Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Style Slow Living Monggo Nang Njago Aja (Seri Berwisata ke Desa Aja #14)

20 Desember 2024   19:34 Diperbarui: 20 Desember 2024   19:34 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Giat Minggu pagi dokpri Monggo Nang Njago foto ini karya Suad Tumpang November 2024 

Mengenal Style Slow living di Monggo Nang Njago

Foto giat Minggu pagi di Monggo Nang Njago karya Suad Tumpang November 2024
Foto giat Minggu pagi di Monggo Nang Njago karya Suad Tumpang November 2024

Style hidup ala Slow living tidak hanya khusus bagi pensiunan atau persiapan mau pensiun. Mereka yang muda banyak memilih berdomisili di desa dan hidup ala Slow living di dalamnya, meskipun mereka tiap hari harus bekerja keluar kampung. Di era modern banyak orang orang muda yang terkena sakit stroke hingga berbagai bentuk penyakit lainnya dikarenakan pola kerja dalam tekanan namun meninggalkan konsep style Slow living.

Mesin saja bisa rusak jika dipaksa kerja tanpa mengenal konsep istirahat, apalagi tubuh manusia. Slow living bukan hidup santai melulu yang menolak kerja keras. Slow living adalah kondisi yang nyaman sesuai tingkat kemampuan yang bersangkutan. Artinya dengan kemampuan dompet masing masing, mampukah hidup layak dan sehat ? Di tengah kota dengan cafenya, harga makan sudah berapa ? Dengan gaji kita apa mampu ? Di Monggo Nang Njago ada menu makan seharga 3000 perak. Bisa kenyang tak lebih dari 20.000 perak. Tak Hanya di wilayah Njago, di wilayah desa diseputar kecamatan Tumpang, untuk memenuhi standar hidup slow living sesuai dompet, insya Allah masih mampu dijangkau. Inilah daya tarik hidup di desa.

Menikmati Guyub Rukun Bumi Nusantara masih lestari di desa.

Indonesia, sebenarnya sangat menarik minat wisatawan asing untuk melihat seni budaya tradisi yang mereka sendiri tidak memilikinya di negeri asalnya. Jadi aneh rasanya jika generasi Indonesia sendiri ternyata malah bergaya hidup ala barat, jepang atau Korea.

Hidup dalam konsep Guyub Rukun ala Bumi Nusantara ini masih tumbuh lestari di desa. Inilah konsep slow living yang riil. Ada gotong royong. Ada musyawarah mufakat. Saling sapa dalam guyub rukun antar tetangga. Hal hal yang digagas Presiden Soekarno ini masih lestari dan dapat kita jumpai kembali di Monggo Nang Njago.

Dusun Njago dan Desa Tumpang adalah sebuah wilayah yang sudah didiami masyarakat asli Nusantara, minimal sejak masa Kerajaan Singhasari. Keberadaan candi Jago di dusun Tumpang merupakan buktinya. Candi tersebut merupakan situs cagar budaya bertaraf nasional yang patut dijaga dan membanggakan bagi warga jago dan sekitarnya. Kenapa ? Jaman kerajaan Singhasari saja Njago ini sudah istimewa sehingga jadi tempat terpilih untuk peristirahatan terakhir bagi Raja Wishnu Wardhana. Tak semua tempat dijadikan lokasi sebagai candi dan jago ternyata terpilih. Tentu sejak masa itu daerah jago sudah sangat layak dijadikan tempat dengan standar suasana slow living. Pembangunan Candi Jago sendiri berlangsung sejak tahun 1268 sampai dengan tahun 1280.

Dan Dalam catatan mpu Prapanca,  Selama tahun 1359, Candi Jago merupakan salah satu tempat yang sering dikunjungi Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit. Berarti posisi candi jago ini sangat istimewa pada masa Majapahit. Seorang Maharaja Masa Majapahit tercatat paling sering mengunjungi Njago, berarti di masa kejayaan Majapahit, Njago telah jadi daerah pilihan slow living yang keren.
Bagaimana tidak keren, seorang Maharaja saja berkenan hadir ke daerah Njago.

Jadi warga Njago dan tumpang patut berbangga dengan fakta sejarah yang jika dihitung dari awal peletakan batu pertama candi jago maka Njago ini sudah berumur 756 tahun. Keren bukan ?

Slow living ala Monggo Nang Njago

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun