Jalur lomba adalah kesempatan untuk mengobati kerinduan. Benar kata mereka, tidak akan ada kerinduan jika tanpa pertemuan sebelumnya. Pertemuan sebelumnya yaitu saat aku menjalani Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM batch 2) kuliah satu semester di Provinsi Aceh, tepatnya di Universitas Malikussaleh.Â
Satu semester merupakan waktu yang sangat singkat untuk sebuah pertemuan dengan orang-orang di ujung barat Indonesia sana. Wajar saja, di bulan-bulan awal aku masih menjalani proses adaptasi, untuk mengobrol pun rasanya canggung. Namun, ketika akan mendekati kepulangan PMM suasana pertemanan dengan mahasiswa pendidikan sosiologi unimal menjadi lebih dekat dan lebih hangat dari biasanya.Â
Sebelum pulang, aku diajak menikmati keindahan pantai oleh mereka. Â Sebut saja mereka adalah Salsa, Silvi, Ka Jaka, Ka Rahmad, Ka Iqbal, Ka Zuhir, dan Ka Candra.Â
Kami duduk di bawah pohon yang rindang dekat tepi pantai dengan menggelar tikar, beberapa bungkus makanan kami nikmati sambil merasakan angin pantai yang menghembus ke wajah kami. Banyak yang kami obrolkan, aku menceritakan tentang daerah asalku yaitu Kabupaten Tangerang dengan sebutan kota industrinya, juga menceritakan tentang Banten yang terkenal dengan suku Baduinya.Â
Mereka menceritakan tentang asal daerahnya masing-masing. Mungkin agak terlambat mengenalkan tentang asal daerah untuk sebuah pertemuan yang akan berakhir. Namun, sepertinya Tuhan menghendaki itu, agar kami melanjutkan obrolan kami di pertemuan yang selanjutnya. Aku merasakan kehangatan di tengah dinginnya angin pantai. Kami menyesalkan sebuah pertemuan yang sangat singkat itu.Â
Kami tutup pertemuan itu dengan do'a dan harapan 'semoga nanti bisa bertemu kembali' sebuah harapan yang entah bagaimana cara mewujudkannya. Pertemuan itu semakin mengharukan saat mereka mengatakan bahwa selama ada aku dan teman-teman PMM sosiologi UNTIRTA di sana memberikan banyak motivasi untuk lebih aktif di kelas, untuk terus bergerak, dan untuk lebih produktif lagi.Â
Rasanya, aku bahagia karena diriku yang juga masih berproses ini bisa memberi sedikit motivasi untuk orang-orang di sekitarku. Aku juga termotivasi oleh mereka untuk kembali lagi ke Aceh menikmati ketenangan kota Serambi Mekkah itu.
Ada beberapa pertemuan yang tidak bisa aku ceritakan di sini, namun semua pertemuan di akhir itu memberikan harapan untuk bisa bertemu kembali. Pada tanggal 7 Januari, aku meninggalkan Aceh dengan membawa segala kenangannya selama satu semester. Aku terbang tinggi bersama kepulan awan yang kulihat di balik jendela pesawat.Â
Suara pesawat semakin menderu, membawaku mendekati kampung halaman yang selama ini menunggu. Sepanjang perjalanan yang ditemani banyak awan aku banyak tersenyum, karena banyak sekali kebaikan-kebaikan Tuhan kepadaku. Membawaku ke suatu tempat yang dulu hanya bisa ku baca lewat peta, membawaku terbang dengan pesawat yang dulu hanya bisa kuteriaki 'pilot minta uang, pilot minta uang' entahlah lucu sekali jika diingat.
Sepulang dari Aceh, aku banyak mengikuti beberapa akun Instagram yang membahas seputar Aceh tepatnya Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe. Ya, saat PMM di sana aku lebih banyak menghabiskan waktu di kedua daerah tersebut.
Rasanya lumayan mengobati kerinduan pada daerah yang dulu aku jejaki karena rasanya tidak mungkin bisa kembali lagi ke daerah yang rasanya jauh di ujung negeri. Namun, ternyata Tuhan mendengar doa doaku, ada informasi perlombaan yang diadakan oleh Universitas Malikussaleh yaitu Pekan Kreativitas Mahasiswa Nasional dan Internasional UBC (PKMNI UBC) 2023.
 Info tersebut aku dapatkan dari temanku, dia mengirimkannya di grup dan ngetag namaku 'Ra, katanya mau ke Aceh lagi, ni ikutan', aku yang awalnya rebahan langsung duduk dengan mata yang tepaku 'hah beneran ini'. Namun, rasa tidak percaya diri ada dalam diri, apakah aku bisa lolos menjadi finalis dan dapat undangan ke Aceh, mengingat aku juga belum berpengalaman lomba offline apalagi sampai ke luar pulau.Â
Namun, aku tetap ingin mencoba dan segera membuat naskah kisah inspiratif. Kisah inspiratif tersebut aku ambil dari pengalalmanku mengabdi di daerah pelosok selama satu bulan.Â
Berbekal pengalaman pengabdian, pengolahan kata yang menyentuh hati, juga berbekal kerinduan akhirnyaaaa ...di pekan ke dua bulan Juni adalah pengumuman, aku lolos menjadi finalis. Alhamdulillah.
Satu langkah telah aku lewati, langkah selanjutnya yaitu aku memikirkan dana untuk keberangkatan. Aku hanya memiliki dana 500 ribu, itu pun aku dapatkan dari hasil juara 3 lomba Kreativitas Mahasiswa kategori gagasan futuristik di awal Juni lalu.Â
Aku mencoba menghubungi pihak jurusanku, namun karena ada beberapa kesibukan akhirnya tertunda. Hari Sabtu tanggal 19 Juni aku harus sudah berangkat, namun sudah hari Kamis pun aku masih belum mendapatkan kepastian akan dibiayai atau tidaknya oleh kampus.Â
Oleh pihak jurusanku aku diarahkkan untuk menghubungi beberapa orang di kemahasiswaan univ. Rasanya aku hampir menyerah dengan waktu yang sudah mepet sedangkan pada birokrasi kampus harus melalui tahapan-tahapan yang cukup lama.Â
Aku bingung harus menemui siapa, saat itu sedang musim hujan kondisiku juga sedang kurang sehat, kepalaku rasanya berat namun aku harus tetap ke kampus pusat untuk meminta kejelasan. Aku berangkat menggunakan angkot, namun orang yang ingin aku temui sedang tidak bisa ditemui, akhirnya aku pergi lagi dengan tangan kosong.Â
Rasanya aku ingin menyerah saja, lelah dioper kesana kemari namun tak mendapatkan jawaban pasti. Malam harinya, aku mendapat kabar bahwa proposal pendanaanku di acc oleh univ, sontak aku berteriak di dalam kosan sendiri, entah harus berbagi kebahagiaan ke siapa, teman-teman kosanku sedang pulang ke rumahnya masing-masing.Â
Aku merasa di hari-hari perjuanganku mendapatkan dana dari kampus aku dibuat seperti menaiki rollercoaster, kadang dibuat down kadang dibuat senang hingga berteriak. Pagi harinya, aku ke kampus pusat menemui bidang kemahasiswaan dan keuangan univ. Tapi ternyata, aku hanya mendapat biaya tiket pulang pergi saja, untuk biaya travel dan registrasi lomba belum tercover, saat itu perasaanku campur aduk antara bahagia juga bingung harus mendapatkan kekurangan dana 1,5jt dari mana.Â
Kata pihak kampusku, aku termasuk mahasiswa yang beruntung sebab dengan waktu singkat dapat dana. Aku bersyukur, Allah memudahkanku dengan kenikmatan rollercoasternya. Kekurangan dana tersebut, akhirnya dibantu oleh sponsorship seseorang yang ada di fakultasku, MasyaAllah orang baik semoga dilancarkan rezekinya.
Setelah membereskan pendanaan, aku pulang ke rumah untuk mempersiapka segalanya juga untuk meminta restu kedua orang tuaku. Tanggal 19 Juni, aku berangkat sendiri menuju bandara dengan menggunakan transfortasi umum yaitu kereta KRL.Â
Rumahku dekat dengan stasiun Parung panjang, dari stasiun parung panjang ke stasiun Tanah abang lalu transit menuju stasun Duri lalu transit lagi menuju stasiun batu ceper. Perjalanan mengguakan KRL dari stasiun Parung panjang ke stasiun Batu Ceper memakan waktu sekitar 2 jam.Â
Dari stasiun Batuceper aku melanjutkan perjalanan 15 menit dengan menggunakan kereta Bandara menuju stasiun Bandara Soekarno-Hatta, setelah turun di stasiun bandara aku melanjutkan perjalanan menuju terminal 1 keberangkatan ke Medan dan dari Medan aku bertemu dengan 3 orang finalis dan kami melanjutkan perjalanan menggunakan travel menuju Kota Lhokseumawe.
Di sepanjang perjalanan, aku masih tidak percaya bahwa Allah secepat itu mengabulkan harapanku untuk kembali ke tanah Aceh. Aku semakin percaya bahwa ucapan adalah doa, doa/harapan harus diimbangi dengan usaha agar sampai pada tujuannya.
Pagi buta aku sudah sampai di kota Lhokseumawe, rasanya deg-degan, aku masih tidak menyangka akan bisa ke Aceh lagi yang rasanya ketidakmungkinan namuan selalu disemogakan. Setelah sampai, aku istiahat hingga sore, di sore hari aku bertemu lagi dengan mereka di kampus unimal. Saat bertemu dengan Salsa dan Silvi, aku langsung memeluknya, bener-benar tidak menyangka bahwa akan bertemu di bulan Juni itu. Â
Saat itu, mahasiswa sosiologi sedang mengikuti tournament voli sekalian bertemu mereka aku menjadi supporter, rasanya aku sudah menganggap mereka seperti keluarga. Tak lupa aku memberikan oleh-oleh khas daerahku kepda mereka. Di suasana sore, aku melanjutkan perjalanan untuk sekedar menikmati Aceh sambil mengenang tempat tempat yang dulu pernah aku singgahi.Â
Suasana sore yang sejuk dan damai, aku menyusuri pantai dengan motor, rasanya aku ingin bertriak 'Ya Allah terima kasih telah membawaku ke tempat ini lagi' sepanjang perjalanan hanya bahagia yang aku rasakan.Â
Tak terasa sudah pukul 7 malam, aku pun pulang ke wisma dan kembali beristirahat. Selama dua hari aku mengikuti rangkaian kegiatan perlombaan, dan tibalah di lomba Kisah Inspiratif. Aku mendapatkan nomor 8 dari 12 finalis yang hadir. Rasanya deg degan, karena ini kali pertama aku lomba secara offline.Â
Gedung yang digunakan untuk lomba, masih sama dengan gedung yang digunakan untuk pembukaan dan penutupan kegiatan PMM. Aku yang sudah merasakan panggungnya saat penutupan PMM karena aku tampil untuk memberikan puisi di hadapan teman teman seluruh Indonesia, karena hal itulah mungkin lebih mudah bagiku untuk lebih menguasai panggung.Â
Dengan begitu aku percaya bahwa tindakan kita saat ini akan mendukung tindakan kita selanjutnya untuk meraih apa yang diimpikan. Saat tampil menceritakan kisah inspiratif yang kuberi judul 31 Hari di Tepi Samudera Berlayar Menggapai Asa tetap ada rasa deg degan, tapi aku berusaha menenangkan diri dengan berdoa. Untuk instrument tambahan aku menampilkan vidio pengabdianku, sehingga penonton dapat membayangkan apa yang sedang aku ceritakan.Â
Sebenernya, moment menceritakan pengalaman pengadian sangat aku dambakan, waktu itu setelah pulang dari pengabdian banyak sekali yang memintaku untuk menceritakannya secara personal, namun kataku, akan lebih bagus jika aku menceritakan dan bisa didengar oleh banyak orang. Aku pernah menawarkan diriku sendiri menjadi pengisi podcast di beberapa podcast namun ada yang menolaknya, atau ada yang tidak memberi jawaban sama sekali.Â
Akhirnya dengan penolakan itu, aku mencoba menuliskan pengalaman-pengalamanku lewat tulisan di blog kompasiana. Aku beryukur tulisanku bisa dibaca secara luas, ya.meskipun tulisanku belum terlalu bagus. Tapi aku yakin, tulisan bagus itu karena banyaknya latihan dan masukan. Aku beryukur, saat ada perlombaan kisah inspiratif di Aceh pengalamanku bukan hanya didengar tapi juga mendapatkan penghargaan juara 2 lomba kisah inspiratif se Nasional di Aceh. Alhamdulillah.
Saat namaku dipanggil sebagai pengumuman juara, aku bahagia karena teman-temanku turut menghadiri acara puncak itu untuk memberikan dukungan kepadaku. Selebrasi kemenanganku terasa sempurna dengan kehadiran mereka, terima kasih banyak yaa, karena telah menemaniku di saat aku mengikuti lomba sendirian saat kampus lain mendelegasikan mahasiswanya lebih dari satu. Meski aku berangkat sendiri, aku tetap bahagia karena rasanya aku memiliki keluarga di sana, aku ingin mengucapkan terima kasih banyak karena sudah ada. Dengan adanya malam puncak, maka menandakan kepulanganku ke kampung halaman akan semakin dekat.
Pagi harinya, seluruh finalis Bersiap berangkat fieldtrip ke Takengon, sebuah daerah yang terkenal dengan kopi dan hawa dinginnya di Aceh Tengah. Aku tidak lagi penasaran dengan tempat itu, sebab aku sudah merasakannya saat PMM. Namun, aku tetap semangat karena duduk bersama orang-orang yang penuh atensi. Orangnya saja yang beda, tempatnya tetap sama.Â
Memang tidak bisa kita pungkiri, bahwa dalam perjalanan hidup kita akan menemukan banyak orang yang kehadirannya akan memberikan Pelajaran atau pengalaman. Api unggun yang menyala membuat suasana berkemah semakin terasa. Kami duduk di atas tikar ditemani pop mie sambil bercerita tentang pengalaman masing-masing. Kota dingin itu, kini terasa hangat. Malam yang larut membuat energi kami juga semakin larut, kami tidur ke tenda yang telah dibagikan perkelompok.
Pagi harinya setelah sholat subuh, kami masih di dalam tenda yang terbuka sambil melihat danau laut tawar yang sangat luas yang dikelilingi kabut tebal, terdapat dataran tinggi yang mengelilingi danau laut tawar itu sehingga suasana pagi sangat indah untuk dinikmati bersama. Kabut itu semakin memudar karena arunika semakin memancarkan cahayanya.Â
Siang harinya, kami siap-siap untuk pulang ke kota Lhokseumawe, hari itu adalah hari terakhir aku di Aceh, itulah sebabnya saat pulang dari Takengon, tepatnya sore hari, sekali lagi untuk terakhir kalinya aku menikmati laut Aceh, duduk sebentar pada batu-batunya, mendengarkan deburan ombak yang saling berkejaran untuk terakhir kalinya.Â
Tak terasa aku juga dikejar waktu, mobil travel yang akan mengantarkanku akan segera datang, aku pun diantarkan oleh temanku ke tempat kumpul para finalis untuk pulang. Seperti matahari yang sudah tenggelam, aku pun hilang dari pandanganmu dibawa mobil yang semakin menjauhkan menuju kota Medan.
Mobil travel itu dinaiki oleh aku, ka Anggi yang bersal dari Purwokerto, ka Ika yang memiliki tante di Medan, ka Dwi dan bang Akram dari IPB. Ka Anggi, ka Dwi dan Bang Akram langsung menuju bandara di Medan sejak subuh, sedangkan aku diajak ka Ika ke rumah tentenya di Medan.Â
Aku ikut tawaran ka Ika karena jadwal penerbanganku masih sangat lama yaitu sekitar jam 3 sore, akan sangat membosankan jika aku hanya duduk sendiri di bandara Kuala Namu Medan karena itulah aku menerima tawaran ka Ika. Aku disambut oleh tantenya yang sangat ramah, aku diajak sarapan bersama, tak lama aku tidur untuk melepas lelah.Â
Aku bersyukur karena selalu dipertemukan dengan orang-orang baik. Awalnya hanya ingin menginjakkan kaki kedua kalinya di Aceh, tapi lagi-lagi Allah selalu baik memberikanku kesempatan menginjakkan kaki di Medan bertemu dengan keluarga yang sangat baik sekali. Saat ke halaman rumahnya, aku berucap dalam hati "Oh...begini rasanya kota Medan".
Setelah dzuhur, aku siap-siap untuk berangkat ke terminal bus menuju bandara Kuala Namu. Awalnya aku ingin memesan mobil online, namun ternyata tantenya ka Ika ingin mengantarkanku ke terminal, akhirnya kami berangkat menuju terminal bus. Setelah sampai, aku turun kami berpelukan untuk berpisah, meski baru kenal beberapa saat saja, rasa kekeluargaan itu sudah terasa.Â
Tak beberapa lama, bus menuju bandara datang, aku melambaikan tangan pada mereka. Perjalanan di bus memakan waktu sekitar satu jam. Aku duduk di dekat jendela, melihat sepanjang jalan kota Medan. Aku merapal dalam hati, aku masih tidak menyangka melewati ini sendirian, aku yang biasanya naik bus hanya di daerahku, kini telah merasakan naik bus di kota orang, di Medan yang sebelumnya tidak pernah kurencanakan juga bertemu dengan orang-orang baik. Di perjalanan aku hanya terdiam, hatiku yang ramai.
Aku sedikit bingung drop bagasi di Kuala Namu, karena berbeda dengan di Bandara Soetta. Ternyata, untuk drop bagasi disesuaikan dengan maskapai yang dipesan sehingga aku harus berbaris di loket drop bagasi sesuai dengan maskapai. Menunggu sekitar satu jam, akhirnya pesawat flight juga. Ini untuk kedua kalinya aku pulang dari Aceh, di perjalanan aku bahagia banyak pengalaman dan kenangan yang aku dapat, tentunya juga bahagia karena membawa kemenangan.Â
Menang untuk sedikit melawan rasa takut, menang dari rasa malas, dan menang dari rasa yang membuatku ingin terus bergerak. Aku berharap, semoga ke depannya, aku bisa mengunjungi tempat lainnya di Indonesia. Mengexplore berbagai tempat untuk jadi lebih bermanfaat dengan pengalaman dan pelajaran yang didapat. Kepulanganku kali ini berbeda, jika dulu ramai bersama mahasiswa lain, kini sendiri, tak apa-apa aku hanya mencoba untuk lebih berani. Di dekat jendela adalah tempat duduk kesukaanku, sambil melihat kepulan awan aku berucap dalam hati "Terima kasih Ya Allah atas kesempatan kedua ini".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI