"Gegara beasiswa itu lagi?" tanya balik pak RT dan dibalas anggukan oleh si warga.
Seketika ingatanku pada masa lalu buyar oleh suara bising di luar lapak. Sekejap kulupakan memori itu. Kubetulkan posisi duduk dan membolak-balik halaman buku. Â Semakin kucoba membaca, semakin terganggu pula telingaku dengan suara berisik di luar.
Terdengar suara sepasang muda-mudi yang berdiri di depan pintu. Kelihatan sekali mereka sedang berbicara hal serius. Suara cekikikan perempuan dan gelak tawa lelaki semakin keras terdengar.
"Gue uda dapat kartunya dong," terang si perempuan.
"Bisa dong traktirin kita-kita," timpal si lelaki.
Si perempuan tertawa lagi, "Hahaha, ntar dulu, gue kan mau bayarin baju, sepatu, jaket ama perhiasan dulu. COD dong," ucap si perempuan.
"Beasiswa gue uda abis buat bayar kos ama bayar kredit nih motor," balas si lelaki sambil sedikit menarik gas motornya. "Makanya gue minta lo yang traktirin," lanjutnya.
Telingaku berdengung mendengar kata beasiswa. Rasa penasaran akan percakapan dua muda-mudi itu membuat posisiku berpindah dari duduk jadi berdiri dan mencari posisi yang lebih jelas untuk menguping keduanya.Â
Namun tiba-tiba pak Leo berteriak, "Hei anak muda, jangan berdiri menghalangi jalan!" sambil mengipas-ngipas lehernya dengan selembar karton bekas.
 Dia duduk di sudut kanan lapak sambil membaca koran bekas yang sudah terbit minggu lalu. Aku tahu koran itu bekas karena  beliau tidak pernah membeli atau menjual yang baru terbit. Koran itu dipinjam dari si penjual gorengan yang ada di seberang.
"Masuk aja, Dek, gak usa halangi jalan. Mau cari buku apa?" tanya pak Leo kembali pada sepasang muda-mudi itu.