Hidup ini adalah sebuah kompetisi. Kalimat itu mungkin sering kita dengar dalam hidup sehari-hari.Â
Bukan hanya lewat dunia nyata, namun juga melalui media sosial, kita sering merasa bahwa orang lain mampu meraih kesuksesan di atas kita. Media sosial juga memburamkan dan menyempitkan pandangan kita akan kehidupan.Â
Oh, si itu sudah menikah, oh si itu sudah bisa punya mobil dan rumah, sementara aku belum punya apa-apa. Mungkin itu yang sering terlintas di benak kita ketika melihat pencapaian orang lain yang terpampang nyata di media sosial.
Dulu, saya pun sempat mengalami itu semua. Larut dalam kekecewaan diri karena merasa diri tidak bisa memenuhi sesuatu yang disebut sebagai standar kehidupan dalam masyarakat.Â
Namun, lama-kelamaan, ada sesuatu yang mengganjal dalam diri.Â
Kenapa saya tidak pernah merasa cukup? Haruskah saya hidup sesuai dengan apa yang menjadi standar kebahagiaan dan pencapaian orang lain?
Belajar merasa cukup, itulah metode yang saya gunakan.Â
Jika kita sering mendengar orang lain menyuruh kita untuk terus berusaha tanpa lelah, maka kali ini saya justru ingin memberikan pandangan lain yakni belajarlah untuk merasa cukup.Â
Cukup berarti belajar mensyukuri apa yang kita miliki, mulai dari hal yang kita temui sehari-hari.Â
Napas yang kita hirup, makanan dan minuman yang kita santap, udara yang kita nikmati, hingga rumah yang menjadi tempat kita bernaung serta keluarga yang menunggu di rumah, itu semua adalah berkat yang tidak akan terganti.Â
Mengapa saya mengajak kita untuk belajar merasa cukup mulai hari ini? Ingatlah, manusia sejatinya adalah makhluk yang tidak akan pernah puas.Â
Begitu ia mendapatkan sesuatu, maka ia akan menginginkan hal lainnya.Â
Untuk itulah, ada di satu titik dalam hidup manusia, di mana ia bisa berhenti sejenak untuk merasa cukup.Â
Cukup bukan berarti kita menyerah atau hanya berpangku tangan.Â
Cukup adalah ketika menerima segala proses yang ada, tetap berjuang, tetap bekerja dengan sepenuh hati, tetap melayani orang-orang di sekitar kita dengan hati yang tulus ikhlas, namun tidak terlalu keras dengan diri sendiri ketika kita jatuh maupun gagal.
Saya baru beberapa tahun belakangan menerapkan cara hidup seperti ini dan hasilnya cukup memuaskan.Â
Sedikit demi sedikit, saya berubah dari pribadi yang haus akan segala hal, menjadi pribadi yang belajar untuk lebih menerima, lebih ikhlas.Â
Meskipun begitu, perjalanan saya untuk berkembang masih panjang. Saya harus sering mengingatkan diri agar tidak jatuh dalam hal yang sama.
Belajar merasa cukup membuat saya berhenti membandingkan diri, kehidupan terasa lebih ringan dan santai dalam berpikir.Â
Belajar merasa cukup juga membuat saya lebih fokus untuk hadir bagi teman-teman dan keluarga.Â
Cara ini juga sangat efektif untuk perlahan menyingkirkan rasa insecure dan perfeksionis yang saya miliki.Â
Pada akhirnya, segalanya menjadi lebih indah ketika kita bisa melihat dari sudut pandang berbeda.Â
Semoga apa yang saya bagikan ini bisa bermanfaat bagi semua yang membaca tulisan ini. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H