Insting dasar berikutnya adalah seks, pemenuhan kebutuhan dasar untuk berkembang biak menjadi satu-satunya faktor utama hewan melakukan hubungan kelamin, pola dan tingkah laku kemudian menjadi pembeda antara satu jenis hewan dengan hewan lainnya pada beberapa kasus,sebagai contoh: hewan mamalia seperti kudanil akan bertaruh nyawa dengan kudanil jantan lainnya demi memperebutkan kudanil betina, tidak sampai disitu sang kudanil jantan pemenang duel harus kembali berduel dengan kudanil betina sampai kudanil betina mampu dikalahkan. Menjadi sedikit berbeda pola dan tingkah laku kepemilikikan insting dasar tersebut dengan burung merak, burung merak jantan akan memamerkan indah warna dan variasi ekornya untuk menarik perhatian sang merak betina tanpa harus terjadi pertumpahan darah.
Sebelum Sigmund Freud dengan teori psikoanalisanya mengungkapkan tentang kepemilikan insting dasar, Thomas Hobbes sudah memperkenalkan tentang homo homini lupus yang artinya(manusiaadalah serigala bagi manusia lainnya).Hal tersebut mempertegas kesamaan manusia bukan hanya pada bentuk fisik tetapi juga pada kepemilikan insting dasar. Insting untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar dengan jalan konfrontasi, penaklukkan, pemaksaan, pertumpahan darah demi merebut atau mempertahankan wilayah kekuasaan, serta mendapatkan posisi puncak rantai makanan (status sosial). Tak heran jika sering terjadi pertikaian maupun perselisihan antara individu dengan individu lainnya, kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya karena menurut Friedrich Nietsczhe kehendak untuk berkuasa menjadi alasan dominan bagi seseorang untuk memperjelas keberadaanyad an menyalurkan kepentingannya, dengan berkuasa atas yang lain seorang manusia dapat terhindar dari predikat yang dikuasai (lemah), dengan berkuasa maka segala kemudahan akan mengikuti kemauan sang penguasa, dengan berkuasa superioritas akan tercipta dan menjadi kemewahan tersendiri dalam lingkup kehidupan serta aktifitas sosial
Manusia Adalah Hewan Yang Berpikir (Sebuah Paradoks Yang Berujung Penghakiman)
Manusia dianugerahi sebuah potensi lahiriah yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya, yaitu akal dan pikiran, dengan akal dan pikiran manusia menjadi berbeda dengan hewan, manusia mampu memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang benar mana dan mana yang salah, mana yang indah dan mana yang tidak indah, dengan akal dan pikiran manusia mampu menciptakan peradaban dan kebudayaan yang dengan hal tersebut manusia senantiasa berlomba-lomba untuk menjadi pribadi yang bermanfaat dan berguna bagi manusia lainnya.
Akal inilah yang kemudian menakar setiap tindak tanduk kita dalam pergumulan, akal inilah yang melahirkan berjuta pemikiryang menggagas ide, akal ini pula yang menghantarkan kebenaran menjadi ketidakbenaran maupun sebaliknya, terdapat perbedaan pendapat mengenai akaldan jiwa, pendapat pertama menyatakan bahwa akal berdiri sendiri, pendapat yang kedua menyatakan jiwapun berdiri sendiri, pendapat yang ketiga menyatakan bahwa akal dan jiwa merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan secara fungsi namun dapat dibedakan secara peran.
Pendapat yang ketiga memaparkan bahwa akal berfungsi sebagai pengontrol pikiran, dan jiwa adalah sumbu utamanya. Artinya ketika jiwa terganggu dengan sebuah fenomena maka akal akan berperan sesuai fungsinya. Orang yang mengalami gangguan jiwa akan berperan sesuai dengan apa yang ada dalam benak pikirannya, menjadi tidak terkontrol ketika peran yang terlihat dianggap sebagai kesepakatan yang keluar dari pemahaman kita secara umum. Contoh sederhana orang yang mengalami depresi berat karena ditinggal mati oleh istrinya akan menjadi berbeda dari sebelumnya, yang hal itu keluar dari perilaku kebiasaan dirinya.
Jiwa manusia adalah integrasi antara jiwa tumbuhan dan jiwa binatang, memiliki jiwa tumbuhan karena manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang, yang pada fase peralihan dari remaja kedewasa akan mengupayakan segala hal untuk mencapai tujuan-tujuan hidupnya, dalam arti sederhana manusia akan tumbuh dan berkembang seiring dengan proses yang dialaminya dan hal tersebut sama dengan tumbuhan. Jiwa binatang, manusia sebagaimana insting dasarnya memiliki kemauan, keinginan, pemenuhan akan kebutuhan, kehendak untuk menaklukkan dan lain sebagainya, hal ini sebagaimana yang telah penulis paparkan di awal.
Pada realitas kehidupan yang memiliki konsekuensi logis atas berbagai pilihan-pilihan, kemampuan memaksimalkan potensi jiwa yang memiliki kecenderungan pada kebaikan dan kebenaran saja yang pada akhirnya akan menjadi peta panduan perjalanan manusia untuk sampai pada tujuan mulianya, tujuan untuk menjadi manusia seutuhnya, insan kamil dan khalifah dimuka bumi, tujuan yang diawali dengan something given (sesuatu yang diberikan) oleh Tuhan berupa kecenderungan pada kebaikan dan kebenaran adalah kodrat yang pada seleksinya disadari atau tidak sedikit demi sedikit tergerus oleh jiwa binatang, jiwa yang senantiasa mengontrol pikiran hanya pada upaya untuk menjatuhkan orang lain, melakukan penghakiman secara membabi buta dan kegilaan pada pengakuan akan eksistensi ditengah-tengah komunitas atau masyarakat.
Anasir tersebut yang tak jarang diakomodasi sendiri oleh jiwa kita, menerima dan menjadikan doktrin kekuasaan sebagai satu-satunya jalan untuk mendapat peng-aku-an dari yang lain. Menjadi paradoks ketika hakikat kebenaran justru disalahartikan atas ketidakmampuan akal dan pikiran mengontrol jiwa kebinatangan yang penuh dengan kebencian, penaklukkan, perselisihan, pertikaian dan pertumpahan darah.
Mengembalikan Visi (Memilah dan Memilih Mana Kebenaran dan Mana Pembenaran)
Opini yang lahir karena persepsi merupakan refleksi atas keinginan manusia mengoptimalkan panca indera yang dimiliki,mengerahkan nalar dengan melakukan observasi dan verifikasi menjadi mutlak diperlukan agar opini yang terbangun tidak mentah, parsial ataupun subjektif.