Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Sebuah Negara

24 Agustus 2024   12:37 Diperbarui: 24 Agustus 2024   12:40 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kita mau ke mana, Pak?" tanya Ngadimin.

"Tenang saja, Nak. Kita hampir sampai," jawab lelaki tua itu sambil terus berjalan.

Setelah beberapa saat, mereka berhenti di depan sebuah pintu yang tampak usang. Lelaki tua itu mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya dan membuka pintu tersebut.

"Nah, ini dia tempat yang kumaksud. Ayo, masuklah," ujar lelaki tua itu sambil mempersilakan Ngadimin masuk.

Ngadimin diam sejenak, namun akhirnya memutuskan untuk mengikuti langkah kaki lelaki tua itu masuk. Begitu pintu ditutup, Ngadimin terkejut melihat ruangan yang gelap dan pengap. Di tengah ruangan, terdapat sebuah kasur lusuh dan beberapa kardus bekas.

"Ini tempatnya. Kau bisa tinggal di sini selamanya," kata lelaki tua itu.

Ngadimin menelan ludah dengan gugup. "Tapi... tapi ini di mana, Pak? Kenapa tempat ini menyeramkan?"

Lelaki tua itu tersenyum lebar. "Tenang saja, Nak. Ini adalah tempat yang aman. Kau bisa beristirahat di sini tanpa perlu khawatir."

Ngadimin merasakan firasat buruk. Dia mulai meragukan niat baik lelaki tua itu. Namun sebelum dia sempat bertanya lebih lanjut, tiba-tiba terdengar suara-suara lain dari balik pintu.

"Bagus, kau sudah membawanya kemari," ujar seseorang.

Ngadimin membalikkan badan dan melihat beberapa orang asing yang memasuki ruangan. Wajah mereka terlihat sangar, Ngadimin mulai merasa ketakutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun