Selain Rachel, nama Frank Rose cukup terkenal sebagai tokoh tsundoku. Ia punya kebiasaan membeli buku sejak bekerja hingga pensiun untuk ia koleksi dan bermaksud membacanya nanti untuk mengisi hari tuanya. Hingga ia sadari kalau tumpukan bukunya sudah menggunung sebanyak 13.000 buku dan iapun kebingunan lalu memilih mendonasikan bukunya.
Sementara bibliomania dianggap sebagai salah satu bentuk Obsessive Compulsive Disorder (OCD), yaitu sebuah gangguan mental yang menyebabkan penderitanya memiliki obsesi untuk melakukan sesuatu secara berulang (kompulsif). Senada dengan hal itu, mengutip dari Listverse, Dr. Martin Sander berpendapat bahwa bibliomania merupakan budak buku akibat candu berlebih yang tidak terkontrol.
Dalam pratiknya, seorang pengidap bibliomania mengalami kecemasan/ketakutan berlebih yang disebabkan oleh trauma atau masalah psikologi lain. Nah, dengan melakukan kebiasaan membeli dan mengoleksi buku sesering mungkin hingga menjadi ketagihan akan membuat pengidapnya merasa lebih tenang.
Ciri pengidap bibliomania adalah biasanya memiliki trauma dan masalah mental/masalah sosial, sehingga obsesi berlebihnya terhadap buku menjadi pelariannya dari masalah dan traumanya. Bahayanya, jika sudah menjadi sangat obsesif, bibliomania bisa bertransformasi menjadi bibliokleptomania.
Bibliokleptomania adalah seorang pecandu buku yang dengan sengaja tidak mengembalikan buku pinjamannya bahkan sampai mencuri beberapa buku untuk ia jadikan koleksi akibat tak punya cukup uang untuk membeli buku. Salah satu contoh kasus ini adalah Stephen Blumberg.
Blumberg dijuluki "Pencuri Buku" karena memiliki koleksi buku sebanyak 23.600 buku yang sayangnya semua buku tersebut bukan milik dia. Buku-buku tersebut merupakan curian dari 327 perpustakaan yang tersebar di seluruh Amerika.
Bisa kita simpulkan sedikit bahwa bibliomania lebih berbahaya ketimbang tsundoku. Saya juga menemukan bahwa di Jepang sana, istilah tsundoku maknanya sudah meluas tidak melulu soal koleksi buku, namun juga mainan, pakaian, sepatu, dan barang-barang lainnya. Tsundoku dianggap tidak selalu negatif.Â
Setelah mengetahui arti kedua istilah tersebut, saya menjadi berpikir, apakah saya sedang mengalami gejala tsundoku ya? Lihat saja tumpukan buku di meja saya berikut ini.Â
Buku-buku itu saya tumpuk dengan urutan buku yang telah selesai dibaca berada di tumpukan paling bawah sementara paling atas menandakan buku yang sedang saya baca.
Nah, dari dua istilah tadi kita sudah sama-sama dapat memahami masing-masing pengertiannya juga mendapat contoh riilnya. Dari kedua contoh tadi kita juga bisa mengkategorikan diri kita termasuk pecinta buku yang seperti apa.