Mohon tunggu...
Iqbal Surur
Iqbal Surur Mohon Tunggu... Teknisi - bukan penulis, hanya suka menulis

melihat dari perspektif berbeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keteguhan Cinta Kaila

20 Desember 2020   20:09 Diperbarui: 20 Desember 2020   20:24 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti hari-hari biasa, pagi itu Kaila berangkat menuju ke sekolahnya. Yang berbeda adalah ia berangkat lebih pagi dari biasanya. Ia bermaksud untuk mengerjakan beberapa tugas yang memang akhir-akhir ini sedang banyak diberikan oleh gurunya karena sedang mendekati akhir semester. Setibanya di depan kelas, ia dapati pintu masih tertutup rapat dan tergembok, lantas ia memutuskan untuk pergi ke masjid sekolah.

“Pagi pak,” salam hangat dari Kaila kepada bapak tukang kebun yang dijumpainya.

“Oh ya pagi juga dek, kok pagi jam segini sudah ada di sekolah?” tanya beliau.

Kaila sedikit terlambat menjawab karena ia terpikirkan oleh tugas yang harus segera ia kerjakan, “Eh iya pak saya ingin mengerjakan tugas hehe, jadi berangkat lebih pagi. Mari pak.”

“Oh ya dek,” balas bapak tukang kebun.

Setibanya di masjid, ia terkejut karena banyak sekali kotoran ayam di serambi masjid, begitu pula daun-daun yang telah gugur banyak berserakan di teras. Lalu ia pun bergegas masuk ke dalam masjid untuk segera mengerjakan tugas-tugasnya.

“Eh, siapa itu ya?” tanya Kaila dalam hati melihat ada sesosok pemuda datang. Ia terkejut karena dipikirnya hanya dirinya yang berangkat pagi sekali hari itu.

Pemuda itu terlihat olehnya segera menaruh tasnya, kemudian mengambil air dengan ember, dan alat pembersih lantai.

Kaila bertanya-tanya dalam hatinya, “Sedang apa sih dia?”.

Dengan gesitnya, pemuda itu membersihkan kotoran-kotoran ayam yang ada hampir menyebar di serambi masjid, hingga bersih tak tersisa. Sepertinya ia melakukannya dengan cepat supaya orang-orang yang akan ke masjid merasa nyaman dan aman, terhindar dari najis kotoran ayam.

“Luar biasa sekali dia. Bukannya seharusnya yang membersihkan masjid itu bapak cleaning service ya?” gumam Kaila yang sedari tadi memperhatikan pemuda itu dari dalam.

Selepas membersihkan serambi, pemuda itu lanjut menyapu halaman masjid, juga area wudhu laki-laki yang terbuka sehingga tentu banyak juga guguran daun yang jatuh di sana.

Kaila pun tak henti-hentinya memperhatikannya, kini ia harus agak berpindah tempat agar dapat melihat pemuda itu.

“Hayo, kamu lagi ngapain Kaila?” ucap Nara yang dengan sengaja membuat kaget Kaila.

“Haduh, kamu ini bikin kaget aku saja Nar. Dateng itu ngucapin salam, bukan malah bikin kaget orang,” balas Kaila dengan nada kesal.

Nara pun melihat pemuda itu, dan mulai tahu apa yang sedang terjadi, “Hehe maaf. Hmm, sepertinya aku tahu kamu lagi ngapain. Kamu lagi ngliatin dia kan?” sambil menunjuk pemuda itu.

“Eh, apaan sih kamu ini. Sok tahu, sok kepo ih. Dah yuk bantuin aku ngerjain tugas ini,” balas Kaila menimpali perkataan Nara.

“Haha, pandai sekali ya kamu mengalihkan pembicaraan. Ya udah deh, yuk,” ucap Nara.

Mereka berdua pun mengerjakan tugas bersama, akan tetapi Kaila masih terlihat sesekali melihat ke arah pemuda itu, penasaran dengan apa yang ia lakukan.

Ia sangat kagum dengan yang dilakukan pemuda itu, karena baru kali ini ia sendiri mellihat seseorang yang begitu gigih dan ikhlas dalam melakukan kebaikan, apalagi pagi itu tidak banyak orang yang tahu, hanya dirinya.

Beberapa kali Kaila berangkat pagi dan  ke masjid, selalu pemuda itu yang ia lihat. Sebelumnya ia sempat berpikiran bahwa mungkin memang ada jadwal piket membersihkan masjid bagi anak takmir. Namun anggapan itu keliru, dalam diri Kaila pun sedikit demi sedikit mulai tumbuh rasa pada pemuda itu. “Haduh, kenapa aku jadi suka sama dia ya. Ga boleh ah, aku harus tetap fokus belajar biar bisa masuk kedokteran,” gumam Kaila yang sedang mengalami gejolak dalam batinnya.

Kaila sudah berkomitmen untuk fokus belajar agar ia bisa diterima di jurusan dan universitas impiannya. Di saat banyak temannya yang disibukkan dengan masa pacaran, ia kekeh untuk tidak berbuat demikian. Karena takut akan melanggar janji yang telah dibuatnya sendiri.

Pada suatu pagi, ketika Kaila sedang duduk seusai melaksanakan sholat Dhuha, ia terkejut.

“Assalamu’alaikum,” ucap salam dari sesosok pemuda yang selama ini ia kagumi itu.

Ketika melihat orang yang mengucapkan salam itu, tubuh Kaila mulai berkeringat, wajahnya terlihat agak memucat, dan bibirnya gemetar menjawab salam darinya, “Wa wa wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.”

“Eh maaf ya kalau sudah bikin kaget kamu,” ucap pemuda itu yang tersadar telah menbuat kaget Kaila.

“Oh gapapa kok hehe,” balas Kaila yang berusaha menenangkan jiwanya.

“Kenalin aku Irman, kalau boleh tahu kamu dari kelas apa ya? Nggak bermaksud apa-apa sih, tapi aku sering lihat kamu pagi-pagi sekali sudah ada di masjid, hehe,” tanya pemuda itu sembari memperkenalkan dirinya kepada Kaila.

Kaila pun tak kuasa menahan gejolak di hatinya, baru kali ini ia merasakan sesuatu hal yang membuat dirinya tidak bisa berfikir jernih. “Oh iya anu, emm, aku ke sini karena kelas masih belum buka,” jawab Kaila yang sebenarnya belum menjawab pertanyaan Irman.

“Oh begitu, memangnya kamu kelas apa?” tanya Irman kembali mempertegas pertanyaan tersebut.

“Kelas IPA 1,” balas Kaila dengan lirih.

Irman pun menyadari kalau dirinya telah membuat Kaila terganggu, lantas ia segera bergegas pergi, “IPA 1 ya? Setauku kalau pagi sekali memang belum dibuka kelas depan, karena biasanya pak Rohmi membuka kelas dari belakang dulu. Aku duluan ya, Assalamu’alaikum,” ucap Irman yang kemudian pergi meninggalkan Kaila dengan membawa tas ranselnya.

“Wa’alaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh,” balas Kaila yang tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh Irman tadi.

Ia masih shock dengan kejadian tersebut. Pemuda yang selama ini ia kagumi diam-diam, tanpa diduga-duga datang kepadanya. Ya, Irman adalah nama pemuda itu. Selain rajin membersihkan masjid, Irman juga selalu mengerjakan sholat Dhuha dua raka’at. Walaupun hanya dua raka’at, tapi Kaila memperhatikannya sangat khusyu’ dan lama sekali selesainya. Kaila merasa seperti benar-benar sedang melihat sesosok malaikat yang taat beribadah kepada Allah.

Tak hanya itu, Irman pun juga memiliki suara yang bagus baik ketika azan maupun menjadi imam sholat Zuhur. Hampir semua orang senang bila Irman menjadi imam, karena mereka merasa lebih khusyu’ dan tenang, walaupun pelaksanaannya tidak secepat pemuda yang lain.

“Ya Allah, ada apa denganku ini? Aku tidak bisa mengendalikan perasaanku, maafkan aku ya Rabb,” ucap Kaila dengan lirih kepada dirinya sendiri, mencoba menenangkan diri.

Sejak saat itu, Kaila pun tidak lagi ke masjid kecuali hanya pada saat sholat Zuhur. Ia takut bila bertemu Irman, tidak bisa mengendalikan perasaannya. Sejak saat itu pula ia pun mulai mengurangi rasa kagumnya yang sangat berlebihan kepada Irman. Ia menyadari bahwa rasa kagumnya itu tidak dilandaskan karena Allah, sang pemilik hati manusia.

“Mungkin, aku akan melupakannya, entah sebentar atau selamanya. Hingga aku bisa mengendalikan perasaanku ini,yang pasti kepada-Mu ya Rabb ku berserah diri,”  batin Kaila dalam hatinya, yang belum siap menerima seseorang yang akan singgah.

Bersambung...

*Nama tokoh dan peristiwa hanya fiktif, bila ada kesamaan hanyalah kebetulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun