Mohon tunggu...
Iqbal Surur
Iqbal Surur Mohon Tunggu... Teknisi - bukan penulis, hanya suka menulis

melihat dari perspektif berbeda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sebuah Renungan Peran Besar Orangtua sebagai Guru

27 November 2020   21:45 Diperbarui: 27 November 2020   22:03 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi Keluarga (sumber : sdnisrina.com)

Dari kisah di atas menggambarkan bagaimana sesosok "guru" itu dapat melekat pada siapa saja, tak terkecuali anak kecil yang sebagian kita anggap sebagai makhluk yang lemah. 

Maka dari itu, penulis hendak mengajak kita semua untuk kembali merenungkan dua sosok manusia yang berperan penting dalam kehidupan, yakni ayah dan ibu dari sisi pendidikan. 

Tentu semua telah sepakat bahwa orangtua memiliki peran besar dalam hal mendidik dan membesarkan serta mengawasi tumbuh kembang anak mereka. Namun pada banyak kasus, seringkali anak tidak mendapatkan perhatian maupun kasih sayang yang cukup baik dari ayah, ibu, bahkan keduanya. 

Terdapat banyak alasan dan latar belakang hal itu terjadi, seperti  orangtua yang bercerai, keadaan ekonomi keluarga, broken home, kurangnya pemahaman orangtua dalam ilmu pendidikan anak, dan sebagainya. 

Permasalahan ini sangatlah kompleks, sehingga penulis mencoba memberikan sebuah kisah nyata dari seseorang untuk menggambarkan bagaimana besarnya peran orangtua dalam pendidikan anak dan menjadi sosok "guru" kehidupan yang sebenarnya.

Sebut saja namanya adalah Agan. Ia telah ditinggalkan oleh ayahnya sejak sekitar umur 2 tahun karena ada konflik dengan ibunya. Kedua orangtuanya bercerai dan mengharuskan sang ibu mencari nafkah untuk membesarkan Agan hingga dewasa. Ibunya harus pergi ke kota besar Jakarta dan terpaksa menitipkan Agan ke rumah kakeknya di sebuah desa yang ada di Jawa Timur. 

Singkat cerita selama kurang lebih 10 tahun Agan tidak banyak bertemu ibunya yang hanya mampu menjenguknya mungkin 6 bulan sekali atau pada hari-hari libur tertentu. Keadaan ini mengharuskan Agan kecil untuk menjalani kehidupan masa kecilnya tanpa adanya arahan dan bimbingan sosok ayah juga ibu secara langsung. 

Ia telah kehilangan sesosok figur "ayah" yang harusnya mengajarinya menjadi anak laki-laki yang memiliki jiwa tanggung jawab, berani, tegas, dan berwibawa. 

Agan kecil seringkali mendapatkan perlakuan tidak baik dari teman-temannya di sekolah, mulai dari kekerasan psikis berupa cacian dan makian bahkan fisik yang hingga kini meninggalkan bekas luka di tangannya. Di sisi lain ia pun lebih memilih untuk diam dan tidak melawan atas perlakuan teman-temannya itu serta tidak menceritakannya ke siapapun. 

Agan kecil pun pernah dimarahi oleh kakek dan nenek yang merawatnya karena ia telah melakukan tindakan "pencurian". Ia mengambil uang yang tidak sedikit dari dompet kakeknya karena disuruh oleh teman mainnya di rumah untuk membeli mobil "Tamiya" yang memang sedang tren saat itu.

Tidak sampai hanya pada  masalah tersebut, Agan dihadapkan lagi pada keadaan dimana ayahnya meminta izin untuk dapat mengajaknya pergi jalan-jalan bersama dengan keluarga ayahnya juga istri baru beserta dua anaknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun