Selepas membersihkan serambi, pemuda itu lanjut menyapu halaman masjid, juga area wudhu laki-laki yang terbuka sehingga tentu banyak juga guguran daun yang jatuh di sana.
Kaila pun tak henti-hentinya memperhatikannya, kini ia harus agak berpindah tempat agar dapat melihat pemuda itu.
“Hayo, kamu lagi ngapain Kaila?” ucap Nara yang dengan sengaja membuat kaget Kaila.
“Haduh, kamu ini bikin kaget aku saja Nar. Dateng itu ngucapin salam, bukan malah bikin kaget orang,” balas Kaila dengan nada kesal.
Nara pun melihat pemuda itu, dan mulai tahu apa yang sedang terjadi, “Hehe maaf. Hmm, sepertinya aku tahu kamu lagi ngapain. Kamu lagi ngliatin dia kan?” sambil menunjuk pemuda itu.
“Eh, apaan sih kamu ini. Sok tahu, sok kepo ih. Dah yuk bantuin aku ngerjain tugas ini,” balas Kaila menimpali perkataan Nara.
“Haha, pandai sekali ya kamu mengalihkan pembicaraan. Ya udah deh, yuk,” ucap Nara.
Mereka berdua pun mengerjakan tugas bersama, akan tetapi Kaila masih terlihat sesekali melihat ke arah pemuda itu, penasaran dengan apa yang ia lakukan.
Ia sangat kagum dengan yang dilakukan pemuda itu, karena baru kali ini ia sendiri mellihat seseorang yang begitu gigih dan ikhlas dalam melakukan kebaikan, apalagi pagi itu tidak banyak orang yang tahu, hanya dirinya.
Beberapa kali Kaila berangkat pagi dan ke masjid, selalu pemuda itu yang ia lihat. Sebelumnya ia sempat berpikiran bahwa mungkin memang ada jadwal piket membersihkan masjid bagi anak takmir. Namun anggapan itu keliru, dalam diri Kaila pun sedikit demi sedikit mulai tumbuh rasa pada pemuda itu. “Haduh, kenapa aku jadi suka sama dia ya. Ga boleh ah, aku harus tetap fokus belajar biar bisa masuk kedokteran,” gumam Kaila yang sedang mengalami gejolak dalam batinnya.
Kaila sudah berkomitmen untuk fokus belajar agar ia bisa diterima di jurusan dan universitas impiannya. Di saat banyak temannya yang disibukkan dengan masa pacaran, ia kekeh untuk tidak berbuat demikian. Karena takut akan melanggar janji yang telah dibuatnya sendiri.