"Beasiswa? Bantuan pemerintah? Kau bercanda, Pak!" Pemuda itu mencibir, "Mereka hanya peduli dengan diri mereka sendiri, Â mana mungkin mereka peduli dengan nasib rakyat kecil seperti kita."
"Janganlah kau putus asa dulu, Nak," kata lelaki tua itu, suaranya tegas, dia berusaha meyakinkan pemuda itu, "kau harus tetap berjuang, jangan pernah menyerah."
Pemuda itu terdiam, menatap ragu lelaki tua itu, nampaknya tak ada jalan keluar dari jurang kemiskinan serta ketidakadilan yang mencengkeramnya. Â
"Bagaimana caranya, Â Pak?" Terlontar pertanyaan dari mulut pemuda malang itu.
"Dengan bersatu, Â Nak," jawab lelaki tua itu, "saling membantu, kau bisa mengatasi kesulitan ini. Kita harus bisa membangun persatuan juga persaudaraan, kau harus mampu menjadi cahaya di tengah kegelapan."
Pemuda itu terdiam, menatap lelaki tua itu, dalam sekejap dia langsung terinspirasi, seperti ada secercah cahaya harapan yang mencuat dari dalam hatinya. Â
"Terima kasih, Pak," katanya, suaranya terdengar lebih bersemangat dari sebelumnya. Â
Lelaki tua itu tersenyum, menatapnya bangga. Lelaki tua itu tahu bahwa dia memiliki potensi yang sangat besar, lelaki tua itu yakin bahwa dia bisa menjadi pemimpin di masa depan, dia yang akan membawa bangsa ini menuju masa depan yang lebih cerah. Â
"Ini yang aku sebut pemuda," katanya sambil mengacungkan jempolnya, "teruslah berjuang, Â jangan pernah pernah menyerah."Â
Pemuda itu mengangguk, sambil menatap langit yang semakin gelap, pandangannya jauh melayang ke langit tanpa bintang, mereka berdua tersenyum sambil menghirup udara malam dengan aroma pesing berbalut harumnya bangkai di kolong bawah jembatan.
Pemuda gembel itu terinspirasi, dia yakin bahwa dengan tekad dan usaha yang gigih, dia akan mencapai tujuannya. Â