Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Untuk Selamanya

15 September 2024   14:39 Diperbarui: 15 September 2024   14:40 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku masih belum tahu jawabannya, aku hanya tahu satu hal --- aku ingin terus mengenal laki-laki ini, dia yang telah menyentuh hatiku dengan cara yang berbeda.

Hari-hari setelah percakapan itu terasa seperti serpihan mimpi yang enggan pudar saat fajar tiba. Kami menyusuri waktu bersama, bercengkerama tentang segala hal yang bisa dituturkan, berbagi cerita lama bersama  mimpi-mimpi yang terpendam di dalam raga. 

Radit, yang pada mulanya tampak diam, ternyata sama lembut dan romantisnya dengan kisah-kisah dalam buku-buku yang pernah kucintai. 

Dia bukan hanya pendengar, tapi pelukis tawa dengan lelucon-leluconnya yang jenaka, menggiringku masuk ke dalam dunianya yang penuh warna dengan khayalan tanpa batas.

Di antara percakapan yang semakin akrab, aku mulai membuka lembaran luka yang selama ini kututup rapat, perlahan namun pasti, menceritakan kepedihan masa lalu yang tak pernah kubiarkan tersentuh oleh siapa pun. 

Mimpi-mimpi yang pernah kulupakan kini kubagikan padanya. 

Radit mendengarkannya dengan sabar, tidak pernah kutemui pada siapapun di sepanjang hidupku, dunianya terhenti hanya untuk mendengarkan kisahku. Sorot matanya teduh tanpa ada sedikit pun tatap menghakimi.

Aku yakin dia lah cinta pertamaku, meskipun aku takut untuk jatuh cinta lagi..

***

Sore itu, hujan membasahi halte kecil tempat kami berteduh, membungkus kami dalam sunyi. Radit tiba-tiba memecah keheningan, "Nayla, ada sesuatu yang kurasakan di antara kita." 

Aku menatapnya, terperangkap dalam sorot matanya yang menenangkan. "Aku juga merasakannya, Dit," bisikku pelan, "tapi aku takut."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun