Hampir sepekan ini, pemberitaan ramai dengan topik "fenomena kerajaan fiktif". Kerajaan fiktif itu disinyalir muncul berkat imajinasi tinggi sekelompok manusia yang saking tingginya nalar mereka gagal dipahami masyarakat secara luas (baca saja halu alias halusinasi hehe).
Nah, salah satu kerajaan fiktif yang terus menghiasi pemberitaan media akhir-akhir ini adalah Keraton Agung Sejagat. Bagi penulis, kemunculan Keraton Agung Sejagat sangat mengagetkan. Pasalnya keraton yang mengklaim keturunan Mataram itu ternyata berdomisili di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tempat tinggal saya. Waduh!
Selain terkejut, saya pribadi juga tertawa hehe. Lha gimana coba, seumur-umur saya tinggal di Purworejo tidak pernah ada kerajaan atau keraton yang eksis. Eh tiba-tiba lahir sebuah kerajaan lengkap dengan raja-ratu beserta abdi dalemnya.
Yang membuat geli adalah klaim sang raja/sinuhun Totok Santoso Hadiningrat yang menyatakan Keraton Agung Sejagat kedudukannya tertinggi di dunia.
Waduhh... gimana ya, lha wong Purworejo saja kabupaten yang selama ini tidak terkenal. Masa iya di kabupaten kecil itu ada kerajaan tinggi pemimpin dari tatanan dunia sekarang ini?! (tepuk jidat)
Tetapi saudara sebangsa se-Tanah Air, tahukah Anda bahwa kemunculan Keraton Agung Sejagat membawa dua dampak kepada masyarakat Purworejo. Tentunya ada dampak negatif namun juga ada dampak positifnya. Loh bagaimana bisa kemunculan kerajaan fiktif itu malah berdampak positif?
Mari bahas satu-satu. Pertama dampak negatifnya. Yang pasti sejak kemunculan keraton halu ini, penduduk Purworejo di manapun ia berada menjadi bahan tertawaan. Tak terkecuali saya sendiri.
Kebetulan penulis sedang merantau di Kota Solo. Ketika viral Keraton Agung Sejagat, penulis sedang berada di luar kota cukup lama. Setiba di kosan dan kampus, saya tak bisa mengelak menjadi bahan tertawaan kawan berkat ulah kerajaan fiktif itu. Bahkan saya dianggap anggota kerajaan yang kabur setelah sang raja tertangkap polisi!
Bully-an warga +62 juga sadis. Selama beberapa hari, Purworejo menjadi bahan gunjingan netizen. Padahal kami sebagai orang Purworejo tak tahu menahu soal kerajaan itu. Namun daripada memilih baper, saya lebih memilih bersama-sama menertawakan kasus keraton halu itu haha.
Selain dampak kepada pribadi penduduk Purworejo, dampak negatif secara luas juga diterima Kabupaten Purworejo. Jelas saja, nama kabupaten ini menjadi tercoreng. Apalagi jumlah pengikut KAS ternyata juga banyak.
Tapi ternyata setelah dicek di lapangan, jumlah masyarakat Purworejo yang menjadi pengikut kerajaan tidak banyak. Bahkan masyarakat Desa Pogung Juru Tengah, Bayan, Purworejo yang menjadi anggota kerajaan hanya sedikit.
Ya, untuk urusan ini saya mengapresiasi langkah cepat Disdukcapil, Kapolres, Bupati, dan pejabat di Purworejo yang menindaklanjuti adanya laporan kerajaan fiktif di Desa Pogung itu.Â
Akhirnya di hasil rapat para pejabat itu diketahui bahwa Purworejo hanyalah korban. Pasalnya si raja abal-abal ternyata pernah melakukan hal serupa di daerah lain (Jogja kalau tidak salah) namun tidak laku. Oleh karenanya berpindah ke Purworejo dan menjadikannya sebagai markas. Duhh malang sekali nasib kabupatenku.
Itu dampak negatifnya, tapi ada juga dampak positifnya. Saya pribadi mungkin harus berterima kasih kepada Sinuhun Totok dan Ratu Fanny. Berkat halusinasinya, nama Kabupaten Purworejo menjadi terangkat, hehe. Selain tercoreng tapi juga terkenal, loh lucu kan. Â
Sebagai anak rantau, saya tak perlu susah payah mengenalkan dan menjelaskan letak Kabupaten Purworejo di perpetaan Indonesia haha.
Kini tak perlu repot lagi menjawab pertanyaan "Purworejo mananya Magelang?", "Sebelah mananya Jogja?", cukup sebut Keraton Agung Sejagat orang pasti mengenalnya. Apakah dengan ini Keraton Agung Sejagat bisa disebut pahlawan anak rantau Purworejo?
Bupati Purworejo, Agus Bastian bahkan pernah menyatakan bahwa kemunculan Keraton Agung Sejagat membawa dampak yang baik pagi masyarakat sekitar.Â
Tahukah pembaca bahwa peninggalan lokasi kerajaan fiktif itu kini banyak dikunjungi warga lokal maupun luar daerah. Ya namanya juga orang Indonesia, selalu ingin tahu dan lihat langsung hal-hal yang lagi viral.
Kedatangan masyarakat itu dibarengi dengan kedatangan pedagang yang mendirikan lapak dagangannya di sekitar TKP. Akhirnya lokasi tersebut berubah menjadi wisata dadakan.Â
Jika dilihat dari sisi pariwisata, jelas menambah penghasilan masyarakat sekitar. Alasan itulah yang membuat Bapak Bupati berterima kasih sekaligus melihat potensi dijadikannya lokasi keraton agung sejagat sebagai destinasi wisata baru.
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo juga mengutarakan hal senada. Beliau tak mau ambil pusing. Ganjar yang memiliki orang tua di Purworejo juga mengutarakan bahwa tak ada keraton resmi yang berdiri di sana sejak dulu. Toh juga kasus tersebut sudah ditangani Polres hingga Polda Jateng.
Kemarin sempat mampir ke eks Keraton Agung Sejagat ini, ternyata ramenya minta ampun, sudah mirip tempat wisata. Sepertinya bagus juga jika kelak jadi destinasi wisata dg polesan-polesan event budaya yg menarik. Menurutmu gimana? pic.twitter.com/FN6gmkEWQM— Ganjar Pranowo (@ganjarpranowo) January 22, 2020
Di akun twitternya, Ganjar melihat potensi pariwisata di bekas lokasi kerajaan fiktif itu. Nah sama persis kan. Coba deh bayangkan, angkap saja lokasi tersebut dinamai "Wisata Keraja-rajaan" atau sejenisnya, pasti bakal laku.Â
Ya walaupun mungkin ramainya hanya ketika viral saja, namun lokasi keraton fiktif yang tengah ditelusuri izin dan kepemilikannya itu bisa saja dimanfaatkan untuk lokasi pasar malam atau untuk event bulanan dan tahunan. Wah sungguh solutif sekali bukan, hehe.
Saya iseng coba cek lokasi keraton agung sejagat di Google Maps. Ya ampun, ternyata sudah ada di Maps. Dan siapa coba orang iseng yang mendaftarkan Keraton Agung Sejagat sebagai museum?
Justru yang perlu dipedulikan adalah mereka yang bisa-bisanya ketularan halu dan rela menjadi pengikut keraton. Ada indikasi penipuan di balik berdirinya Keraton Agung Sejagat yang menunjukkan ada pihak yang dirugikan.Â
Justru mereka itulah yang perlu ditangani dan harus ada langkah nyata untuk mencegah kejadian serupa. Pemahaman kepada masyarakat utamanya masyarakat menengah ke bawah juga perlu ditingkatkan.
Pokoknya, viralnya Keraton Agung Sejagat ternyata juga membawa dampak positif kepada Purworejo. Ya, walaupun namanya jadi tercoreng dan membuat resah, tapi nama Purworejo menjadi terangkat dan memperoleh perhatian secara nasional.
Selain itu, lokasi peninggalan keraton justru memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan masyarakat desa Pogung. Seperti kata Pak Gubernur, terlanjur viral dan terlanjur ramai.Â
Masa iya tidak dimanfaatkan untuk menambah penghasilan desa? Masa bodoh soal etika kepada pelaku (Totok dan Fanni), toh mereka melakukan penipuan, anggap saja ini hukuman atas aset fiktif mereka hehe.
Akhir kata penulis meminta kepada semua pihak yang membaca tulisan ini, tolonglah, tolong, berhenti mem-bully saya, hehe.
Jangan ada lagi yang mengejek penduduk Purworejo di manapun ia berada dengan sebutan anggota Keraton Agung Sejagat. Sungguh, kami tak tahu menahu, kamipun juga menertawakannya kok, hehe. Sekian.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H