Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Orkestra Jubah Keangkuhan

12 Januari 2025   08:08 Diperbarui: 11 Januari 2025   14:24 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Portrenk: https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-laki-laki-lelaki-malam-9933405/ 

Di malam-malam ketika aku duduk di depan laptop, merangkai kata demi kata dengan keraguan yang masih sering menghantuiku, aku bersyukur, karena aku tidak menjadi sepertimu. Aku bersyukur masih bisa meragukan kemampuanku sendiri, masih bisa belajar dari setiap kritik-kritik yang menusuk telingaku, masih bisa melihat keindahan dalam karya-karya orang lain.

Karena pada akhirnya, menulis bukan untuk berlagak, berkoar-koar menujukkan dirinyalah yang paling hebat. Menulis itu merajut kejujuran, menujukkan keberanian untuk membuka diri dan mengakui ketidaksempurnaan kita. Tentang kerendahan hati untuk terus belajar dan bertumbuh.

Dan kamu, dengan segala kesombonganmu, mungkin tidak akan pernah memahami hal itu.

Sampai suatu hari, sebuah pesan singkat mengubah segalanya.

"Selamat, naskah Anda telah terpilih sebagai pemenang Penghargaan Sastra Kusala 2024."

Aku mengerjapkan mata berkali-kali, memastikan bahwa yang kubaca bukanlah halusinasi. Novel keempatku, yang kutulis dengan keringat dan air mata selama dua tahun terakhir, berhasil memenangkan penghargaan sastra paling bergengsi di Indonesia.

Tapi ada yang aneh. Di antara daftar nama finalis lainnya, kutemukan namamu. Dengan judul yang tidak pernah kudengar sebelumnya: "Senja yang Mengkhianati."

Rasa penasaran membawaku menyelidiki lebih jauh. Betapa terkejutnya aku ketika menemukan bahwa plot utama novel finalismu begitu mirip dengan cerita yang pernah kuceritakan padamu tiga tahun lalu---tentang seorang guru bahasa yang menemukan diary muridnya yang bunuh diri.

"Ini gak mungkin kebetulan, kan?" bisikku pada diri sendiri.

Malam itu juga, kuterima telepon dari editorku. Suaranya gemetar.

"Ada yang perlu kamu tahu," katanya. "Novel yang diajukan teman kamu itu... ada yang bilang itu hasil plagiat dari penulis Filipina yang meninggal tahun lalu. Mereka sedang menyelidikinya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun