Rombongan senopati dan prajurit pilihan beserta beberapa penduduk itu mendekati Raja Jaka Wangsa. Salah seorang memegang kedua tangan raja yang menyamar itu.
"Hei, kamu mata-mata dari kerajaan seberang, kan?"
"Apa yang kamu perbuat di wilayah kerajaan kami?"
"Hei, dengar saya bukan mata-mata, saya Jaka Wangsa, raja kalian." Raja Jaka Wangsa berusaha menjelaskan jati dirinya.
"Halah, ngaku-ngaku raja lagi."
"Kamu tak usah mengelak."
"Benar saya ini raja kalian."
"Kamu bohong, Raja Jaka Wangsa ada di istana, beliau yang memerintah kami untuk menangkapmu."
Entah siapa yang memulai lebih dahulu. Raja yang malang itu dikeroyok oleh prajurit dan rakyatnya sendiri. Mereka menyerang Jaka Wangsa dengan membabi buta dan tanpa ampun.
"Teluk, teluk." Teriakan yang keluar dari mulut Raja Jaka Wangsa tak mereka pedulikan. (Takluk, takluk).
Mereka terus saja memukul dan menendang sang raja hingga tak berdaya. Melihat mata-mata yang menyamar itu sudah tak berdaya, pukulan mulai berkurang.