Mohon tunggu...
Irra Fachriyanthi
Irra Fachriyanthi Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu 2 putra dan 1 putri yang tinggal di Doha Qatar bersama suami tercinta. Mantan jurnalis majalah remaja yang masih ingin terus menulis!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bonus Demografi Indonesia: Bagai Dua Sisi Mata Uang

21 September 2016   23:57 Diperbarui: 22 September 2016   00:04 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika akan pindah ke Qatar, saya sudah mendengar kalau ada banyak orang Indonesia di negara minyak itu. Bahkan seorang kawan yang sudah lama tinggal di sana sempat berkelakar, "rasanya gak kayak tinggal di luar negeri, di mana-mana ketemu orang Indonesia, hahahaha."  

Awalnya saya pikir teman ini lebay, tapi ketika sudah tinggal di Qatar, saya pun jadi membenarkan kelakarnya itu. Tiap kali pergi ke mal atau taman pasti bertemu orang Indonesia. Begitu juga di sekolah-sekolahnya. Bahkan ada satu sekolah internasional yang cukup terkenal di Qatar, QIS  (Qatar International School) yang diplesetkan menjadi Qatar-Indonesia School saking banyaknya anak-anak Indonesia yang sekolah di sana. Dan anak-anak Indonesia ini dikenal pandai-pandai (berprestasi) sehingga lulusan QIS ini bisa masuk Universitas Indonesia melalui jalur undangan (tes berdasarkan nilai rapor). Di sekolah internasional lainnya sampai ada pelajaran Bahasa Indonesia dengan guru orang Indonesia karena banyaknya anak Indonesia yang sekolah di sana. Hebat sekali bukan? 

Selain itu di Qatar pun ada restoran Indonesia dan supermarket yang menjual barang-barang dari Indonesia. Bahkan beberapa makanan made in Indonesia sudah masuk ke Carrefour Qatar. Ada rak tersendiri bertuliskan "Indonesia". Bangga sekali melihatnya:) Jadi, tidak ada ceritanya kangen makanan Indonesia tapi harus nunggu mudik dulu buat mencicipinya. Semuanya ada di Qatar, tinggal mau tidak merogoh kocek buat membelinya, hehehe....

Hal lain yang paling membanggakan, sekitar 36.000 orang Indonesia yang tinggal di Qatar (Wikipedia) ini adalah para tenaga ahli. Kebanyakan bekerja di perusahaan minyak dan gas. Usianya pun rata-rata masih muda, sekitar 30-50an tahun. Mereka tinggal di Qatar bersama keluarganya. Dan biasanya tiap tahun mudik ke Indonesia selama 1-3 bulan, menjenguk keluarga besar juga berwisata di Indonesi. Terbayangkan berapa devisa yang disumbangkan oleh para perantau profesional (diaspora) ini? 

Bukan hanya di Qatar, para diaspora ini tersebar di seluruh dunia, jumlahnya sekitar 7-8 juta orang. Dan diperkirakan akan terus meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya usia produktif orang Indonesia pada 2020-2030 yang disebut sebagai Bonus Demografi Indonesia.

Apa itu Bonus Demografi? 

Bonus demografi adalah suatu fenomena kependudukan dimana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) sangat besar, sedang proporsi usia muda (14 tahun ke bawah) sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut (65 tahun) belum banyak. Data dari BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), diperkirakan pada 2020-2030, usia produktif atau usia angkatan kerja Indonesia akan mencapai 70% (sekitar 180 juta jiwa), sementara usia tidak produktifnya hanya 30% (sekitar 60 juta jiwa).

Komposisi penduduk seperti ini jelas sangat menguntungkan bagi pembangunan suatu negara, makanya disebut Bonus Demografi. Asal disertai dengan skill individu penduduknya yang mumpuni. 

Maka niscaya beberapa keuntungan dari Bonus Demografi ini akan bisa diraih:

Meningkatkan Perekonomian

Maraknya startup di Indonesia sekarang ini, kreatornya adalah para pemuda, seperti Nadiem Makarim (32 tahun) dengan Go-Jeknya, Achmad Zaky (30 tahun) dengan Bukalapaknya atau istrinya Achmad Zaky, Diajeng Lestari (30 tahun) dengan situs Hijupnya yang sudah mendunia. Usaha mereka telah memperkerjakan ratusan pekerja yang artinya menggerakkan perekonomian negara. Belum lagi bermunculannya ribuan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang menciptakan banyak lapangan kerja, yang artinya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditandai dengan semakin bertumbuhnya kelas menengah Indonesia yang jelas merupakan pasar konsumsi potensial. Buktinya mal-mal selalu ramai pengunjung, begitu juga tempat-tempat wisata. Pemilik kendaraan bermotor dan gadget semakin meningkat. Kelas menengah ini juga merupakan sumber pembiayaan pembangunan melalui keikutsertaan mereka dalam pasar uang (pembelian asuransi, reksadana, saham, dll).

Melimpahnya SDM (Sumber Daya Manusia)

SDM secara makro adalah jumlah penduduk usia produktif yang ada di suatu negara. Dengan 70% penduduk berusia produktif, bisa dibayangkan betapa besarnya SDM yang dimiliki Indonesia, tinggal diolah sedemikian rupa sehingga bisa memunculkan potensi-potensi di semua bidang. Bisa membentuk kesebelasan sepakbola yang berlaga di Piala Dunia. Bisa menciptakan atlet-atlet yang menyumbangkan emas di Olimpiade. Bisa melahirkan artis yang wara-wiri di Hollywood, seniman-seniman kelas dunia, ilmuwan-ilmuwan peraih Nobel, pengusaha-pengusaha kelas kakap, para negarawan yang disegani dunia, dan lain-lainnya. 

Meningkatkan Jumlah Diaspora

Bila sekarang jumlah diaspora Indonesia baru 7-8 juta, maka dengan adanya bonus demografi bukan mustahil jumlah ini meningkat tajam dan tersebar di seluruh dunia. Maka bukan mimpi bila nanti di setiap negara kita akan menjumpai "Kampung Indonesia" seperti sekarang kita tahu ada "China Town" dan "Little India". Para diaspora ini adalah agen yang mengharumkan nama Indonesia, beberapa diantaranya meraih kesuksesan taraf internasional. Sebut saja, Sehat Sutardja (CEO Marvell Technology Group), Syamsi Ali (imam besar di masjid New York), Tania Gunadi (artis Hollywood), dan masih banyak yang lainnya.

Kunci dari keberhasilan bonus demografi ini adalah peranan pemerintah dalam menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, kesempatan dan lapangan kerja, juga kepastian hukum. 

Poin terakhir yang saya sebutkan itu sangatlah penting, jangan sampai kasus dr. Warsito (penemu alat penyembuh kanker otak dan kanker payudara) yang kliniknya ditutup dan dilarang meneruskan risetnya. Atau kasus Dasep Ahmadi, pembuat mobil listrik yang dihukum 7 tahun penjara. Dan yang terbaru kasus pengusaha UMKM makanan bayi, Bebiluck yang dibredel usahanya karena keruwetan mengurus perizinan usahanya. Bila hal ini dibiarkan maka akan menimbulkan trauma dari kreator-kreator anak bangsa untuk berkarya di negara tercinta Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum, kalau para profesional Indonesia yang tinggal di luar negeri enggan pulang ke Indonesia karena kurangnya penghargaan dari pemerintah. Seperti Ricky Elson, pelopor mobil listrik di Indonesia yang meninggalkan Jepang namun di Indonesia malah tersia-sia. 

Bila hal-hal di atas tidak terpenuhi, maka bonus demografi hanya akan menjadi masalah sosial dan bencana:

Meningkatnya Pengangguran

SDM yang berlimpah hanya akan menjadi  beban bila pemerintah tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan buat mereka. Apalagi bila SDM itu tidak dibarengi dengan skill, akan bertambah berat beban negara.

Meningkatnya Kejahatan

Susahnya mencari pekerjaan atau semakin ketatnya persaingan kerja akan membuat orang mencari cara instan; penipuan, pencopetan, penjambretan, perampokan, begal akan terjadi di mana-mana. Selain itu beban hidup yang berat akan membuat orang cepat naik darah dan gelap mata, tersinggung sedikit main bacok dan bunuh.

Meningkatnya Depresi

Depresi akibat dari persaingan hidup yang ketat, persaingan mendapatkan sekolah favorit, perguruan tinggi negeri favorit, dan pekerjaan yang bagus. Tak heran bila sedari kecil, anak-anak Indonesia dituntut untuk bisa ini-itu, mengusai ini-itu, karena memang situasinya menuntut mereka untuk seperti itu. Tidak cukup hanya pandai di sekolah, tapi juga harus punya keahlian.

Untuk meredam permasalahan sosial yang akan timbul akibat bonus demografi tersebut, saya setuju dengan peneliti IPADI Kalbar, M. Luthfi dan Wahyudi agar pemerintah memberikan langkah-langkah kesiapan menghadapi, diantaranya melakukan pemetaan potensi kesempatan kerja di tiap-tiap daerah guna menjaga ketersediaan lapangan kerja, penyiapan tenaga kerja terkait keanekaragaman jenis pekerjaan maupun konpetensinya, mendorong investasi padat karya dengan spesifikasi disesuaikan tingkat pendidikan rata-rata masyarakat. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan mutu modal manusia mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, dan penguasaan teknologi. 

Membangun jiwa kewirausahaan pada generasi muda serta memfasilitasi pelatihan-pelatihan tenaga kerja dan memberikan ketrampilan kepada tenaga kerja produktif serta pengembangan ekonomi kreatif berdasarkan potensi unggulan tiap-tiap wilayah juga perlau dilakukan untuk kesiapan menghadapi bonus demografi. Jangan sampai bonus demografi yang digadang-gadang bisa digunakan sebagai momentum upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia hanya akan berlalu begitu saja, atau justru kedatangannya akan membawa malapetaka di suatu daerah.

Sementara itu, tugas kita sebagai orangtua adalah mempersiapkan anak-anak kita agar bisa menjadi pribadi yang mandiri dan berdaya guna. Tidak menjadi beban orangtua (keluarga), masyarakat, dan negara.

Irra Fachriyanthi

Facebook: https://www.facebook.com/irfach

Twitter: @irfach

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun