"Gue tau, gue ngerti lo benci gue. Tapi sumpah, sob. Gue udah berubah. Sejak bokap gue meninggal tahun lalu... gue sadar hidup gue tuh berantakan, gue mau berubah."
Mendengar kalimat itu Andi terduduk di kursi, memijat kepalanya yang tambah pusing. Manggung lima jam lagi. Rio nggak bisa nyanyi. Duit hasil manggung harusnya buat bayar kontrakan studio bulan ini.
"Gue... gue bisa bantu lo manggung," Joko tiba-tiba bersuara.
"Maksud lo?"
"Gue tau semua lagu lo. Tiap lo manggung di cafe, gue selalu nongkrong di sana... gue suka musik lo, Sob. Bener-bener suka. Tapi gue malu ngakuinnya."
Rio ketawa pelan, tapi langsung meringis kesakitan. "Tuh kan. Dari dulu gue bilang juga apa. Joko tuh sebenernya fans kita." Rio menatap Andi sambil meringis.
"Please, kasih gue kesempatan," Joko menatap Andi. "Anggep aja ini cara gue nebus kesalahan gue."
Hp Andi bergetar. Pesan singkat dari Emak: "Udah siap-siap ke alun-alun. Bapak mo pulang cepet hari ini."
Andi mengusap wajahnya. Ini gila. Nyuruh musuh bebuyutan jadi vokalis? Tapi...
"Lo hafal semua liriknya?"
Joko mengangguk mantap Andi dengan pasti.