Pengambilan Keputusan Tanpa Rapat Koordinasi
Lebih lanjut, kebijakan Lembong untuk memberikan izin impor tanpa melalui rapat koordinasi antar kementerian menjadi salah satu dasar tuduhan Kejaksaan. Dalam kasus kebijakan yang bersifat strategis, terutama yang menyangkut impor barang vital seperti gula, keputusan tersebut harus melalui koordinasi dengan kementerian terkait, termasuk Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN. Pelanggaran terhadap mekanisme ini bisa dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Tipikor, yang melarang setiap tindakan melawan hukum yang merugikan negara.
Tinjauan Hukum Internasional: Apakah Kebijakan Ini Bagian dari Kepatuhan?
Konteks Perdagangan Internasional dan WTO
Indonesia, sebagai anggota World Trade Organization (WTO), terikat oleh berbagai aturan yang mengatur perdagangan internasional. Perjanjian General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan Agreement on Agriculture (AoA) merupakan instrumen penting yang mengatur perdagangan komoditas seperti gula. Prinsip dasar dari perjanjian-perjanjian ini adalah non-diskriminasi dan keterbukaan perdagangan. Dalam hal ini, impor gula mentah dari luar negeri bisa dilihat sebagai bagian dari upaya untuk memastikan pasokan yang stabil bagi pasar domestik.
Namun, meskipun hukum internasional mengatur kebijakan perdagangan global, hal ini tidak mengesampingkan regulasi domestik. Perjanjian WTO memberikan ruang bagi negara-negara anggota untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan domestik mereka, terutama terkait dengan komoditas strategis seperti gula. Dalam konteks ini, kebijakan yang diambil oleh Lembong mungkin saja bisa dibenarkan jika tujuannya adalah untuk memenuhi standar internasional terkait perdagangan bebas. Namun, tetap ada aturan nasional yang harus diikuti, terutama yang menyangkut siapa yang berwenang melakukan impor.
Diskrepansi dengan Hukum Nasional
Meskipun perdagangan internasional mendukung keterbukaan pasar, dalam kasus ini, tindakan Lembong dianggap bertentangan dengan kebijakan nasional yang sudah ada. Peraturan nasional yang membatasi impor gula hanya kepada BUMN sejalan dengan upaya pemerintah untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan pengelolaan sumber daya strategis. Dengan demikian, keputusan Lembong untuk memberikan izin kepada swasta bisa dianggap melanggar aturan ini, meskipun ia bisa saja berargumen bahwa kebijakan ini selaras dengan hukum internasional.
Analisis Kerugian Negara: Apa Bentuk Kerugian yang Dituduhkan?
Hilangnya Potensi Pendapatan BUMN
Salah satu tuduhan utama dalam kasus ini adalah bahwa keputusan Lembong menyebabkan hilangnya potensi pendapatan negara. Seharusnya, impor gula ini dikelola oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), yang merupakan BUMN. Jika PPI yang menjalankan impor, maka keuntungan yang diperoleh dari penjualan gula tersebut akan masuk ke kas negara. Namun, keuntungan dari impor ini justru dinikmati oleh beberapa perusahaan swasta, yang menurut dugaan Kejaksaan Agung, telah memperoleh izin secara tidak sah.