Mohon tunggu...
irene alvianingsih
irene alvianingsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - simple

hamba allah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perkembangan Psikologi Anak Korban Kekerasan Seksual Menurut Teori Ekologi

19 April 2021   14:27 Diperbarui: 19 April 2021   14:31 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama   : Irine Alvianingsih

NIM    : 1903016073

FITK/UIN Walisongo Semarang (PAI4B)

PENDAHULUAN

Perkembangan adalah perubahan yang teratur,sistematis, da terorganisisr yag mempunyai tujuan tertentu. Perkembangan memiliki beberapa ciri,yaitu: berkesinambungan,kumulatif, bergerak ke arah yang lebih kompleks dan holistik. Perkembangan psikososial berarti perkembangan sosial seorang individu ditinjau dari sudut pandang psikologi (Yudrik Jahja,2011). Teori ekologi memandang bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh konteks lingkungan. Hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungan yang akan membentuk tingkah laku individu tersebut. Informasi lingkungan tempat tinggal anak untuk menggambarkan, mengorganisasikan dan mengklarifikasi efek dari lingkungan yang bervariasi. Teori ekologi memandang perkembangan anak dari tiga sistem lingkungan yaitu mikrosistem, ekosistem dan makrosistem. Ketiga sistem tersebut membantu perkembangan individu dalam membentuk ciri-ciri fisik dan mental tertentu.

 Sangatlah penting bagi kita mengetahui bagaimana perkembangan psikososial dari seorang anak terutama dizaman teknologi seperti sekarang. Perkembangan teknologi yang semakin pesat dapat mempengaruhi perkembangan psikososial seorang anak. Kemajuan teknologi mempunyai dampak positif maupun negatif pada anak. Salah satu dampak negatifnya yaitu anak bisa mendapatkan pelecehan seksual secara daring(online) baik berupa foto maupun vidio yang tidak senonoh. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif dalam  perkembangan psikologi anak korban kekeresan seksual. Pada esai ini, penulis akan memaparkan bagaimana perkembangan  psikososial anak setelah menjadi korban kekerasan seksual berdasarkan teori Ekologi .

PEMBAHASAN DAN ISI

Pelecehan seksual pada anak adalah fenomena yang semakin sering terjadi di lingkungan kita. anak menurut pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak masih didalam kandungan, sedangkan kekerasan seksual terhadap anak menurut ECPAT (Child Prostitution In Asia Tourism) Internasional merupakan hubungan atau interaksi antara seorang anak dan seorang yang lebih tua atau orang dewasa seperti orang asing. Selain itu, peleceha seksual pada anak jika salah satu pelakunya lebih tua. Pelaku pelecehan seksual pada anak tidak hanya daripihak luar. Namun, banyak juga dari pihak keluarga sendiri yang menjadi pelakunya. Tindakan pelecehan seksual pada anak bisa berupa ciuman, menyentuh kemaluan, memperlihatkan kemaluan, atau berhubungan seksual.

Pelecehan seksual pada anak terjadi karena anak dibujuk,dipaksa, atau diancam. Faktanya, banyak anak yang tidak menyadari bahka tidak memahami tindakan yang dilakukan atau yang diminta kepada dirinya. Terlebih lagi kekerasan seksual terjadi tidak hanya berbentuk kontak fisik. Pelecehan seksual pada anak kini dapat dilakukan dengan daring (online), baik berupa foto maupun gambar yang tidak senonoh.

Menurut data dari Bidang Perlindungan anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar mengatakan, sejak Januari hingga 31 Juli 2020 tercatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak di Indonesia.Menurut dia, dari angka tersebut yang paling banyak dialami oleh anak adalah kekerasan seksual Hal itu ia katakan berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) sejak 1 Januari hingga 31 Juli 2020."Dari angka ini (4.116 kasus), angka yang paling tinggi itu angka korban kekerasan seksual," kata Nahar dalam webinar bertajuk "Percepatan Pengembangan PATBM di Masa Pandemi Covid-19 Tahap II" pada Senin (24/8/2020).

Ia melanjutkan, angka 4.116 kasus memang tidak berbeda jauh dari angka kekerasan pada anak tahun sebelumnya. Namun, menurut Nahar, angka korban kekerasannya justru terus bertambah. "Jadi angka kenaikan ini hasil analisis kami di Jakarta itu, sebut saja satu pelaku, melibatkan beberapa korban," ujarnya. Jika dirincikan ada 2.556 korban kekerasan seksual, 1.111 korban kekerasan fisik, 979 korban kekerasan psikis. Kemudian, ada 346 korban pelantaran, 73 korban tindak pidana perdanganan orang (TPPO) dan 68 korban eksploitasi. Sebanyak 3.296 korban anak perempuan dan 1.319 anak laki-laki. "Salah satu contoh waktu yang pelaku warga negara Perancis misalnya korbannya 300," ucap dia (sumber kompas). Adapun kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia.

Kasus bocah korban sodomi pamannya. Bocah laki-laki usia 4 tahun di Kota Palopo Sulawesi Selatan, dilarikan ke rumah sakit akibat dicabuli pamannya sendiri, ER (23). Korban mengalami luka-luka di area dubur."Pelaku adalah Saudara ER, paman korban," kata Kapolres Palopo AKBP Alfian Nurnas wartawan, Sabtu (21/11/2020). Korban awalnya sedang bermain di rumah neneknya di Palopo pada Jumat (20/11) sekitar pukul 17.30 Wita. Pelaku kemudian tiba-tiba datang membawa korban ke sebuah gubuk berjarak cukup jauh dari permukiman warga.Sampai di gubuk, pelaku langsung melucuti pakaian korban dan mencabuli korban. Korban pun mengalami luka-luka dibuatnya. "Atas kejadian tersebut, korban mengalami luka berupa lebam pada lubang anus, tampak luka pada anus arah jam 2, nyeri tekan lubang anus," tutur Alfian.

Setelah melakukan sodomi jahat itu, pelaku membawa korban pulang ke rumah neneknya. Aksi pelaku kemudian terbongkar setelah korban menangis histeris saat dijemput oleh ibunya.Setelah mengetahui peristiwa yang terjadi, korban pun dilarikan ke RS terdekat oleh ibunya. Bahkan korban harus dirujuk akibat luka-luka yang dialaminya. "Awalnya korban dirawat di RS Mega Buana, Palopo, namun dirujuk ke RSUD Sawerigading, Palopo," tutur Alfian.Sementara itu, pelaku ER langsung ditangkap warga. Selanjutnya dia dibawa ke Polres Palopo untuk diproses hukum lebih lanjut.

Jika dilihat dari kasus kekerasan seksual anak di keluarga yang terjadi di Palopo, Sulawesi Selatan jika dianalisis menggunakan teori ekologi dalam kasus ini kekerasan seksual yang terjadi termasuk dalam familial abuse yaitu kekerasan seksual yang mana korban dan pelaku masih memiliki hubungan darah dan menjadi bagian dalam keluarga. Dengan kasus tersebut maka anak yang merupakan korban dalam masa perkembangannya mendapatkan perilaku yang tidak seharusnya ia terima jika melihat statusnya yang merupakan keponakan dari pelaku dan dapat memberikan dampak negatif bagi masa perkembangannya. Subsistem keluarga yang merupakan bagian dari mikrosistem berperan besar dalam pengembangan karakter anak. Apabila keluarga mempunyai struktur yang kokoh dan menjalankan fungsinya dengan optimal maka akan menghasilkan outcome yang baik kepada seluruh anggota keluarganya. Dalam kasus ini peran keluarga dalam melindungi salah satu bagiannya yaitu anak tidak dipenuhi dalam kasus tersebut, kekerasan seksual yang terjadi pada anak dikeluarga dapat memberikan dampak negative jangka panjang bagi korban.

Tindakan kekerasan seksual pada anak membawa dampak emosional dan fisik kepada korbanya. Secara emosional, anak sebagai korban kekerasan seksual mengalai setress, depresi, gonjangan jiwa,adanaya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri,bayangan kejadian,mimpi buruk,insomnia, ketakutan,sakit kronis,kecanduan. Selain itu muncul gangguan-gangguan psikologi seperti pasca traumatic stres disorder (ptsd), penyakit jiwa lain termasuk gangguan kepribadian dan gangguan identitas,bahkan adanya cedera fisik (Levintan et al,2003).Hal ini tentu saja dapat mengganggu mental serta kejiawaan sang anak, terlebih dalam menjalani aktivitasnya.Bahkan, jika tidak segera ditangani, perkembangan dan pertumbuhan anak akan terganggu. Kekerasan seksual yang dialami anak-anak tidak selalu menimbulkan dampak langsung. Hal ini karena pemahaman seorang anak pada peristiwa yang dialaminya berbeda-beda.

Berbagai cara tentu akan ditempuh oleh orangtua, untuk  menghilangkan gangguan psikologis akibat pelecehan dan kekerasan seksual tersebut. Namun, terkadang berbagai cara yang dilakukan belum tentu dapat mengatasi gangguan psikologis yang dialami. Cara penanganan yang salah justru dapat membuat anak semakin bertambah depresi. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu penanganan yang tepat dan efektif untuk dapat menetralkan gangguan psikologis tersebut. Adapun cara untuk menghilangkan gangguan psikologis pada anak korban kekeresan seksual dengan menggunakan beberapa cara.

Metode Hipnoterapi.

Metode penyembuhan hipnoterapi dapat menetralkan gangguan psikologis tersebut.Hipnoterapi dapat memulihkan gangguan psikologis yang dialami oleh anak akibat tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Caranya tentu berbeda seperti hipnotis yang kita lihat di tayangan televisi. Hipnoterapi pada anak dapat dilakukan melalui cerita atau imajinasi, sehingga anak tidak dipakasa untuk diam dan tidur kemudian baru diberikan sugesti-sugesti. Selain itu, pada dasarnya sifat seorang anak memang aktif dan senang untuk bermain. Ketika sang anak diajak untuk bercerita, maka dia akan masuk dalam kondisi hipnosis dengan sendirinya. Pada tahap inilah seorang terapis akan memberikan kerangka pikir pemulihan, melakukan netralisasi makna dari kejadian yang telah dialami, kemudian memberikan penguatan.

Hipnoterapi non-formal melalui cerita diawali dengan pengenalan kondisi anak yang mengalami gangguan psikologis. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi seberapa parah gangguan psikologis yang dialami oleh anak tersebut. Kemudian tahap berikutnya adalah menentukan cerita apa yang nantinya akan digunakan ketika melakukan proses hipnoterapi atau hipnosis. Selanjutnya, yang tidak kalah penting adalah penentuan strategi untuk dapat berkomunikasi dengan sang anak. Terakhir perubahan dapat dilihat dari respons anak.

Cepat atau lambatnya pemulihan melalui hipnoterapi ini tergantung dari seberapa parah gangguan psikologis yang dialami oleh sang anak. Semakin berat stress, depresi, dan trauma yang dialami, maka penyembuhan juga akan memerlukan waktu yang lebih panjang. Namun biasanya pemulihan berlangsung selama 2---3 bulan. Setelah itu, sang anak dapat kembali menjalankan aktivitasnya sehari-hari dengan normal.

Manfaat lain dari hipnoterapi adalah untuk mengharmoniskan kondisi mental seperti segala macam phobia, trauma masa lalu yang pernah dialami, luka batin atau dendam, dan psikosomatis (sakit fisik yang disebabkan oleh beban pikiran). Oleh sebab itu, hipnoterapi merupakan cara yang tepat untuk mengoptimalkan fungsi bawah sadar manusia, sehingga klien akan menyembuhkan dirinya sendiri secara unik tanpa ada paksaan untuk melupakan kejadian yang pernah dialami. Tetapi dengan melihat masalah sebagai suatu peluang untuk kembali tumbuh dan berkembang.

Rehabilitas

Rehabilitasi sangat dibutuhkan bagi korban kekerasan seksual terutama korbannya merupakan korban yang masih dibawah umur yang dapat memberikan efek negatif bagi perkembangan anak dalam menuju masa dewasanya. Tetapi akan lebih efektif jika penanganan yang dilakukan dengan melakukan semua poin yang terdapat pada Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation for Victims of Gross Violations of International Human Rights Law and Serious Violations of International Humanitarian Law yaitu restitusi yang tujuannya untuk mengembalikan kembali kondisi korban menjadi seperti semula pada saat belum terjadinya permasalahan. Kompensasi juga bisa dilakukan pada korban yang banyak menerima kerugian baik fisik dan juga masa depan korban karena harus putus sekolah karena kondisi fisiknya yang sedang mengandung. Selain itu korban lebih baik juga mendapatkan jaminan kepuasan dan ketidakberulangan atas pelanggaran yang menimpanya yaitu kekerasan seksual. Sehingga korban merasa aman dan tidak takut kejahatan tersebut dapat menimpanya lagi (Utami Zahirah,dkk. Vol 6, No: 1,2019)

KESIMPULAN

Semakin banyaknya kasus-kasus kekerasan pada anak terutama kasus kekerasan seksual (sexual violence againts) dan menjadi fenomena tersendiri pada masyarakat modern saat ini. Anak-anak rentan untuk menjadi korban kekerasan seksual karena tingkat ketergantungan mereka yang tinggi. Sementara kemampuan untuk melindungi diri sendiri terbatas. Berbagai faktor penyebab sehingga terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan dampak yang dirasakan oleh anak sebagai korban baik secara fisik, psikologis dan sosial. Melihat dampak yang diakibatkan oleh kekerasan seksual yang dialami oleh anak[1]anak yang menjadi korban maka dalam penanganannya sangat diperlukan penanganan yang tepat kepada korban seperti hipoterapi, rehabilitasi dan juga jaminan kepuasan dan ketidakberulangan atas pelanggaran yang menimpanya.

DAFTAR PUSTAKA

Jahja, yudrik, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana media grup, 2011

Levitan, R. D., N. A. Rector, Sheldon, T., & Goering, P. (2003). Childhood Adversities Associated with Major Depression and/or Anxiety Disorders Incommunity Sample of Ontario Issues of Co-Morbidity and Speci ty. Depression & Anxiety (online)

Zahirah, Utami, DAMPAK DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL ANAK DI KELUARGA, Vol 6, No: 1 Hal: 10 - 20 April 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun