Mohon tunggu...
Iqbal Naufal
Iqbal Naufal Mohon Tunggu... Konsultan - terbangun dalam kegelapan

I have a full concentration on understanding: community development, research and social analysis, conflict resolution and multiculturalism, employment issues, tourism, gender equality, urban problems, social inequality and social protection.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Quo Vadis Akses Penduduk Kawasan TNK terhadap Sumber Daya Pariwisata

13 November 2020   13:00 Diperbarui: 14 November 2020   12:46 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penduduk Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). (Foto: Dok. Pribadi)

Kontestasi pihak swasta masih berlanjut, kini banyak bermunculan korporasi swasta yang sudah mengisi hampir seluruh kuota dari sisa total luasan zona pemanfaatan, secara sengaja dikelola menjadi kegiatan bisnis pariwisata. 

Konsep destinasi wisata super premium digagas oleh pemerintah dan beberapa korporasi yang sudah menerima konsesi untuk kegiatan bisnis pariwisata di dalam kawasan TNK. Beberapa perusahaan yakni PT Synergindo Niagatama (SN), PT Flobamora-BUMD, PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) dan PT Segara Komodo Lestari (SKL) pasca berakhirnya konsorsium perusahaan (PT. PNK, TNC dan PT. JPU).

Wisata Super Premium

Konsep destinasi wisata super premium tidak sedikit yang mengkritik dan menolak dari kalangan para pegiat lingkungan, pelaku wisata, dan penduduk desa dalam kawasan TNK. 

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Mereka mengkhawatirkan apabila banyak sumber daya pariwisata yang dikonsensikan kepada perusahaan-perusahaan akan terjadi perampasan ruang hidup penduduk desa serta terjadi ketimpangan akses, merusak bentang alam sekaligus keanekaragaman hayati untuk jangka panjang dan mengancam habitat satwa liar komodo.

Sekarang, pembangunan destinasi wisata super premium sudah mulai pada tahap pengerjaan. Nampaknya, pembangunan pariwisata super premium oleh pemerintah tetap akan dipaksakan berlanjut, meskipun didalamnya sendiri menghilangkan prinsip-prinsip konservasi dan ecotourism di kawasan TNK.

Mengapa demikian? Secara desain bangunan seperti lingkaran sirkus yang mengelilingi objek pertunjukan. Serta pemakaian bahan bangunan salah satunya semen atau beton menyalahi aturan.

Semestinya tidak boleh ada bangunan permanen yang berskala luas di dalam kawasan konservasi. Kemudian prinsip ecotourism seharusnya melibatkan penduduk setempat untuk mengelola dan memberikan narasi pengetahuan sejarah kepada wisatawan yang berkunjung.

Pembangunan destinasi wisata super premium sudah tampak jelas di Loh Buaya, Pulau Rinca. Destinasi wisata tersebut yang bertemakan “Jurassic Park” dengan lahan seluas 1,3 hektar, terdapat infrastruktur berupa jalan elevated, café, toilet public, gudang, klinik, ruang terbuka wisatawan, selfie spot, sentra souvenir, sumur bor, penginapan peneliti dan lain-lain.

Disamping itu juga, terdapat lahan konsesi untuk bisnis sarana pariwisata alam berupa resort atau hotel, restaurant, sarana transportasi, office park diatas lahan seluas 22,1 ha. Zona pemanfaatan Loh Buaya dikelola oleh PT Segara Komodo Lestari (SKL) dengan total nilai proyek 69 miliyar.

Sama seperti halnya PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE), memiliki ijin usaha bisnis pariwisata di Loh Liang Pulau Komodo dan Pulau Padar. Di Pulau Komodo, akan digunakan untuk wisata kelas super premium dengan tarif masuk sistem keanggotaan sebesar 1000 USD atau setara dengan 14 juta rupiah per wisatawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun