3. Pralon diiris kira-kira menyerupai busur, jangan garis lurus.
4. Setelah diiris, bagian atas ditekuk ke dalam, sedangkan irisan bagian bawah ditarik kebawah agak ke depan supaya agak menonjol agar tanah dan tanaman bisa tertahan tidak jatuh keluar. Bayangkan saja seperti bibir bawah kita yang ditonjolkan keluar. Hehe… ini hanya imajinasi saya, lho.
Peragaan pembuatan wadah ini dilakukan oleh guru-guru pembina.
Aksi mereka bukan terbatas di sekolah saja. Mereka sudah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar menyangkut kepedulian terhadap lingkungan hidup, termasuk pemilahan dan pengolahan sampah sampai menjadi kompos.
KPKC Tarakanita 2 telah menjalin hubungan dengan Kelurahan setempat dan sempat menghadiahkan tabung pengolahan kompos kepada RW yang mengikuti pelatihan.
Semoga komposter itu sudah berdaya guna, di RW-RW tersebut, ya.
Nanti apabila saya sudah ikut pelatihan, saya akan bercerita lebih banyak tentang seluk beluk pembuatan kompos. Sementara ini, info yang saya dapat baru terbatas pada hal bahwa sampah organik yang dimasukkan ke tabung komposter itu akan menghasilkan pupuk cair yang otomatis mengendap ke bawah karena tabung itu dilengkapi saringan di bagian bawah dan ada kran untuk mengalirkan pupuk cair keluar dari tabung.
Selain tugas memasukkan sampah organik, seminggu sekali sampah itu harus disemprot dengan suatu zat cair. Lanjutannya nanti ya kalau saya sudah belajar.
Ah...ha! Saya jadi tambah ilmu. Selama ini, saya hanya mengonggokkan sampah-sampah daun dan menunggu sampai lapuk atau saya tanam disekeliling pohon. Adapun sampah dapur saya, tempatnya di lubang biopori.
Saya sih, bukannya tidak pernah mendengar hal pembuatan kompos, tapi saya kira ribet, jadi ngapain repot.