Dengan postur tubuh yang rata-rata tampak kokoh kuat, penduduk kotanya sendiri tampak ramah. Yang unik, isu gender tidak terlihat jadi masalah di sini. Perempuan mengambil peran yang sama pentingnya dengan lelaki. Mungkin begitulah cara mereka bertahan selama lebih dari dua milenium.
Curchkela makanan khas Georgia yang berwarna-warni membuat perjalanan dan segala pengalaman serasa lebih lengkap. Seperti kata pepatah, act like a local, eat like a local.
Perjalanan ziarah berlanjut ke negeri tetangga Georgia, yaitu Armenia. Negara ini berbatasan juga dengan Turki di sebelah Timur, dan tidak memiliki akses ke lautan (land-locked). Posisi geografis Armenia menempatkan wilayah ini separuh di Eropa dan separuh di Asia.
Armenia juga memiliki sejarah Apostolik yang panjang dan kaya. Akar sejarah Kekristenan di Armenia bermula saat Rasul Bartolomeus dan Yudas Tadeus melakukan perjalanan penginjilan mereka pada abad pertama Masehi. Waktu itu, Armenia masih berbentuk kerajaan (331 SM sampai 428 M).
Menyusuri tapak-tapak sejarah Santo Bartolomeus memberi pengalaman spiritual tersendiri bagiku.
Gereja-gereja dan biara-biara tua yang indah dan karismatik, menjadi lanskap sejarah yang mengesankan.
Salah satunya adalah biara di kota Haghpat di Armenia bagian Utara, empat jam perjalanan dari Yerevan, ibukota Armenia. Biara ini masih menyimpan relik tua Santo Bartolomeus.
Ziarah menjadi semakin mengesankan saat mampir ke tempat pembuatan Lavash, roti tradisional Armenia. Adonan tanpa ragi ditipiskan, kemudian dipanggang dalam kompor batu yang dinyalakan dibawah lantai. Rasanya? Hmm.. yummy.. Lagi-lagi, my culinary adventure.
Armenia melepaskan diri dari Uni Soviet pada tahun 1991. Namun perjuangan sebagai negara merdeka rupanya tidak mudah. Konflik datang silih berganti. Belum lagi arus pengungsian dari wilayah-wilayah konflik di sekitarnya.
Namun belakangan, Bank Dunia mencatat Armenia mulai tumbuh, seiring stabilitas politik dan keamanan dalam negeri. Perekonomiannya menunjukkan daya tahan yang kuat.
Secara sosial, gereja-gereja di Armenia masih bergelut dengan masalah aborsi. Ini memang menjadi tantangan tersendiri bagi para pemimpin gereja di sana.