Secara subyektif, aku merasa penduduk Yerevan tidak seramah penduduk Tbilisi. Mungkin ini observasi sekilas. Mungkin juga cerminan kehidupan Yerevan yang memang terlihat lebih keras.
Perjalanan ziarah ke Georgia dan Armenia ini sukses membuka mata batin spiritualku, membuat iman Katolikku menjadi lebih kokoh. Sungguh kesempatan untuk melakukan refleksi diri dan refleksi keruhanian yang luar biasa.
Selain itu, perjalanan ini juga membuka mata akan sisi keseharian dua negara ini yang sering luput dari pemberitaan.
Sejarah yang kaya, peninggalan-peninggalan sejarah yang terawat baik, dan menjadi bagian dari warisan dunia UNESCO serta keramahtamahan penduduk Tbilisi maupun Yerevan, menjadi kenangan tersendiri. Tentu saja juga makanan tradisional maupun anggur setempat yang khas dengan rasa yang berbeda.
Pada akhirnya, selalu saja setiap akhir perjalanan, ku mengucap, I shall return.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H