Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Sebuah Negara

24 Agustus 2024   12:37 Diperbarui: 24 Agustus 2024   12:40 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar oleh cottonbro dari pexel.com

Ngadimin mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Jalanan tampak sepi, hanya ada beberapa orang yang berlalu-lalang, sebagian besar menatapnya dengan pandangan jijik. Ia menghela napas panjang, merasa semakin terpuruk.

Tiba-tiba, dari ujung jalan, seorang laki-laki tua menghampirinya. Ngadimin mendongak dan mengenali sosok itu sebagai lelaki tua yang kemarin sore berbincang dengannya di pinggir jalan.

"Sedang apa kau di sini, Nak?" tanya lelaki tua itu ramah. "nampaknya kau sedang punya masalah ?"

Ngadimin mengangguk ragu. "Betul, Pak. Tadi aku diusir dari depan toko, jahat sekali mereka, aku bukan gembel, Pak!"

Lelaki tua itu menatapnya tajam, "Aku tahu, kau bukan sembarang gembel."

"Aku ke Jakarta karena aku ingin melanjutkan pendidikan, Pak. Nasib malang menimpaku, aku kena tipu, habis semua uang yang sudah kutabung. Aku tidak akan kembali ke kampung sebelum kuraih gelar itu, Pak!"

Lelaki tua itu tersenyum bijak. "Ayo, ikut. Aku punya tempat yang bisa kau pakai untuk tinggal."

Ngadimin memandang lelaki tua itu dengan tatapan tak percaya. "Benarkah, Pak?" tanyanya.

"Tentu saja," jawab lelaki tua itu, "ayo, ikut."

Tanpa ragu, Ngadimin bangkit dari duduknya dan mengikuti langkah lelaki tua itu. Entah mengapa, dia merasa yakin lelaki tua itu dapat dipercaya. Mungkin inilah awal dari perubahan nasibnya.

Ngadimin mengikuti lelaki tua itu dengan langkah ragu-ragu, ketika mereka berjalan melewati beberapa gang sempit, Ngadimin mulai merasa ada yang tidak beres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun