Hidup ini terus bergulir seiring angka-angka di almanak yang kian menua. Tak pernah sedikitpun terlintas dipikirannya akan menjadi seperti ini. Menjadi dosen di fakultas Psikologi UI. Dulu, ia hanya membayangkan bahwa hidupnya haruslah menginspirasi. Hanya itu. Tidak lebih.
Buku lusuh itu menjadi saksi bisu bahwa dia pernah curhat kepadanya. Warnanya biru tua. Tertulis di depannya “Buku Ajaib”. Ditulisnya tentang masa depannya. Tentang apa yang diinginkannya suatu hati nanti. Dia bukanlah orang yang beruntung seperti kebanyakan orang. Ardi layaknya buah yang jatuh dari pohon dan tak punya siapa- siapa lagi. Hanya kepada Allah lah ia mengadu dan curhat tentang kesepiannya.
Kedua orang tuanya telah bahagia disana. Di alam yang pernah dikunjungi. Mereka dipanggil kehadirat-Nya 8 tahun lalu. Setelahnya, pemuda malang itu harus bertahan untuk membuktikan bahwa mereka berdua telah mendidiknya dengan benar. Suatu saat nanti, dia ingin nama kedua orang tuanya harum karena anaknya telah jadi orang. Meski terbatas . Walau sekilas terasa mustahil.
***
Detak jarum jam terasa begitu nyaring ditelinganya. Angin semilir mengantarkannya kepada masa lalu yang telah dilaluinya. Hari Sabtu tanggal 20 November 2011. Di tempat santai rumah Ardi. Ia melamun sambil melihat- lihat bunga- bunga yang mekar di kebun kesayangannya
“Eh,,,Akang, kenapa bengong ?” Sarah datang dan membuatnya kaget.
“Tak ada apa-apa sayang, aku hanya teringat masa- masa sulit dulu. Saat dimana aku berjuang agar bisa terbebas dari kehinaan. Terbebas dari kesedihan dan kebodohan.” ungkap Ardi.
“Aku belum pernah mendengar cerita itu sebelumnya. Cerita tentang perjalanmu sehingga kau jadi seperti sekarang ini. Kita kan tidak pernah pacaran Kang. Jadi, aku tak pernah tahu segala hal tentangmu. Aku penasaran Kang,,,,,.” Rona wajahnya menyiratkan bahwa isterinya itu sangat penasaran.
***
Ardi pun bercerita dengan penuh penghayatan pada isterinya, Sarah.
“Kuliah adalah keinginan yang sempat jadi mustahil di benak Akang, dulu. Tidak ada keluarga atau seseorang yang akan membiayai kuliah. Akang hanya tinggal dengan kakek dan nenek. Mereka sudah sepuh. Mungkin tak akan sanggup mengirimi uang tiap bulan. Tapi, Akang ingin sekali berkuliah. Membuktikan pada orang lain bahwaAkang bisa bersaing dengan mereka. Itu keputusan berat. Dengan hanya modal nekat, pergi ke rantau hanya dengan bekal Rp. 100 rb. Namun, kalau tidak saat itu, mau kapan lagi. Menunggu tua, baru ngambil resiko ? jelas tidak. Akang mu ini pun akhirnya berangkat ke kota yang mempunyai julukan kota kembang. “Bandung”.