Bagaimanapun kondisi sistem zonasi yang diterapkan, tidak memberikan keuntungan kepada penduduk dalam kawasan TNK. Penduduk dalam kawasan dituntut untuk menyesuaikan kehidupannya dibawah bayang-bayang peraturan TNK. Bahkan pemerintahan desa pun tidak memiliki otonomi yang kuat ketika desa sedang terancam kehilangan asset desa yang berpotensi pada objek daya tarik wisata.
Penduduk dalam kawasan TNK tidak sedikit bergeser terlibat dalam rantai ekonomi pariwisata, antara lain: jasa home stay, usaha kapal wisata, usaha dive, agen travel, guide dan naturalis guide.Â
"Ketika Taman Nasional hadir, akses mereka terhadap sumber daya dibatasi melalui sistem zonasi, sehingga dari berkembangnya sistem zonasi membuat penduduk dalam kawasan TNK beralih mata pencahariannya ke bidang pariwisata."
Disaat bersamaan, pemerintah sedang gencar-gencarnya menerapkan pariwisata berbasis investasi, melalui pembangunan destinasi wisata super premium. Pemerintah dengan tangan terbuka menerima pihak swasta mengelola zona pemanfaatan TNK untuk kegiatan bisnis pariwisata alam.
Konsesi Ruang
Saat ini, persentase lahan konsesi sudah mencapai 15% dari total luas wilayah zona pemanfaatan yang pembangunannya melibatkan para pihak swasta atau korporasi.Â
Akses para pihak swasta memanfaatkan keuntungan dalam mengambil alih penguasaan sumber daya pariwisata yang bersifat mengeksklusi penduduk setempat.Â
Pasalnya, untuk memperoleh akses ke sumber daya pariwisata tersebut, para pihak swasta menggunakan mekanisme akses secara struktur dan relasional dapat dilampaui dengan mudah.
Sejak tahun 2003, banyak pihak swasta atau korporasi yang terlibat didalam pengelolaan dan pengendalian akses ke sumber daya pariwisata di Taman Nasional Komodo.Â
Pihak pemerintah pun sudah memberi konsesi ke beberapa korporasi diantaranya; PT Putri Naga Komodo dan PT Jayatasa Putrindo Utama serta lembaga swasta konservasi dari Amerika Serikat yaitu The Nature Conservancy (TNC). Â Hadirnya konsorsium korporasi yang disebutkan, tidak terlepas dari dukungan internasional terkait dengan dinobatkannya TNK sebagai World Heritage Site oleh UNESCO tahun 1991.
Konsorsium korporasi diatas, memperoleh akses terhadap konsesi lahan seluas 160 Ha dan berjalan dengan rencana pengelolaan selama 25 tahun, namun berakhir kandas ditahun 2010.Â
Kegiatan bisnis pariwisata di TNK tidak berjalan dengan lancar, sehingga operasi konsorsium korporasi diberhentikan dan kerjasama antar korporasi berakhir. Alasan pemberhentian dan berakhirnya mereka sampai saat ini masih belum diketahui kejelasannnya.