Waktu menunjukkan pukul 14.45 WIB saat kami tiba di Taman Nasional Baluran Situbondo, delapan jam perjalanan dari Kota Malang terasa sangat melelahkan. Setelah membayar tiket masuk Rp. 15.000 per orang (bukan hari libur) dan parkir mobil Rp. 10.000 /mobil/hari, perjalanan memasuki kawasan Taman Nasional Baluran dimulai, jalanan berbatu yang dilewati membuat kendaraan kami sedikit berguncang.Â
Taman Nasional Baluran mengering dengan banyaknya tanaman yang meranggas sebagai akibat dari musim kemarau yang sebentar lagi sepertinya akan berakhir. Kurang lebih 5 km perjalanan, kami menjumpai pemandangan pepohonan yang hijau, bagian ini dinamakan Evergreen dimana pada sepanjang jalan sekitar 3 km tanaman di bagian ini selalu hijau sepanjang tahun.
Menjelang Isya kami sampai di Banyuwangi dan memutuskan untuk menginap di rumah seorang teman yang kebetulan asli Banyuwangi. Pukul 01.30 WIB, Kami berangkat menuju Paltuding yang merupakan pintu masuk kawasan cagar alam Taman Wisata Kawah Ijen dan sampai di sana pukul 02.00 WIB, dilanjutkan briefing singkat untuk keselamatan bersama. Sebagai informasi untuk naik ke Kawah Ijen dikenakan tiket masuk per orang Rp. 5000 (weekday) atau Rp. 7500 (weekend). Pukul 02.30 WIB pendakian ke Kawah Ijen dimulai, perjalanan kurang lebih 3 km selama 2 jam dengan berjalan kaki.
Rasa lelah selama pendakian kemudian terobati dengan indahnya pemandangan yang kita jumpai di puncak gunung Ijen. Sayangnya kami tiba diwaktu yang kurang tepat, kawah ijen yang berisi air asam pekat berwarna hijau kebiruan tertutup kabut tebal.
Di hari itu juga setelah istirahat makan siang, kami menuju destinasi terakhir sebelum kembali ke Malang, yaitu Kampung Agrokopi Dusun Lerek Kelurahan Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi.Â
Di Kampung Agrokopi ini kami ingin merasakan nikmatnya kopi jenis robusta yang diolah secara tradisional. Dusun Lerek Kelurahan Gombengsari, saat ini telah menjadi salah satu tujuan penikmat kopi yang berkunjung di Kabupaten Banyuwangi. Luas lahan kebun Kopi sekitar 1500 hektar, Gombengsari menjadi kelurahan penghasil kopi terbesar di Banyuwangi.
Rasa kopi yang khas dengan pengolahan secara tradisional, juga dapat dinikmati dengan susu kambing segar yang dapat diperah langsung dengan teknik tertentu sehingga susu segar lebih steril dan dapat langsung dikonsumsi.Â
Edukasi yang dapat diperoleh di Gombengsari ini antara lain, praktek cara sangrai kopi sesuai tradisi turun temurun masyarakat, memerah susu kambing etawa dan pada musim panen dapat ikut wisata petik kopi. Kopi khas Gombengsari diberi nama Kopi Lego berasal dari nama dusun Lerek dan Kelurahan Gombengsari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H