"Kita akan ke mana, Mbak?" tanyaku penasaran.
"Nanti kau akan tahu." Pandangannya fokus ke arah jalan.
Empat puluh menit kemudian, mobil berbelok ke sebuah bangunan tinggi, rumah sakit. Hatiku gelisah. Siapakah yang sakit? Kak Rafakah? Bukankah kemarin dia bertandang ke rumahku dalam keadaan sehat dan segar bugar?
"Mbak Santi." Kusentuh tangannya begitu mobil berhenti.
Pandangannya mengisyaratkan agar aku diam. Terlihat wajah perempuan anggun ini menyiratkan kesedihan yang berusaha ditutupi.
Kuikuti langkahnya, memasuki lift menuju lantai empat. Sampai di depan salah satu kamar rawat inap, di samping pintu masuk tertulis nama lengkap Kak Rafa. Jantungku seakan berhenti berdetak. Ada apa dengan Kak Rafa?
***
Kusesap lagi kopi hitam dengan rasa sedikit manis. Hangatnya sudah berkurang disita suhu dingin. Dengan cara ini aku mengobati kerinduan pada Kak Rafa.
Dia yang kusayang, telah tenang di alam sana. Kecelakaan pada malam hari, saat rintik membasahi bumi. Dalam perjalanan pulang dari majelis taklim, menjadi sebab kembalinya laki-laki tegas itu kepada Tuhannya.
"Kak Rafa, aku rindu," bisikku lirih disertai pandangan mata berkabut.
***