari Barcelona.

Tapi Espanyol juga dua kali mengganjal Barca lewat hasil imbang. Pada musim La Liga 2007, pekan ke-37, Espanyol menaham imbang Barca 2-2. Hasil itu membuat posisi Barca di puncak klasemen digeser oleh Real Madrid.

Pada musim ini juga. Espanyol menahan imbang Barcelona 2-2 pada awal Januari lalu. Gol Wu Lei jelang akhir laga membuat Barca gagal memetik poin penuh. Jika Barca benar-benar gagal menjadi juara La Liga musim ini, setidaknya Espanyol punya kenangan pernah memaksa Barca bermain imbang hingga membuat poin mereka kalah dari Madrid.  

Perjalanan Espanyol hingga degradasi

Sayangnya, sebaik-baiknya Espanyol menahan imbang Barca dan membuat Wu Lei menjadi pemain Tiongkok pertama yang membobol gawang Barca, faktanya mereka harus turun kasta karena Barcelona juga. Tak ada kenyaatan yang lebih menyakitkan bagi sebuah klub daripada terdegradasi ke kasta kedua.

Padahal, di awal musim Espanyol digadang-gadang jadi kuda hitam La Liga. Ini berawal dari hasil liga musim lalu dimana Espanyol secara mengejutkan berhasil finish di posisi ke-7 dan lolos ke babak grup Liga Europa. Namun di awal musim, secara mengejutkan mereka juga menjual beberapa pemain-pemain kuncinya.

Di bursa transfer musim panas 2019, dua pemain kuncinya hengkang. Topskor mereka, Borja Iglesias menyebrang ke Real Betis tepat setelah membawa Espanyol lolos ke babak grup Liga Europa. Borja merupakan striker andalan Espanyol musim lalu dengan catatan 20 gol dari 43 pertandingan. Espanyol mendapat 28 juta euro dari hasil penjualan Borja.

Sebelum Borja, Espanyol sudah lebih dulu kehilangan bek kiri andalannya, Mario Hermoso. Hermoso jadi kunci solidnya pertahanan Espanyol dibawah asuhan Rubi, pelatih Espanyol saat itu. Hermoso dijual ke Atletico Madrid dengan harga 25 juta euro. Sementara di winter transfer, Espanyol kembali menjual pemain berpengalamannya, yaitu Pablo Piatti.

Espanyol memang jadi punya modal besar di awal musim kemarin. Namun pemain-pemain yang datang kualitasnya dibawah pemain yang telah mereka jual. Matias Vargas, Fernando Calero, dan Raul de Tomas kualitasnya tak sebaik Mario Hermoso dan Borja Iglesias. Apalagi, di awal musim pelatih mereka, Rubi habis kontrak dan Espanyol harus memulai musim dengan pelatih baru David Gallego.

Apesnya, Gallego hanya menjabat selama 8 pekan saja karena hanya bisa membawa Espanyol memetik 1 kemenangan dan 2 kali imbang dari 8 laga. Espanyol pun menunjuk Pablo Machin sebagai ganti Gallego. Sialnya Machin tak lebih baik, ia dipecat pada 23 Desember lalu setelah hanya membawa Espanyol menang 1 kali dan imbang 2 kali dari 10 laga.

Setelah itu, Abelardo ditunjuk jadi pelatih baru. Hasilnya cukup baik dengan membawa Espanyol menahan Barca di pertandingan pertamanya. Abelardo bertahan hingga 13 pekan La Liga sebelum akhirnya dipecat juga pada 27 Juni lalu setelah hanya mampu membuat Espanyol menang 3 kali, imbang 3 kali dan kalah 5 kali.

Terbaru, Espanyol kini dilatih Fransisco Rufete yang masih sangat minim pengalaman. Hasilnya, anak asuh Rufete kalah 4 kali beruntun dan puncaknya mereka terdegradasi dari La Liga. Mereka baru mengumpulkan 24 poin dari 35 pekan. Sisa 3 pekan, poin maksimal yang bisa mereka dapat sudah tidak akan bisa menyelamatkan tim dari zona degradasi. 

Pemain Espanyol tertunduk lesu setelah kalah dari Barca di pekan ke-35 La Liga. | foto: Jaon Monfort/AP via theguardian.com
Pemain Espanyol tertunduk lesu setelah kalah dari Barca di pekan ke-35 La Liga. | foto: Jaon Monfort/AP via theguardian.com
Baik Gallego, Machin, Abelardo, hingga Rufete punya kesamaan. Mereka kompak tak mampu mengangkat Espanyol dari zona degradasi sejak pekan pertama. Jika faktanya demikian, maka masalah Espanyol tak sesederhana seperti yang nampak di lapangan.  

Mulai dari menjual pemain, gagal mempetahankan Rubi, hingga bergonta-ganti pelatih menjadi drama Espanyol musim ini. Usut punya usut, ternyata rentetan drama tadi terjadi karena Espanyol sedang mengalami krisis finansial. Espanyol memang tak bisa menutupi bahwa pandemi covid-19 sudah memperparah kondisi kurang sehat di keuangan mereka.

Sejak dibeli Chen Yansheng pada 2016 lalu, Espanyol belum mampu membangun fundamental keuangan yang sehat. Salah mengelola klub disinyalir jadi sebabnya, ditambah strategi transfer yang buruk dan tidak sabar mengganti pelatih jadi sebab kejatuhan dua kali runner-up UEFA Cup ini.

Espanyol yang punya julukan "Periquitos" dan bermarkas di stadion El-Pratt atau lebih dikenal sebagai RCDE Stadium ini sudah bergonta-ganti pelatih sebanyak 25 kali dalam kurun waktu 26 tahun sejak promosi ke La Liga 1994. Dalam kurun waktu tersebut, Espanyol berhasil merengkuh 2 gelar Copa del Rey dan sekali jadi runner-up UEFA Cup 2007.

Dengan kenyataan pahit terdegradasi dan tengah krisis finansial, Espanyol harus bersiap kembali menjual pemain-pemain andalannya. Musim depan, mantan klub Mauricio Pochettino ini harus kembali membangun tim dari nol. Tapi jika melihat sejarahnya, Espanyol selalu bisa kembali promosi setahun kemudian.

BACA JUGA: Budaya Berburu Pemain dari Klub Degradasi di Eropa

Semoga saja mereka bisa kembali ke La Liga segera. Soalnya, Barcelona akan kehilangan rival di "Derbi Barceloni". Sebagai penonton, untuk sementara ini tak bisa melihat bendera Catalunya dan Spanyol beradu di stadion Camp Nou atau El-Pratt.

Bangkit segera "Periquitos". Sekian.

@IrfanPras

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun