Daniar tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya. Dia hanya merasakan sebuah perasaan yang baru, sebuah perasaan yang membuatnya bahagia penuh dengan warna.
Basri, perlahan menjadi cinta pertamanya. Pemuda berparas tampan dengan senyum yang menawan itu adalah anak kepala desa, seorang pemuda yang disegani, tentu saja dihormati. Daniar, gadis desa yang sederhana, jatuh cinta pada Basri sejak pertama kali bertemu.
Basri baru saja pindah ke desa itu, sebelumnya dia tinggal di Jawa, ayahnya ingin Basri memperdalam ilmu agama di desa itu sebelum dia kembali merantau demi mengejar masa depannya.
Ayahnya tidak ingin melihat Basri terlibat pergerakan-pergerakan sayap kiri yang sedang marak di Jawa.
Tentu saja Basri semakin akrab dengan Daniar, karena mereka satu sekolah. Cinta mereka pun tumbuh subur di tengah hamparan sawah dan sungai yang mengalir tenang. Mereka menghabiskan waktu bersama, bercanda, berdebat, juga bercerita tentang mimpi-mimpi mereka. Daniar membayangkan masa depan bersama Basri, membangun rumah sederhana di tepi sungai, lalu membesarkan anak-anak mereka di tengah sawah yang tumbuh menguning.
Namun, takdir punya rencana lain. Basri, memiliki ambisi yang sangat besar, memilih untuk merantau ke Jakarta untuk mengejar cita-cita. Perpisahan itu menyayat hati Daniar, namun dia tetap tegar, menenangkan dirinya dengan janji Basri untuk kembali dan menikahi dirinya setelah menyelesaikan pendidikannya.
Tahun demi tahun berlalu, surat-surat Basri menjadi penyejuk hati Daniar. Dia membaca setiap kata yang ditulis Basri dengan penuh harap, berharap bahwa cinta mereka akan tetap terjaga meskipun jarak memisahkan mereka.
Namun, seiring berjalannya waktu, surat-surat Basri semakin jarang datang. Daniar mulai merasakan perubahan dalam diri Basri, nada suratnya tidak lagi sehangat dulu. Rasa cemas mulai menggerogoti hatinya.
Suatu hari, sebuah surat datang, bukan dari Basri, melainkan dari seorang perempuan bernama Yanti. Dia menulis tentang rencana pernikahannya dengan Basri. Surat itu bagaikan petir di siang bolong, menghancurkan mimpi-mimpi Daniar yang selama ini disimpannya.
Daniar terpuruk, hatinya hancur berkeping-keping. Dia merasa dikhianati, diabaikan oleh cinta sejatinya. Air mata mengalir deras, membasahi pipinya yang pucat.
"Kenapa, Basri? Kenapa kau melupakan janjimu?" tanya Daniar pada foto Basri yang terpegang erat di tangannya.