Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Luka Seribu Turunan

31 Januari 2025   15:59 Diperbarui: 31 Januari 2025   15:59 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by jimmy fransiscus: https://www.pexels.com/photo/a-shirtless-man-standing-on-the-beach-during-sunset-11330561/

TERIKNYA benar-benar membakar kulit saat aku menggali lubang di pekarangan rumah. Keringat bercampur darah menetes dari sela-sela tanganku yang lecet. Aku harus menemukan surat tanah itu, yang dikubur mendiang Buya sebelum dia menembak kepalanya sendiri. Surat yang membuktikan bahwa tanah ini, rumah yang megah ini, dan semua harta pusaka tinggi keluarga besar kami sebenarnya adalah hasil curian.

Ya, Buya bunuh diri bukan karena bangkrut seperti yang semua orang kira. Dia bunuh diri karena tidak sanggup menanggung dosa kakeknya - orang Belanda yang menyamar jadi orang Padang, menikahi gadis Minang yang paling cantik di desa, lalu mencuri surat-surat tanah pusaka saat masa penjajahan. Bajingan kolonial yang menurunkan darah Eropanya itu pada kami, membuat kami tidak punya hak atas gelar apapun dalam kaum.

Empat puluh tahun aku hidup dalam selongsong kebohongan. Menjadi mamak, menjadi kepala suku, mengelola harta kaum, mengatur pernikahan kemenakan-kemenakan. Semua berdasarkan hak yang ternyata palsu. Aku bahkan telah menjodohkan sepuluh kemenakan perempuanku dengan keluarga bangsawan, melahirkan puluhan anak-anak yang sekarang bergelar adat. Semua gelar palsu, semua darah keturunanku yang ternoda.

Buya memberitahu rahasia ini padaku sebelum menarik pelatuk. Membebaniku dengan tugas terkutuk untuk membenahi kebusukkan ini. Bagaimana? Bagaimana caranya memberitahu semua orang, suku-suku itu, kalau ternyata kita tak punya hak atas semua ini? Bahwa darah kita adalah darah penipu? Darah bajingan. Bagaimana cara mengatakan tentang pernikahan-pernikahan yang sudah terjadi yang sebenarnya tidak sesuai adat karena didasarkan pada kebohongan?

Tanganku berhenti menggali saat menemukan kotak besi berkarat. Di dalamnya, aku melihat sebuah plastik yang membungkus tumpukan surat tanah yang telah menguning serta sebuah buku harian dalam bahasa Belanda. Kakek buyutku yang bajingan itu ternyata mencuri tanah dari tiga suku yang berbeda. Memanfaatkan kekacauan masa perang untuk memalsukan silsilah, mengaku sebagai pewaris tahta yang sah.

Sekarang, harta itu telah berkembang menjadi puluhan hektar kebun sawit, Rumah Gadang, dan tanah adat yang menjadi sumber penghidupan ratusan anggota kaum. Tiga generasi telah lewat. Anak-anak hasil pernikahan telah punya anak lagi. 

Sako pun telah diturunkan. Menurut adat Alam Minangkabau, Sako adalah warisan jabatan yang diterima seseorang secara turun temurun berdasarkan garis keturunan ibu. 

Semua itu dibangun di atas fondasi kebohongan.

Lebih buruk lagi, ternyata aku menemukan sebuah fakta busuk, kakek buyutku sebenarnya tidak hanya mencuri tanah. Dia juga membunuh seluruh keluarga pewaris asli, memalsukan kematian mereka seolah tewas dalam perang. Tapi, ada satu bayi perempuan yang selamat, bayi itu dirawat orang lain. Dan dari buku Buya itu, aku tahu bahwa keturunan bayi itu kini adalah... istriku sendiri.

Ya, takdir sialan telah mempermainkan kami. Tanpa sadar, aku telah menikahi cucu dari orang yang tanahnya dicuri oleh buyutku. Anak-anakku membawa darah korban dan pencuri sekaligus. Kini istriku sedang mengandung anak kelima kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun