Mohon tunggu...
Irfandy Dharmawan
Irfandy Dharmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Mengarungi Samudra Hukum, berlabuh di Dermaga Filsafat, dan Berlayar di Lautan Politik. Seorang Sarjana Hukum yang sedang menambahkan cerita di Perpustakaannya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Student Loan dan Biaya Kuliah Tinggi: Benturan dengan Amanat Konstitusi untuk Pendidikan

22 Mei 2024   20:41 Diperbarui: 22 Mei 2024   21:05 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah mahasiswa ITB berunjuk rasa menolak bayar uang kuliah pakai pinjol (sumber gambar: kompas.com)

Fenomena serupa juga terjadi di universitas lain seperti Universitas Negeri Semarang (UNNES), di mana biaya UKT untuk beberapa program studi yang sebelumnya berkisar di angka Rp 2,5 juta per semester kini mencapai Rp 20 juta per semester. Dampak dari kenaikan biaya ini sangat terasa, dengan banyak mahasiswa yang harus bekerja paruh waktu untuk membiayai kuliah mereka, atau bahkan menghentikan studi mereka karena tidak mampu membayar. Keadaan ini jelas bertentangan dengan amanat konstitusi untuk memberikan pendidikan yang terjangkau bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali.

Keberadaan program student loan sebagai solusi sementara justru menambah beban finansial di masa depan, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas lulusan. Mahasiswa yang lulus dengan beban hutang pendidikan cenderung mengalami stres dan tekanan psikologis, yang pada akhirnya berdampak negatif pada kemampuan mereka untuk berkontribusi secara optimal bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang lebih berkelanjutan dan sesuai dengan amanat konstitusi untuk memastikan akses pendidikan yang terjangkau dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dampak Jangka Panjang Student Loan pada Mahasiswa

Mahasiswa yang lulus dengan beban hutang pendidikan cenderung mengalami stres dan tekanan psikologis yang signifikan. Studi dari Institute for College Access & Success menunjukkan bahwa lulusan yang memiliki hutang pendidikan lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi. Tekanan untuk segera mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang cukup untuk membayar hutang dapat mengurangi kemampuan lulusan untuk memilih karier yang sesuai dengan minat dan keahlian mereka, serta mengurangi fleksibilitas dalam mengejar peluang pendidikan lanjutan atau pengembangan profesional lainnya.

Selain itu, beban hutang yang tinggi juga dapat berdampak negatif pada stabilitas finansial jangka panjang lulusan. Mereka mungkin menghadapi kesulitan dalam menabung untuk masa depan, membeli rumah, atau memulai keluarga karena sebagian besar pendapatan mereka harus dialokasikan untuk membayar hutang pendidikan. Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi individu yang bersangkutan, tetapi juga berdampak pada perekonomian secara keseluruhan, karena daya beli mereka menjadi terbatas dan investasi dalam aset jangka panjang berkurang.

Dengan mempertimbangkan dampak-dampak ini, penting bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk mencari solusi yang lebih berkelanjutan dan tidak hanya mengandalkan program student loan. Kebijakan yang lebih proaktif dan berfokus pada penurunan biaya pendidikan serta peningkatan transparansi dan efisiensi pengelolaan dana pendidikan perlu diimplementasikan agar amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai dengan lebih baik.

Alternatif Solusi untuk Biaya Kuliah Tinggi

Untuk mengatasi masalah biaya kuliah yang tinggi, perlu dipertimbangkan beberapa alternatif solusi yang lebih berkelanjutan dan tidak membebani mahasiswa dengan hutang jangka panjang. Salah satu solusi yang dapat diimplementasikan adalah peningkatan subsidi pendidikan dari pemerintah. Negara-negara seperti Jerman dan Norwegia telah berhasil menerapkan kebijakan pendidikan tinggi gratis atau dengan biaya yang sangat rendah, yang didanai oleh anggaran negara. Dengan alokasi anggaran pendidikan yang lebih besar, Indonesia dapat mengurangi beban biaya kuliah dan memastikan bahwa pendidikan tinggi tetap terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Selain subsidi pendidikan, reformasi sistem penetapan biaya UKT juga perlu dilakukan. Transparansi dalam penentuan biaya UKT harus ditingkatkan, sehingga mahasiswa dan orang tua dapat memahami komponen-komponen biaya yang dikenakan. Universitas perlu melibatkan mahasiswa dalam proses penetapan biaya dan menyediakan mekanisme banding yang efektif bagi mereka yang merasa terbebani. Penerapan skema pembayaran berdasarkan kemampuan ekonomi orang tua mahasiswa, seperti yang diterapkan di beberapa universitas, dapat menjadi solusi untuk meringankan beban biaya bagi keluarga yang kurang mampu.

Lebih lanjut, pemerintah dan institusi pendidikan dapat mendorong kemitraan dengan sektor swasta untuk menyediakan beasiswa dan program magang berbayar. Beasiswa yang didanai oleh perusahaan atau yayasan dapat membantu mengurangi biaya kuliah bagi mahasiswa yang berprestasi tetapi kurang mampu secara finansial. Program magang berbayar tidak hanya memberikan pengalaman kerja yang berharga bagi mahasiswa, tetapi juga membantu mereka membiayai pendidikan mereka sendiri. Dengan kombinasi solusi ini, beban biaya kuliah yang tinggi dapat dikurangi secara signifikan, sehingga akses pendidikan tinggi menjadi lebih inklusif dan sesuai dengan amanat konstitusi.

Kesimpulan dan Rekomendasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun