Setelah dimakamkan, seperti biasa, istri Daryana berakting sedih atas meninggalnya Prayoga. Dalam hatinya dia bersyukur anak itu sudah pergi. Momen yang lama dia nantikan akhirnya tiba juga.
Uang hasil penjualan kambing Prayoga habis dibelanjakan untuk membeli HP baru dan perhiasan emas. Hal ini membuat Daryana curiga. Pendapatan mereka berjualan di warung pinggir jalan tidak seimbang dengan kemampuan membeli barang-barang berharga dalam waktu singkat.
Kecurigaan Daryana terbukti. Terungkaplah perilaku jahat istrinya pada Prayoga.Â
"Itu karena kamu belum bisa membahagiakanku. Aku bosan hidup dengan tidak punya apa-apa," teriak istrinya membela diri.
Daryana merasa terpukul. Dulu istrinya tidak pernah mengungkapkan kata-kata yang menyinggung perasaannya. Dari dulu juga istrinya menerima apa adanya. Tetapi, sekarang wanita itu sudah dibutakan mata dan hatinya.Â
"Praaak,"suara tamparan Daryana ke pipi istrinya.
Wanita itu tiba-tiba tersadar akan apa yang telah diperbuatnya. Kejahatan yang dia sudah lakukan terbayang saat tamparan keras suaminya itu melayang ke pipi. Air mata pun jatuh bukan karena sakitnya tamparan tapi karena penyesalan. Dia mengakui semua perbuatannya. Dia berlari ke dalam kamar dan mengambil perhiasan yang sudah dikumpulkan dan memberikannya pada Daryana . Namun, suaminya menolak menerima. Sambil berlutut dia memohon ampun. Daryana terpaku tak tahu mau berkata apa lagi. Perasaan benci, kecewa dan sedih karena ingkar janji bercampur dalam satu waktu yang bersamaan.
***
Hari raya kurban tinggal satu hari lagi. Daryana hanya duduk sendiri di rumahnya. Suasana sangat sepi sejak meninggalnya Prayoga 2 bulan yang lalu. Ada sebungkus nasi uduk yang menganga bekas dia makan. Di sampingnya, segelas kopi hasil seduh sendiri sudah tak beruap lagi.
Daryana sering berdiam diri. Hari-harinya disibukkan dengan beternak kambing. Kambing bukan miliknya tapi punya si juragan. Ya, sekarang Daryana menjadi karyawan di peternakan pria perlente itu. Setiap hari dia bertugas membersihkan kandang untuk bisa mendapatkan upah harian. Kambing-kambing sebagian digiringnya ke lapangan untuk dipamerkan pada pembeli. Daryana tidak lagi berjualan di warung setelah dia bercerai dengan istrinya.
Dipakainya sepatu bot sambil meletakkan selembar surat yang pernah dituliskan Prayoga  sebelum meninggal. Surat itu ditemukan di dalam laci sehari sebelum Prayoga sakit keras. Tulisannya susah dibaca karena keterbatasan fisik namun dapat dimengerti jika membacanya dengan hati.